Makalah Tax Amnesty (Kebijakan Pengampunan Pajak) - Jika dalam postingan ini, anda kurang mengerti atau susunanya tidak teratur, anda dapat mendownload versi .doc makalah berikut :
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Persoalan
yang cukup banyak menjadi perhatian masyarakat, khususnya dunia usaha adalah pembahasan
RUU Perpajakan. Secara substansial RUU Perpajakan mengundang perdebatan luas di
tengah masyarakat. Kenyataan ini perlu di lihat dari dua perspektif yang
berbeda. Pertama, banyak tuntutan dari masyarakat dan pengusaha sebagai wajib pajak
agar diatur hubungan yang lebih adil antara wajib pajak dan petugas pajak. Kedua,
upaya Direktorat Jendral Pajak yang semakin aktif dalam mengeksplorasi sumber potensial
perpajakan karena besarnya tuntutan penerimaan pajak yang dibebankan pada lembaga
tersebut.
Untuk
mencapai target penerimaan Negara dari sektor perpajakan dibutuhkan upaya-upaya
yang nyata, serta mengimplementasikan dalam bentuk kebijakan pemerintah.
Direktorat Jendral Pajak dapat mengambil langkah-langkah dalam rangka reformasi
perpajakan yang berkelanjutan meliputi beberapa bidang, antara lain dalam
system pelayanan dana administrasi, pengawasan wajib pajak, pengawasan internal,
sumber daya manusia, system informasi dan teknologi dan lainnya. Upaya-upaya tersebut
juga dapat berupa intensifikasi maupun ekstensifikasi perpajakan. Intensifikasi
pajak dapat berupa peningkatan jumlah wajib pajak maupun peningkatan penerimaan
pajak itu sendiri. Upaya ekstensifikasi dapat berupa perluasan objek pajak yang
selama ini belum tergarap. Untuk mengejar penerimaan pajak, perlu didukung situasi
social ekonomi politik yang stabil, sehingga masyarakat juga bisa dengan sukarela
membayar pajaknya.
Penting
untuk dipertimbangkan beberapa persoalan yang hingga saat ini menjadi perhatian
bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Pada satu sisi, RUU Perpajakan dimaksudkan
untuk mendukung ekstensifikasi perpajakan untuk dapat memenuhi target
penerimaan pajak. Di sisi lain, terdapat masalah keadilanya itu, tuntutan kesetaraan
antara wajib pajak dan petugas pajak serta persoalan pengampunan pajak (tax amnesty).
Dalam
Undang-Undang Republik Indonesia No. 28 tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas
Undang-Undang No.6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan (UU
KUP) terutama dalam pasal 37A, yang disahkan pada tanggal 17 juli 2007,
terdapat apa yang disebut dengan sunset
policy. Dimana kebijakan ini merupakan versi mini dari program pengampunan pajak
yang banyak diminta kalangan usaha. Meskipun belum mampu memuaskan semua pihak tetapi
kebijakan yang lebih dikenal dengan nama Sunset
Policy ini telah menimbulkan kelegaan bagi banyak pihak. Sunset Policy hanya memberikan atau pengurangan
sanksi administrasi, sedangkan utang pokok wajib pajaknya tetap harus dilunasi.
Kebijakan sunset policy ini telah
berhasil menambah jumlah penerimaan PPh sebesar Rp 7,46 triliun. Sunset Policy telah
dilakukan pada tahun 2008 dan Pemberian fasilitas sunset policy ini dibatasi selama satu tahun sejak Undang-undang ini
diberlakukan.
Dalam
sunset policy tarif pajak penghasilan
yang dikenakan mengikuti ketentuan yang berlaku umum, berbeda dengan tax amnesty yang umumnya menggunakan
tarif khusus yang lebih rendah.Sunset
policy juga tidak memberikan pembebasan terhadap pidana umum yang dilakukan
wajib pajak.
Salah
satu cara untuk meningkatkan penerimaan pajak tanpa menambah beban pajak baru kepada
masyarakat, dunia usaha, dan para pekerja adalah melalui program pengampunanpajak.
Meskipun bukan satu-satunya solusi untuk mengatasi kesulitan anggaran negara,
pengampunan pajak apabila dirancang dan dilaksanakan secara baik dapat membantu
memperbaiki citra negatif yang selama ini melekat pada aparat pajak.
Pengampunan
pajak diharapkan menghasilkan penerimaan pajak yang selama ini belum atau kurang
bayar, disamping meningkatkan kepatuhan membayar pajak karena makin efektifnya pengawasan,
didukung semakin akuratnya informasi mengenai daftar kekayaan wajib pajak.
