Makalah Cyber Law Dan Undang-Undang ITE - Jika dalam postingan ini, anda kurang mengerti atau susunanya tidak teratur, anda dapat mendownload versi .doc makalah berikut :
Download
Cyber Law Dan
Undang-Undang ITE
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya, saya bisa menyusun dan menyelesaikan makalah
yang berjudul “Cyber Law dan Undang-undang ITE”. Tak lupa penulis mengucapkan
terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan dorongan dan motivasi.
Penulis
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan
dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik serta
saran yang membangun guna menyempurnakan makalah ini dan dapat menjadi acuan
dalam menyusun makalah-makalah atau tugas-tugas selanjutnya.
Penulis
juga memohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat kesalahan
pengetikan dan kekeliruan sehingga membingungkan pembaca dalam memahami maksud
penulis.
Jakarta, Juni 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR i
DAFTAR
ISI ii
BAB
I PENDAHULUAN 1
BAB
II CYBER LAW DAN UNDANG-UNDANG ITE 2
1. CYBER LAW 2
1.1.Pengertian
Cyber Law 2
1.2.Topic Seputar Cyber law 2
1.3.Ruang
Lingkup Cyber Law 3
1.4.Komponen
dari Cyber Law 3
1.5.Asas-asas
Cyber Law 4
1.6.Kebijakan Hukum Pidana
Terhadap Kejahatan Penyalahgunaan Informasi Dunia
Maya 5
1.7.Perkembangan Cyber Law di
Indonesia 6
2. Undang-undang ITE 7
2.1 Pengertian Undang-undang ITE 7
2.2 Pasal-pasal dalam Undang-undang ITE 8
2.3 Dampak Positif dan Negatif Undang-undang
ITE 11
BAB
III PENUTUP 13
3.1 Kesimpulan 13
3.2 Saran dan Kritik 13
DAFTAR
PUSTAKA iii
BAB I
PENDAHULUAN
Saat ini telah
lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum siber atau hukum
telematika. Hukum siber atau cyber law, secara internasional digunakan
untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi. Demikian pula, hukum telematika yang merupakan perwujudan dari
konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah
lain yang juga digunakan adalah hukum teknologi informasi (law of
information technology), hukum dunia maya (virtual world law), dan
hukum mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan yang
dilakukan melalui jaringan sistem komputer dan sistem komunikasi baik dalam
lingkup lokal maupun global (Internet) dengan memanfaatkan teknologi informasi
berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat
secara virtual. Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah ketika
terkait dengan penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara
elektronik, khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan
perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik.
Berdasarkan permasalahan hukum tersebutlah
pemerintah sebagai penjamin kepastian hukum dapat menjadi sarana pemanfaatan
teknologi yang modern. Sebagai salah satu bukti nyata adalah dibuatnya suatu
kebijakan dalam UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Sistem
ekonomi yang dianut oleh Indonesia adalah sistem ekonomi campuran yaitu
perekonomian bertumpu pada kekuatan dan mekanisme pasar tetapi pasar
tersebut tidak kebal dari intervernsi pemerintah singkatnya sistem ekonomi ini
merupakan campuran antara unsur-unsur dalam perekomian pasar dan perekomian
sosialis.
BAB II
CYBER LAW DAN UNDANG-UNDANG ITE
1. Cyber Law
1.1 Pengertian
Cyber Law
Cyberlaw adalah hukum
yang digunakan didunia cyber (
dunia maya ) yang umumnya diasosiasikan dengan internet. Cyberlaw merupakan aspek hukum yang
ruang lingkupnya meliputi suatu aspek yang berhubungan dengan orang perorangan
atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang
dimulai pada saat online dan memasuki dunia cyber atau dunia maya. Cyberlaw
sendiri merupakan istilah yang berasal dari Cyberspace Law. Cyberlaw akan memainkan peranannya dalam
dunia masa depan, karena nyaris tidak ada lagi segi kehidupan yang tidak
tersentuh oleh keajaiban teknologi dewasa ini dimana kita perlu sebuah perangkat
aturan main didalamnya.