Dengan kata lain kebijakan ini juga diharapkan dapat meningkatkan subyek pajak maupun
obyek pajak. Subyek pajak dapat berupa kembalinya dana-dana yang berada di luar
negeri, sedangkan dari sisi obyek pajak berupa penambahan jumlah wajib pajak. Indonesia
pernah menerapkan amnesty pajak pada 1984. Namun pelaksanaannya tidak efektif karena
wajib pajak kurang merespon dan tidak diikuti dengan reformasi sistem administrasi
perpajakan secara menyeluruh.
Efektivitas
pengampunan pajak dapat dilihat ketika pada tahun 1986 ditemukan bukti bahwa penerapan
tax amnesty di beberapa Negara bagian
Amerika Serikat selama empat tahun sebelumnya, mampu meningkatkan penerapan pajak
secara signifikan. Tax amnesty bahkan
menjadi kebijakan utama dalam peningkatan penerimaan pajak di 20 negara bagian di
Amerika Serikat.
Dalam
penerapannya di Amerika Serikat, kebijakan tax
amnesty mampu meningkatkan penerimaan pajak hingga ratusan juta dolar, yang
sulit diperoleh atau bahkan akan hilang sama sekali. Tax amnesty terbukti mampu meningkatkan jumlah pembayaran pajak.Dalam
hal ini, instansi yang menangani penerimaan Negara telah mengestimasi bahwa tax amnesty yang dipublikasikan dengan baik,
dengan dukungan penegakan hukum yang lebih ketat atas peraturan perpajakan,
dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
Belajar
dan menganalisis latar belakang, beberapa manfaat dan kelemahan dalam implementasinya
dan alternatif lain kebijakan pengampunan
pajak, serta perbandingan kebijakan tax
amnesty di negara lain, Indonesia dapat lebih menerapkan tax amnesty dengan baik.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang
diatas maka permasalahan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana aspek perpajakan dalam Tax Amnesty dalam perundang-undangan pajak?
2. Masalah apa saja yang timbul dalam penerapan
KebijakanTax Amnestydi Indonesia ?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan yang akan dicapai dalam penulisan
ini adalah :
- Mengetahui aspek pajak dalam Tax Amnesty dalam Undang-undang dan peraturan perpajakan.
- Mengetahui masalah-masalah yang timbul dalam penerapan kebijakan
Tax Amnesty di Indonesia.
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan makalah ini
adalah :
1. Bermanfaat sebagai suatu proses
belajar dalam membuat makalah.
2. Dapat mengkaji lebih dalam tentang materi
seminar perpajakan.
3. Bermanfaat sebagai suatu proses
belajar untuk mengetahui tentang aspek perpajakan dalam rangka Tax Amnesty.
BAB II
KAJIAN TEORI DAN LANDASAN HUKUM
2.1
Pajak
2.1.1
Definisi
Pajak merupakan iuran rakyat kepada
negara berdasarkan undang-undang, sehingga dapat dipaksakan, dengan tidak
mendapat balas jasa secara langsung. Terdapat bermacam-macam batasan atau
definisi tentang "pajak" yang dikemukakan oleh para ahli di antaranya
adalah:
Charles E.McLure
Pajak
adalah kewajiban finansial atau retribusi yang dikenakan terhadap wajib pajak (orang
pribadi atau Badan) oleh Negara atau institusi
yang fungsinya setara dengan negara yang digunakan untuk membiayai berbagai
macam pengeluaran publik. [Charles E. McLure, Jr “Taxation”. Britannica]
Leroy Beaulieu
Pajak adalah bantuan, baik secara
langsung maupun tidak yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau
dari barang, untuk menutup belanja pemerintah. [Leroy-Beaulieu, Paul (1989). Traite de la
Science des Finances (dalam bahasa Perancis) 1. Paris: Guillaumin et de]
P. J. A. Adriani
Pajak adalah iuran masyarakat kepada
negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya
menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang)
dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang
gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas
negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. [Adriani, P.J.A (1949). Het belastingrecht: zjin grondslagen en
ontwikkeling (dalam bahasa Belanda). Amsterdam: Veen]
Prof. Dr. H. Rochmat
Soemitro SH
Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara
berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak
adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai
pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.
[Soemitro, Rochmat (1988). Pengantar
Singkat Hukum Pajak. Bandung: Eresco. ISBN979-8020-23-5]
Ray M. Sommerfeld,
Herschel M. Anderson, dan Horace R. Brock
Pajak adalah suatu pengalihan sumber
dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan
akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang
ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional,
agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan. [Sommerfeld, Ray M.; Anderson, Herschel M.; Brock, Horarace R. (15
Agustus 1972). An Introduction to Taxation (Pengantar Perpajakan) (Dalam
Bahasa Inggris). Forth Worth: Haroourt College Publishers. ISBN9780155463035]
Berdasarkan Definisi diatas, penulis menyimpulkan
bahwa pajak merupakan retribusi (iuran) masyarakat yang sifatnya dapat memaksa,
yang bertujuan agar pemerintahan dapat menjalankan tugas dan kewajibannya serta
mengisi kas negara untuk kesejahteraan masyarakat.