Hukum pada
prinsipnya merupakan pengaturan terhadap sikap tindakan perilaku seseorang dan
masyarakat dimana akan ada sangsi bagi yang melanggar. Pada dasarnya sebuah
undang - undang dibuat sebagai jawaban hukum terhadap persoalan yang ada di
masyarakat, namun pada pelaksanaannya tak jarang suatu undang - undang yang
sudah terbentuk menemui kenyataan yang mungkin tidak terjangkau saat undang -
undang di bentuk.
1.2 Topic
Seputar Cyber law
Secara garis besar ada lima topic dari cyberlaw di
setiap negara yaitu:
a)
Information
security, menyangkut
masalah keotentikan pengirim atau penerima dan integritas dari pesan yang
mengalir melalui internet. Dalam hal ini diatur masalah kerahasiaan dan
keabsahan tanda tangan elektronik.
b)
On-line transaction, meliputi penawaran, jual-beli, pembayaran sampai
pengiriman barang melalui internet.
c)
Right in
electronic information, soal hak
cipta dan hak-hak yang muncul bagi pengguna maupun penyedia content.
d)
Regulation
information content, sejauh mana
perangkat hukum mengatur content yang dialirkan melalui internet.
e)
Regulation
on-line contact, tata karma
dalam berkomunikasi dan berbisnis melalui internet termasuk perpajakan,
retriksi eksport-import, kriminalitas dan yurisdiksi hukum
1.3 Ruang
Lingkup Cyber Law
Pembahasan mengenai ruang lingkup ”cyber law”
dimaksudkan sebagai inventarisasi atas persoalan-persoalan atau aspek-aspek
hukum yang diperkirakan berkaitan dengan pemanfaatan Internet. Secara garis
besar ruang lingkup ”cyber law” ini berkaitan dengan persoalan-persoalan atau
aspek hukum dari:
a.
E-Commerce,
b.
Trademark/Domain
Names,
c.
Privacy and
Security on the Internet,
d.
Copyright,
e.
Defamation,
f.
Content
Regulation,
g.
Disptle
Settlement, dan sebagainya.
1.4 Komponen
dari Cyber law







1.5 Asas-asas
Cyber Law
Dalam kaitannya dengan penentuan hukum yang berlaku
dikenal beberapa asas yang biasa digunakan, yaitu :
1.
Subjective
territoriality, yang
menekankan bahwa keberlakuan hukum ditentukan berdasarkan tempat perbuatan
dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya dilakukan di negara lain.
2.
Objective
territoriality, yang
menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum dimana akibat utama perbuatan
itu terjadi dan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi negara yang
bersangkutan.
3.
Nationality, yang menentukan bahwa negara mempunyai jurisdiksi
untuk menentukan hukum berdasarkan kewarganegaraan pelaku.
4.
Passive
Nationality, yang menekankan
jurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan korban.
5.
Protective
Principle, yang menyatakan
berlakunya hukum didasarkan atas keinginan negara untuk melindungi kepentingan
negara dari kejahatan yang dilakukan di luar wilayahnya, yang umumnya digunakan
apabila korban adalah negara atau pemerintah.
6.
Universality. Asas ini selayaknya memperoleh perhatian khusus
terkait dengan penanganan hukum kasus-kasus cyber. Asas ini disebut juga
sebagai “universal interest jurisdiction”. Pada mulanya asas ini menentukan
bahwa setiap negara berhak untuk menangkap dan menghukum para pelaku pembajakan.
Asas ini kemudian diperluas sehingga mencakup pula kejahatan terhadap
kemanusiaan (crimes against humanity), misalnya penyiksaan, genosida,
pembajakan udara dan lain-lain. Meskipun di masa mendatang asas jurisdiksi
universal ini mungkin dikembangkan untuk internet piracy, seperti computer,
cracking, carding, hacking and viruses, namun perlu dipertimbangkan bahwa
penggunaan asas ini hanya diberlakukan untuk kejahatan sangat serius
berdasarkan perkembangan dalam hukum internasional.
7.
Oleh karena
itu, untuk ruang cyber dibutuhkan suatu hukum baru yang menggunakan pendekatan
yang berbeda dengan hukum yang dibuat berdasarkan batas-batas wilayah. Ruang
cyber dapat diibaratkan sebagai suatu tempat yang hanya dibatasi oleh screens
and passwords. Secara radikal, ruang cyber telah mengubah hubungan antara
legally significant (online) phenomena and physical location.