2.1.2 Unsur
Pajak
Dari
berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak, baik pengertian secara
ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor
pemerintah) atau pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang dapat
dipaksakan) dapat ditarik kesimpulan tentang unsur-unsur yang terdapat pada
pengertian pajak, antara lain sebagai berikut:
1. Pajak dipungut berdasarkan
undang-undang.
Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan,
"pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara
diatur dalam undang-undang."
2. Tidak mendapatkan jasa timbal balik
(kontraprestasi perseorangan) yang dapat ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat membayar
pajak kendaraan bermotor akan melalui jalan yang sama kualitasnya dengan orang
yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor.
3. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi
keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi
pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.
4. Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila
wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi
sesuai peraturan perundang-undangan.
5. Selain fungsi budgeter (anggaran)
yaitu fungsi mengisi Kas Negara/Anggaran Negara yang diperlukan untuk
menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai
alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi
dan sosial (fungsi mengatur / regulatif).
2.1.3 Penggolongan Pajak
Pajak Negara
Pajak Negara sering
disebut juga sebagai pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah
Pusat yang terdiri atas:
a.
Pajak Penghasilan
Diatur
dalam UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang diubah terakhir kali
dengan UU No. 36 Tahun 2008.
b.
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Diatur
dalam UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah yang diubah terakhir kali dengan UU No. 42 Tahun 2009
c. Bea
Materai
UU
No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai
d. Bea
Masuk
UU
No. 10 Tahun 1995 jo. UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan
e. Cukai
UU
No. 11 Tahun 1995 jo. UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai
Pajak Daerah
Sesuai UU No. 28 Tahun
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, berikut jenis-jenis Pajak
Daerah:
a) Pajak Provinsi
terdiri atas:
·
Pajak Kendaraan Bermotor;
·
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
·
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
·
Pajak Air Permukaan; dan
·
Pajak Rokok.
b) Jenis
Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas:
·
Pajak Hotel;
·
Pajak Restoran;
·
Pajak Hiburan;
·
Pajak Reklame;
·
Pajak Penerangan Jalan;
·
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
·
Pajak Parkir;
·
Pajak Air Tanah;
·
Pajak Sarang Burung Walet;
·
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan; dan
·
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan.
2.2
Pengampunan Pajak (Tax Amnesty)
2.2.1
Definisi
Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) adalah
pengampunan atau pengurangan pajak terhadap property yang dimiliki oleh
perusahaan yang akan segera diatur dalam UU Pengampunan Nasional. Hal-hal yang
berkaitan dengan draft UU tersebut dikatakan jika pengampunan adalah
penghapusan pajak terutang, penghapusan sanksi pajak terutang, penghapusan
sanksi pidana tertentu yang harus diharuskan membayar dengan uang tebusan.
Pengampunan pajak ini bukan hanya property yang disimpan di Luar Negeri, tetapi
juga berasal dari Dalam Negeri yang laporannya tidak diberikan secara benar.
Baer dan LeBorgner
mendefinisikan pengampunan pajak sebagai berikut ”a limited-time offer by
the government to a specified group of taxpayers to pay a defined amount, in
exchange for forgiveness of a taxliability (including interest and penalties),
relating to a previous tax period(s), as well as freedom of legal prosecution”
Jacques Malherbe juga
mendefinisikan pengampunan pajak sebagai berikut ”the possibility of paying
taxes in exchange for the forgiveness of the amount of the tax liability
(including interest and penalties), the waiver of criminal tax prosecution, and
limitations to audit tax determination for a period of time”
Berdasarkan
definisi diatas, selain memberikan pengampunan untuk sanksi administrasi, tax
amnesty juga dimaksudkan untuk menghapuskan sanksi pidana, serta tax
amnesty juga dapat diberikan kepada pelaporan sukarela data kekayaan wajib
pajak yang tidak dilaporkan pada masa sebelumnya tanbpa harus membayar pajak
yang mungkin belum dibayarkan.