1.6 Kebijakan
Hukum Pidana Terhadap Kejahatan Penyalahgunaan Informasi Dunia Maya
“Salah satu kemajuan terknologi informasi yang
diciptakan pada akhir abad ke-20 adalah internet. Jaringan
komputer-komputer yang saling terhubung membuat hilangnya batas-batas wilayah.
Dunia maya menginternasionalisasi dunia nyata. Dunia cyber yang sering disebut
dunia maya menjadi titik awal akselerasi distribusi informasi dan membuat dunia
internasional menjadi tanpas batas. “Teknologi informatika saat ini
menjadi pedang bermata dua, karena selain memberikan kontribusi bagi
peningkatan kesejahteraan, kemajuan peradaban dunia, sekaligus menjadi sarana
efektif melawan hukum. Maka untuk menghadapi sifat melawan hukum yang terbawa
dalam perkembangan informasi data di dunia maya.
Diperlukan sebuah perlawanan dari hukum positif yang
ada. “Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan
kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada sebelumnya” hal
ini adalah asas legalitas yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946
tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Hukum pidana merupakan salah
satu instrumen dalam menghadapi perbuatan melawan hukum. Maka perlu dikaji
lebih mendalam secara teoritik bagaimana kebijakan hukum pidana yang dalam
faktanya sering kalah satu langkah dengan tindak pidana. Dalam hal ini terhadap
kejahatan penyalahgunaan informasi data di dunia cyber.
Sesuai Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik (UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE) Pasal 1 angka 1
bahwa : “Informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik
termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan,
poto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic
mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka,
Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau
dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
1.7 Perkembangan
Cyberlaw di Indonesia
Inisiatif untuk membuat “cyberlaw” di Indonesia sudah
dimulai sebelum tahun 1999. Fokus utama waktu itu adalah pada “payung hukum”
yang generik dan sedikit mengenai transaksi elektronik. Pendekatan “payung” ini
dilakukan agar ada sebuah basis yang dapat digunakan oleh undang-undang dan
peraturan lainnya. Karena sifatnya yang generik, diharapkan rancangan
undang-undang tersebut cepat diresmikan dan kita bisa maju ke yang lebih
spesifik. Namun pada kenyataannya hal ini tidak terlaksana.
Dalam perjalanannya ada beberapa masukan sehingga
hal-hal lain pun masuk ke dalam rancangan “cyberlaw” Indonesia. Beberapa hal
yang mungkin masuk antara lain adalah hal-hal yang terkait dengan kejahatan di
dunia maya (cybercrime), penyalahgunaan penggunaan komputer, hacking,
membocorkan password, electronic banking, pemanfaatan internet untuk
pemerintahan (e-government) dan kesehatan, masalah HaKI, penyalahgunaan nama
domain, dan masalah privasi. Penambahan isi disebabkan karena belum ada undang-undang
lain yang mengatur hal ini di Indonesia sehingga ada ide untuk memasukkan
semuanya ke dalam satu rancangan. Nama dari RUU ini pun berubah dari
Pemanfaatan Teknologi Informasi, ke Transaksi Elektronik, dan akhirnya menjadi
RUU Informasi dan Transaksi Elektronik. Di luar negeri umumnya materi ini
dipecah-pecah menjadi beberapa undang-undang.
Ada satu hal yang menarik mengenai rancangan cyberlaw
ini yang terkait dengan teritori. Misalkan seorang cracker dari sebuah
negara Eropa melakukan pengrusakan terhadap sebuah situs di Indonesia. Dapatkah
hukum kita menjangkau sang penyusup ini? Salah satu pendekatan yang diambil
adalah jika akibat dari aktivitas crackingnya terasa di Indonesia, maka
Indonesia berhak mengadili yang bersangkutan. Apakah kita akan mengejar cracker
ini ke luar negeri? Nampaknya hal ini akan sulit dilakukan mengingat
keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh kita. Yang dapat kita lakukan
adalah menangkap cracker ini jika dia mengunjungi Indonesia. Dengan kata
lain, dia kehilangan kesempatan / hak untuk mengunjungi sebuah tempat di dunia.