2.2.2
Tujuan Tax Amnesty
Dalam menetapkan perlu atau tidaknya tax
amnesty, perlu dipertimbangkan apa yang menjadi justifikasi dari tax
amnesty dan hingga batas tax amnesty dapat dijustifikasi. Pada umunya,
pemberian tax amnesty bertujuan untuk:
a. Meningkatkan penerimaan pajak dalam jangka pendek
b. Meningkatkan kepatuhan pajak di masa yang akan
datang
c. Mendorong repatriasi modal atau asset
d. Transisi ke sistem perpajakan yang baru
Meningkatkan Penerimaan Pajak dalam Jangka
Pendek
Permasalahan penerimaan pajak yang cenderung
menurun membuat pemerintah menerapkan sistem ini dengan harapan, para wajib
pajak menjadi lebih patuh dalam membayar pajak. Dalam jangka pendek dapat
memberikan peningkatan penerimaan pajak, namun jika dilihat dari sudut jangka
panjangnya, pemberian tax amnesty ini tidak memberikan banyak pengaruh
permanen terhadap penerimaan pajak jika tidak dilengkapi dengan program
peningkatan kepatuhan dan pengawasan kewajiban perpajakan.
Meningkatkan kepatuhan pajak di masa yang
akan datang
Dengan adanya tax amnesty ini
diharapkan kepatuhan wajib pajak terhadap pelaporan pajak di masa mendatang
akan mengalami peningkatan, karena pemerintah telah memberikan keringan kepada
wajib pajak.
Mendorong repatriasi modal atau asset
Dalam kontekspelaporan data harta kekayaan,
pemberian tax amnesty juga bertujuan untuk mengembalikan modal yang
berada diluar negeri tanpa perlu membayar pajak atas modal yang berada diluar
negeri (bagi wajib pajak).
Transisi ke sistem perpajakan yang baru
Dalam konteks ini, tax amnesty menjadi
instrument dalam rangka memfasilitasi reformasi perpajakan dan sebagai
kompensasi atas penerimaan pajak yang berpotensi hilang dari transisi ke system
perpajakan yang baru.
2.2.3
Karakteristik Pengampunan Pajak
Definisi tax
amnesty sebagaimana
telah disebutkan di atas memberikan gambaran tentang karakteristik dari suatu
program tax amnesty, yaitu:
1.Durasi
Secara umum, program tax amnesty berlangsung dalam suatu kurun waktu
tertentu, dan umumnya berjalan selama 2 bulan hingga 1 tahun. Untuk mendukung berhasilnya program tax
amnesty, hal yang perlu ditekankan adalah luasnya publisitas dan
promosi program tax amnesty serta tersampaikannya pesan bahwa
wajib pajak hanya memiliki kesempatan sekali ini saja untuk memperoleh
pengampunan atas pajak yang terutang, bunga, dan/atau sanksi administrasi.
Menurut
Benno Torgler dan Christoph A. Schaltegger,
pengampunan pajak sebaiknya diberikan hanya sekali saja dalam suatu
generasi (once per generation).
Pengampunan pajak yang diberikan berkali-kali menyebabkan wajib pajak akan
selalu menunggu program pengampunan pajak berikutnya dan ini akan mendorong
wajib pajak untuk tidak menjalankan kewajiban pajaknya dengan benar. Oleh
karena itu, apabila pemerintah akan memberikan tax
amnesty maka tidak boleh ada isu tentang program pengampunan pajak
jilid berikutnya.
2. Kelompok Wajib Pajak
Secara
umum, setiap wajib pajak yang belum menunaikan kewajiban perpajakannya
diperbolehkan untuk berpartisipasi dalam program tax
amnesty. Artinya,
program tax amnesty ini ditujukan kepada wajib pajak yang
telah berada dalam sistem administrasi perpajakan dan wajib pajak yang belum
masuk dalam sistem administrasi perpajakan.
Perlakuan
yang berbeda dimungkinkan ketika wajib pajak yang hendak berpartisipasi dalam
program tax amnesty telah diperiksa atau sedang dalam
proses pemeriksaan. Dalam hal ini, wajib pajak yang telah diperiksa atau sedang
dalam proses pemeriksaan tersebut tidak diperbolehkan berpartisipasi dalam
program tax amnesty karena jumlah tunggakan pajaknya telah
diketahui oleh otoritas pajak. Wajib pajak juga dapat diberikan pengampunan jika ketentuan
peraturan perundang-undangan menyatakan wajib pajak yang mengungkapkan
kewajiban perpajakan atau harta kekayaannya secara sukarela berhak mendapatkan
penurunan atau penghapusan sanksi administrasi.
3. Jenis Pajak dan Jumlah Pajak atau Sanksi
Administrasi yang diberikan Ampunan
Ketentuan
tentang tax amnesty harus menspesifikasi pajak apa saja
yang diberikan ampunan. Pada umumnya, pajak yang diberikan ampunan hanya
bersumber dari satu jenis pajak atau satu kategori subjek pajak saja, misalnya tax
amnesty hanya
diberikan pada pajak penghasilan orang pribadi saja tidak termasuk pajak
penghasilan badan, atau program tax amnesty hanya dikhususkan kepada pajak bumi
dan bangunan saja.
Perkembangan
terkini di beberapa negara menunjukkan program tax
amnesty juga
diberikan secara spesifik kepada harta kekayaan yang ditempatkan di luar negeri
yang belum dilaporkan oleh wajib pajak. termasuk harta kekayaan yang
direpatriasi ke dalam negeri. Program tax amnesty yang diberikan secara khusus ini
umumnya disertai dengan pembebasan atau pengurangan pajak atas penghasilan yang
belum dilaporkan yang bersumber dari harta kekayaan di luar negeri tersebut.
Selain
itu, jumlah pajak yang belum dibayar dan sanksi administrasi yang diberikan
ampunan harus ditentukan dalam ketentuan tax amnesty. Pada umumnya, jumlah yang
diberikan ampunan dapat berupa:
- Seluruh
atau sebagian dari jumlah pajak yang terutang;
- Seluruh
atau sebagian dari jumlah sanksi administrasi;
- Pembebasan
dari sanksi pidana;
- Pemberian
fasilitas angsuran.
Secara
umum, tax amnesty mensyaratkan
wajib pajak untuk tetap membayar seluruh pajak yang terutang. Walau demikian,
perhitungan pajak yang terutang tersebut dapat saja didasarkan pada ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku pada saat program tax
amnesty dilaksanakan. Sementara
pemberian ampunan atas sanksi administrasi dan pembebasan dari sanksi pidana
merupakan hal yang umum diberikan di banyak program tax
amnesty.
Penjelasan
lengkap mengenai pengampunan pajak telah tercantum dalam Draft RUU Pengampunan
Pajak yang telah dibuat pada November tahun 2015 yang lalu. Beberapa hal yang
terdapat dalam Draft RUU Pengampunan pajak adalah sebagai berikut:
Syarat Mengajukan Surat Permohonan
Pengampunan Pajak
- Memiliki
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
- Membayar
uang tebusan
- Melunasi
seluruh tunggakan pajak
- Menyampaikan
SPT PPh untuk tahun pajak 2015 bagi wajib pajak yang telah memiliki
kewajiban menyampaikan SPT PPh
- Mencabut
permohonan:
·
Pengembalian
kelebihan pembayaran pajak
·
Pengurangan
atau penghapusan sanksi administrasi dalam Surat Ketetapan Pajak dan/atau Surat
Tagihan Paak yang di dalamnya terdapat pokok pajak yang terutang
·
Pengurangan
atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar
·
Keberatan
·
Pembetulan
atas surat ketetapan pajak dan surat keputusan
·
Banding
·
Gugatan
·
Peninjauan
kembali
Tarif Uang Tebusan
Tidak melakukan repatriasi asset
|
Melakukan repatriasi aset
|
||
Tarif
|
Periode
Pelaporan Surat Permohonan Pajak
|
Tarif
|
Periode
Pelaporan Surat Permohonan Pajak
|
2%
|
Bulan
pertama sampai dengan akhir bulan ketiga
|
1%
|
Bulan
pertama sampai dengan akhir bulan ketiga
|
4%
|
Bulan
keempat sampai dengan akhir bulan keenam
|
2%
|
Bulan
keempat sampai dengan akhir bulan keenam
|
6%
|
Bulan
ketujuh sampai dengan satu tahun
|
3%
|
Bulan
ketujuh sampai dengan satu tahun
|
Ketentuan Repatriasi bagi yang ingin
melakukan
- Harta
yang bisa dialihkan adalah harta yang telah berada dan/atau ditempatkan di
luar wilayah NKRI sebelum tanggal 31 Desember 2015.
- Harta
berupa kas atau setara kas harus dialihkan melalui bank persepsi, dan
diinvestasikan sebelum pengajuan surat permohonan pajak.
- Harta
selain kas atau setara kas harrus dialihkan melalui bank persepsi, dan
diinvestasikan paling lambat satu tahun sejak UU diberlakukan.
- Jangka
waktu investasi paling singkat 1 tahun.
- Di
tahun pertama, aset yang dialihkan wajib diinvestasikan dalam obligasi
negara, atau obligasi BUMN, atau investasi keuangan pada bank-bank yang
ditunjuk menteri.
- Di
awal tahun kedua atau ketiga, wajib pajak boleh memilih instrumen
investasi lain. Instrumen investasi yang bisa dipilih adalah obligasi
perusahaan swasta yang perdagangannya diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan,
atau investasi infrastruktur melalui kerjasama pemerintah dengan badan
usaha, atau investasi sektor riil berdasar prioritas yang ditentukan
pemerintah melalui peraturan menteri keuangan, dan/atau investasi di
sektor properti.