Pendekatan ini dilakukan oleh Amerika Serikat.
2. Undang-undang
ITE
2.1 Pengertian
Undang-undang ITE
UU ITE (Undang-undang Informasi dan Transaksi
Elektronik) adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan
perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam undang - undang ini, baik yang berada
di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia. Undang -
undang informasi dan transaksi elektronik (UU ITE) atau yang disebut cyberlaw,
digunakan untuk mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang
memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan
informasinya.
Pada UU ITE ini juga diatur berbagai macam hukuman
bagi kejahatan melalui internet. UU ITE mengakomodir kebutuhan para pelaku
bisnis diinternet dan masyarakat pada umumnya untuk mendapat kepastian hukum
dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan elektronik digital sebagai
bukti yang sah dipengadilan. UU ITE sendiri baru ada di Indonesia dan telah
disahkan oleh DPR RI pada tanggal 21 April 2008. UU ITE terdiri dari 13 Bab dan
54 Pasal yang mengupas secara mendetail bagaimana aturan hidup di dunia maya
dan transaksi yang terjadi didalamnya.
Pada awalnya kebutuhan akan Cyber Law di
Indonesia berangkat dari mulaibanyaknya transaksi-transaksi perdagangan yang
terjadi lewat dunia maya. Atas transaksi-transaksi tersebut, sudah sewajarnya
konsumen, terutama konsumen akhir(end-user) diberikan perlindungan hukum
yang kuat agar tidak dirugikan, mengingat transaksi perdagangan yang dilakukan
di dunia maya sangat rawan penipuan, dan dalam perkembangannya, UU ITE yang
rancangannya sudah masuk dalam agenda DPR, terus mengalami penambahan disana-sini,
termasuk perlindungan dari serangan hacker, pelarangan penayangan content yang
memuat unsur-unsur pornografi, pelanggaran kesusilaan,pencemaran nama baik,
penghinaan dan lain sebagainya.
2.2 Pasa-Pasal dalam UUD ITE
Terdapat sekitar 11 pasal yang mengatur tentang
perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam UU ITE, yang mencakup hampir 22 jenis
perbuatan yang dilarang. Dari 11Pasal tersebut ada 3 pasal yang dicurigai akan
membahayakan blogger, pasal-pasal yang mengatur larangan-larangan tertentu di
dunia maya, yang bisa saja dilakukan oleh seorang blogger tanpa dia sadari.
Pasal-Pasal tersebut adalah Pasal 27 ayat (1) dan (3), Pasal 28 ayat (2), serta
Pasal 45 ayat (1) dan (2).
Pasal 27 ayat (1)
Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
Pasal 27 ayat (3)
Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Pasal 28 ayat (2)
Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk
menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok
masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan
(SARA).
Atas
pelanggaran pasal-pasal tersebut, UU ITE memberikan sanksi yang cukup berat
sebagaimana di atur dalam Pasal 45 ayat (1) dan (2).
Pasal 45 ayat (1)
Setiap orang
yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2),
ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 45 ayat (2)
Setiap orang yang
memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
a. Pelanggaran
Norma Kesusilaan
Larangan content yang memiliki muatan
yang melanggar kesusilaan sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) idealnya
mempunyai tujuan yang sangat mulia. Pasal ini berusaha mencegah munculnya
situs-situs porno dan merupakan dasar hukum yang kuat bagi pihak berwenang untuk
melakukan tindakan pemblokiran atas situs-situs tersebut. Namun demikian, tidak
adanya definisi yang tegas mengenai apa yang dimaksud melanggar kesusilaan,
maka pasal ini dikhawatirkan akan menjadi pasal karet.