Syarat tambahan bagi yang memilih
opsi melakukan repatriasi:
- Mengalihkan
harta berupa kas atau setara kas yang berada di luar wilayah Indonesia ke
dalam wilayah Indonesia pada bank persepsi, dan menginvestasikan harta itu
ke dalam bentuk obligasi negara, obligasi BUMN, atau investasi keuangan di
bank yang ditunjuk menteri keuangan.
- Kesanggupan
mengalihkan harta selain kas atau setara kas yang berada di luar wilayah
Indonesia ke dalam wilayah Indonesia, dan menginvestasikan harta itu dalam
bentuk obligasi negara, obligasi BUMN atau investasi keuangan di bank yang
ditunjuk menteri keuangan.
2.2.4
Manfaat
Adanya Tax Amnesty
Dengan
adanya tax amnesty atau amnesti pajak ini dapat memeberikan manfaat untuk
beberapa pihak, baik itu pemerintah, pengembangan, maupun untuk investor.
Berikut ini manfaat adanya tax amnesty untuk beberapa pihak:
1. Untuk Pemerintah
Dengan
diberlakukannya tax amnesty atau pengampunan pajak ini maka akan menambah
penghasilan penerimaan baru dimana penambahannya dirasa cukup efektif dalam
mengurangi penerimaan Negara yang semakin berkurang. Dengan diterapkannya tax
amnesty atau pengampunan pajak ini maka secara otomatis akan menarik dana yang
terdapat di luar negri ke Indonesia yang menjadikannya masuk ke dalam
pencatatan untuk sumber pajak baru. Amnesti pajak yang diasumsikan oleh
pemerintah sebanyak RP. 60 triliun yang tercantum pada APBN 016. Nominal
tersebut berasal dari tarif tebusan sebesar 3% dari dana yang masuk yaitu
sekitar RP. 2.000 triliun.
2. Untuk Pengembang
Dengan
diberlakukannya amnesty pajak atau pegampunan pajak ini maka akan membuat
sector propeti mengalami pertumbuhan untuk tahun berikutnya. Kebijakan ini
berhubungan dengan pajak yang menjadikan indicator untuk kebangkitan sebuah
bisnis property yang ada di Indonesia. Tax amnesty ini sangat dipercaya untuk
memberikan sebuah pengaruh terhadap pengembangan untuk dapat terus berhubungan
dengan para investor. Para investor selama ini merasa tidak mau untuk
menanamkan modalnya di Indonesia karena Negara Indonesia membunyai pajak
property yang tergolong sangat tinggi.
3.
Untuk
Investor
Buhan
hanya dari pemerintah dan pengembangan saja yang merasa senang dengan kabar
ini, hadirnya tax amnesty atau pengampunan pajak juga sangan disambut baik oleh
para investor. Dengan adanya tax amnesty atau pengampunan pajak ini akan
memberikan keuntungan terhadap kegiatan bisnis. Amnesty pajak ini dapat membuat
para konsumen serta investor untuk lebih berani lagi melakukan pembelian
terhadap property. Dengan demikian para investor tidak merasa lagi takut untuk
melakukan pembelian property.
Ø Tax Amnesty dipandang dari konsep perpajakan
Tax amnesty merupakan upaya yang dilakukan oleh otoritas pajak suatu negara memberikan kesempatan kepada wajib pajak yang tidak patuh untuk melaporkan penghasilannya dan membayar pajak secara sukarela dengan memberikan insentif. Tax amnesty dalam jangka pendek bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara, sedangkan dalam jangka panjang bertujuan meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
Pemberian tax amnesty dimaknai sebagai upaya ‘extra-ordinary’ akibat ketidakmampuan dari otoritas pajak memungut pajak atas penghasilan yang diterima oleh wajib pajak, umumnya yang berada di luar negeri. Oleh karenanya, kebijakan tax amnesty harus dirancang menarik sehingga mendorong wajib pajak secara sukarela melaporkan harta dan membayar pajaknya. Selain insentif, kebijakan tax amnesty menawarkan kepastian hukum seperti jaminan wajib pajak tidak diperiksa pajak di masa yang akan datang.
Program tax amnesty jangan dilihat sebagai pilihan jalan pintas untuk mencapai target penerimaan pajak sehingga kebijakan ini seharusnya tidak dilakukan berulang karena hal ini dapat menjadi disinsentif bagi wajib pajak patuh. Program tax amnesty harus dibarengi dengan upaya memperbaiki kemampuan administrasi pajak di dalam mengawasi penghasilan wajib pajak serta memungut pajak. Program tersebut di antaranya meningkatkan integrasi data antar lembaga, kebijakan single identity number, exchange of information, serta kebijakan lainnya.