Bisa jadi, suatu blog yang tujuannya memberikan
konsultasi seks dan kesehatan akan terkena dampak keberlakuan pasal ini. Pasal
ini juga bisa menjadi bumerang bagi blog-blog yang memuat kisah-kisah
perselingkuhan, percintaan atau yang berisi fiksi macam novel Saman, yang
isinya buat kalangan tertentu bisa masuk dalam kategori vulgar,
sehingga bisa dianggap melanggar norma-norma kesusilaan.
b. Penghinaan
dan Pencemaran Nama Baik
Larangan content yang memiliki muatan
penghinaan dan atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27 ayat (3) ini sebenarnya adalah berusaha untuk memberikan
perlindungan atas hak-hak individu maupun institusi, dimana penggunaan setiap
informasi melalui media yang menyangkut data pribadi seseorang atau institusi
harus dilakukan atas persetujuan orang/institusi yang bersangkutan.
Bila seseorang menyebarluaskan suatu data pribadi
seseorang melalui media internet, dalam hal ini blog, tanpa seijin orang yang
bersangkutan, dan bahkan menimbulkan dampak negatif bagi orang yang
bersangkutan, maka selain pertanggungjawaban perdata (ganti kerugian)
sebagaimana diatur dalam Pasal 26 UU ITE, UU ITE juga akan
menjerat dan memberikan sanksi pidana bagi pelakunya.
Dalam penerapannya, Pasal 27 ayat (3) ini
dikhawatirkan akan menjadi pasal sapu jagat atau pasal
karet. Hampir dipastikan terhadap blog-blog yang isinya misalnya:
mengeluhkan pelayanan dari suatu institusi pemerintah/swasta, atau menuliskan
efek negatif atas produk yang dibeli oleh seorang blogger, blog
yang isinya kritikan-kritikan atas kebijakan pemerintah,blogger yang
menuduh seorang pejabat telah melakukan tindakan korupsi atau tindakan kriminal
lainnya, bisa terkena dampak dari Pasal 27 ayat (3) ini.
c. Pasal
Pencemaran Nama Baik
Selain pasal pidana pencemaran nama baik dalam UU ITE
tersebut di atas, Kitab-Kitab Undang Hukum Pidana juga mengatur tentang tindak
pidana penghinaan dan pencemaran nama baik. Pasal-pasal pidana mengenai
penghinaan dan pencemaran nama baik ini memang sudah lama menjadi momok dalam
dunia hukum. Pasal-pasal tersebut antara lain Pasal 310 dan 311
KUHP.
Pasal 310 KUHP
:
“(1) Barang
siapa dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan
menuduhkan sesuatu hal yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum
diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama 9 bulan……..”
“(2) Jika
hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukan atau
ditempelkan dimuka umum,maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana
penjara paling lama 1 tahun 4 bulan…”
“(3) Tidak
merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan
demi kepentingan umum atau terpaksa untuk membela diri.”
Pasal 311 KUHP:
“(1) Jika yang
melakukan kejahatan pencemaran tertulis, dalam hal dibolehkan untuk membuktikan
bahwa apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya dan tuduhan dilakukan
bettentangan dengan apa yang diketahui, maka da diancam karena melakukan
fitnah, dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.”
2.3 Dampak
positif dan negatif undang-undang informasi dan transaksi elektronik
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau
yang bisa disingkat dengan UU ITE yang diterbitkan pada 25 Maret 2008 dengan
cakupan meliputi globalisasi, perkembangan teknologi informasi, dan keinginan
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Undang-Undang ini marupakan undang-undang
yang dinilai mempunyai sisi positif dan negatif.
a. Dampak Positif
UU ITE
Berdasarkan dari pengamatan para pakar hukum dan
politik UU ITE mempunyai sisi positif bagi Indonesia. Misalnya memberikan
peluang bagi bisnis baru bagi para wiraswastawan di Indonesia karena
penyelenggaraan sistem elektronik diwajibkan berbadan hukum dan berdomisili di
Indonesia.Otomatis jika dilihat dari segi ekonomi dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi. Selain pajak yang dapat menambah penghasilan negara juga menyerap
tenaga kerja dan meninggkatkan penghasilan penduduk.
UU itu juga dapat mengantisipasi kemungkinan
penyalahgunaan internet yang merugikan, memberikan perlindungan hukum terhadap
transaksi dan sistem elektronik serta memberikan perlindungan hukum terhadap
kegiatan ekonomi misalnya transaksi dagang.Penyalahgunaan internet kerap kali
terjadi seperti pembobolan situs-situs tertentu milik pemerintah.Kegiatan
ekonomi lewat transaksi elektronik seperti bisnis lewat internet juga dapat
meminimalisir adanya penyalahgunaan dan penipuan.
UU itu juga memungkinkan kejahatan yang dilakukan oleh
seseorang di luar Indonesia dapat diadili.Selain itu, UU ITE juga membuka
peluang kepada pemerintah untuk mengadakan program pemberdayaan internet.Masih
banyak daerah-daerah di Indonesia yang kurang tersentuh adanya
internet.Undang-undang ini juga memberikan solusi untuk meminimalisir
penyalahgunaan internet.
b. Dampak
Negatif UU ITE
Selain memiliki sisi positif UU ITE ternyata juga
terdapat sisi negatifnya.Contoh kasus Prita Mulyasari yang berurusan dengan
Rumah Sakit Omni Internasional juga sempat dijerat dengan undang-undang ini.
Prita dituduh mencemarkan nama baik lewat internet. Padahal dalam undang-undang
konsumen dijelaskan bahwa hak dari konsumen untuk menyampaikan keluh kesah
mengenai pelayanan publik.
Dalam hal ini seolah-olah terjadi tumpang tindih
antara UU ITE dengan UU konsumen. UU ITE juga dianggap banyak oleh pihak bahwa
undang-undang tersebut membatasi hak kebebasan berekspresi, mengeluarkan
pendapat, dan menghambat kreativitas dalam berinternet.Padahal sudah jelas
bahwa negara menjamin kebebasan setiap warga negara untuk mengeluarkan
pendapat.Undang-undang ini menimbulkan suatu polemik yang cukup panjang.Maka
dari itu muncul suatu gagasan untuk merevisi undang-undang tersebut.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Di dunia ini banyak hal yang memiliki dualisme yang
kedua sisinya saling berlawanan. Seperti teknologi informasi dan komunikasi,
hal ini diyakini sebagai hasil karya cipta peradaban manusia tertinggi pada
zaman ini. Namun karena keberadaannya yang bagai memiliki dua mata pisau yang
saling berlawanan, satu mata pisau dapat menjadi manfaat bagi banyak orang,
sedangkan mata pisau lainnya dapat menjadi sumber kerugian
bagi yang lain, banyak pihak yang memilih untuk tidak berinteraksi dengan
teknologi informasi dan komunikasi. Sebagai manusia yang beradab, dalam
menyikapi dan menggunakan teknologi ini, mestinya kita dapat memilah mana
yang baik, benar dan bermanfaat bagi sesama, kemudian mengambilnya sebagai
penyambung mata rantai kebaikan terhadap sesama, kita juga mesti pandai melihat
mana yang buruk dan merugikan bagi orang lain untuk selanjutnya kita
menghindari atau memberantasnya jika hal itu ada di hadapan kita
3.2 Saran dan
Kritik
Demikian
makalah ini kami susun dengan usaha yang maksimal dari tim kami, kami
mengharapkan yang terbaik bagi kami dalam penyusunan makalah ini maupun bagi
para pembaca semoga dapat mengambil manfaat dengan bertambahnya wawasan dan
pengetahuan baru setelah membaca tulisan yang ada pada makalah ini. Namun
demikian, sebagai manusia biasa kami menyadari keterbatasan kami dalam segala
hal termasuk dalam penyusunan makalah ini, maka dari itu kami mengharapkan
kritik atau saran yang membangun demi terciptanya penyusunan makalah yang lebih
sempurna di masa yang akan datang. Atas segala perhatiannya kami haturkan
terimakasih.
Demikianlah materi tentang Makalah Cyber Law Dan Undang-Undang ITE yang sempat kami berikan. semoga materi yang kami berikan dan jangan lupa juga untuk menyimak materi seputar Makalah Bahasa Bali yang telah kami posting sebelumnya. semoga materi yang kami berikan dapat membantu menambah wawasan anda semikian dan terimah kasih. Semoga dapat membantu menambah wawasan anda semikian dan terimah kasih.
Anda dapat mendownload Makalah diatas dalam Bentuk Document Word (.doc) melalui link berikut.
Download
Download
EmoticonEmoticon