Ø Kaitan Tax Amnesty dengan Automatic Exchange System
of Information
Automatic Exchange System of Information akan menjadi pintu masuk penegakan hukum. Melalui Automatic Exchange System of Information, otoritas pajak dapat memperoleh informasi relevan dari otoritas pajak di negara lain yang dapat menjadi dasar pemungutan pajak.
Tax Amnesty dalam kaitannya dengan Automatic Exchange System of Information adalah upaya memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk secara sukarela membayar pajak sebelum pemerintah melakukan law enforcement dengan memanfaatkan data dari Automatic Exchange System of Information.
Ø Peluang dan tantangan Tax Amnesty bagi pemerintah Indonesia
Tax Amnesty dapat menjadi peluang untuk meningkatkan penerimaan pajak yang berasal dari harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak yang belum dilaporkan. Sigit Priadi Primadito (mantan Direktur Jenderal Pajak) menyebutkan potensi penerimaan pajak dari program tax amnesty sebesar Rp 60 triliun. Tax Amnesty juga berpeluang meningkatkan sumber pendanaan untuk pelaksanaan program-program pemerintah, seperti pembangunan infrastruktur.
Tantangan dari tax amnesty bagi pemerintah Indonesia adalah meyakinkan kepada wajib pajak untuk secara sukarela melaporkan penghasilannya dan membayar pajak melalui program akan lebih menguntungkan dibandingkan dengan law enforcement di masa yang akan datang. Keyakinan wajib pajak dalam mengikuti program ini dapat terwujud apabila terdapat insentif pajak yang memadai, kejelasan prosedur serta kemudahan di dalam pengadministrasian pelaksanaan pelaporan harta dan pembayaran pajak.
Di dalam program RUU Pengampunan Nasional, pemerintah telah
dengan jelas menjelaskan insentif pajak berupa uang tebusan dengan tarif yang
rendah (3%, 5%, dan 8%). Pemerintah juga telah memberikan kepastian bahwa tidak
ada pemeriksaan pajak di masa yang akan datang. Namun sebagai catatan,
pemerintah baru memasukkan RUU Pengampunan Nasional ini dalam prolegnas
(Program Legislasi Nasional 2015. Diskusi yang berkepanjangan (wacana tax
amnesty sudah didiskusikan lebih dari 1 tahun) akan menciptakan ketidakpastian
sehingga akan menurunkan kepatuhan wajib pajak.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
Kepatuhan
dan penerimaan pajak di Indonesia
Dari 240 juta lebih penduduk Indonesia, jumlah wajib pajak
yang terdaftar masih kurang dari 30 juta orang (atau hanya sekitar 11% dari
total penduduk Indonesia).
·
Dari jumlah tersebut, hanya sepertiganya yang
melaporkan SPT PPh 2015 atau kurang dari 10 juta penduduk.
·
Sistem perpajakan yang bersifat worldwide income (semua jenis pendapatan
akan dipajaki) dan tarif pajak yang lebih tinggi dari negara tetangga juga
menjadi pendorong orang untuk menghindari pembayaran pajak di Indonesia. Rasio
pajak Indonesia terhadap PDB tidak pernah melebihi 12% dalam empat belas tahun
terakhir di bawah Malaysia dan Thailand yang di atas 16%, dan jauh di bawah
Belgia dan Inggris di kisaran 25% dari PDB.
·
Rendahnya penerimaan pajak dibanding potensinya
sebenarnya bukan hanya terjadi di negara berkembang, melainkan juga terjadi di
negara maju.
·
Rendahnya penerimaan pajak tidak hanya disebabkan
oleh rendahnya law enforcement di
bidang perpajakan namun juga disebabkan oleh masih besarnya underground-economy, dan adanya dana
masyarakat yang disimpan di luar negeri.
·
Underground
economy tidak hanya meliputi kegiatan ilegal seperti
yang terkait dengan obat terlarang dan penebangan hutan ilegal, namun lebih
luas lagi karena mencakup juga kegiatan ekonomi yang tidak dilaporkan, tidak
tercatat, ataupun kegiatan informal.
·
Underground
economy di Indonesia diperkirakan mencapai 20% dari PDB
atau lebih dari Rp2.000 triliun.
·
Data World
Bank menyebutkan jika potensi underground
economy dimasukkan, tax ratio Indonesia mencapai lebih dari 15% dari PDB.
Penerimaan pajak 2007-2014 Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, realisasi penerimaan
pajak, termasuk bea dan cukai, sejak 2007 hingga 2014 menunjukan tren meningkat
walau selalu di bawah target.
Dana parkir di luar negeri
·
Salah satu tujuan kebijakan tax amesty adalah target
pemerintah untuk bisa menarik sekitar Rp1.000 triliun dari Rp 3.000-Rp 4.000
triliun dana yang terparkir di luar negeri
·
McKinsey menyebut ada Rp2.000 triliun uang tunai dan Rp2.000
triliun berupa aset warga Indonesia tersimpan di Singapura.
·
Belum lagi dana parkir orang Indonesia ditenggarai banyak
tersebar di Macau, Hong Kong, Luxemburg, Swiss, dan Kepulauan Cayman.
Peyebab
Kebijakan Tax Amnesty di Indonesia pada tahun 1964 dan 1984 dinilai Gagal
·
Wajib pajak yang diharapkan mengikuti program tax amnesty
ternyata tidak begitu merespons kebijakan ini.
·
Penerapan kebijakan tidak diikuti dengan reformasi sistem
administrasi perpajakan secara terpadu dan menyeluruh.
·
Minimnya keterbukaan dan peningkatan akses informasi ke
masyarakat termasuk sistem kontrol dari Direktorat Jenderal Pajak.
Fakta
Pajak di Indonesia
·
Selama 2007-2014, rasio pajak terhadap PDB Indonesia
cenderung stagnan. Pada 2007, rasio pajak terhadap PDB Indonesia 12,4%, naik
menjadi 13,3% pada 2008, lalu turun menjadi 11% pada 2009.
·
Pada 2014, rasio pajak terhadap PDB adalah 12,4%, angka yang
sama dengan tahun 2007 • Selama 2007-2014, proporsi terbesar pendapatan Negara
Indonesia berasal dari penerimaan pajak.
·
Pada 2014, proporsi penerimaan pajak dalam pendapatan Negara
adalah 76,20%, sementara proporsi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) adalah
23,66%.
·
Selama 2007-2014, proporsi penerimaan pajak juga cenderung
meningkat dari 69,37% pada 2007 menjadi 76,20% pada 2014.
·
Proporsi PNBP
cenderung menurun dari 30,39% pada 2007 menjadi 23,66% pada 2014.
·
PPh cenderung turun dari 47,43% pada 2012 menjadi 45,73% pada
2014.
·
Proporsi PPN dan PPnBM
cenderung naik dari 34,43% pada 2012 menjadi 38,17% pada 2014.
Pemerintah-DPR
Sepakati Tax Amnesty Berlaku di tahun 2016
Pemerintah memastikan
kebijakan tax amnesty atau pengampunan pajak mulai
diberlakukan tahun 2016. Menurut Dirjen Pajak Kemenkeu Sigit Priadi Pramudhito,
skema tax amnesty itu berlaku hanya sampai akhir 2016 dengan tarif pajak 2%
pada semester pertama dan semester berikutnya 6%.
“Skema tax amnesty tersebut dalam rangka repatriasi dana
yang terparkir di luar negeri. Potensi yang akan diterima negara sekitar Rp 60
triliun. APBN 2016 sudah menyertakan kebijakan tax
amnesty. Target pajak Rp1.350 triliun,” kata Sigit, akhir pekan
lalu.
Menteri
Keuangan Bambang Brodjonegoro menambahkan skema tax amnesty harus
dipercepat sebelum aturan pertukaran informasi pajak (automatic exchanger of information/AEoI) diberlakukan
pada 2017. “Sebelum 2017 harus ada proses amnesti. Wajib pajak di luar negeri
atau WNI yang belum menjadi wajib pajak harus jadi bagian penerimaan pajak.
Kalau tidak, uang mereka jadi milik negara lain.”
Untuk memuluskan niat pemerintah
tersebut, DPR segera merampungkan RUU Pengampunan Pajak di masa sidang akhir
tahun ini. Menurut anggota Komisi XI DPR Hendrawan Supratikno, kini dewan
sedang menunggu surat Presiden untuk membahas atau menyepakati RUU Pengampunan
Pajak tersebut ke dalam Prolegnas.
“Tax amnesty itu
seiring pemberlakuan aturan EAoI mulai 2017. Pemerintah nanti memiliki data
kredibel terkait harta para pengemplang. Kalau pengemplang melapor, datanya
tidak diteruskan ke kepolisian. Mereka yang diampuni ialah yang percaya pada
pajak. Dalam pembahasan terakhir, ada perubahan tarif pajak bagi pengemplang
yang melaporkan hartanya, yakni yang semula bervariasi antara 3%-6% kini
menjadi 2%-6%,” ujar Hendrawan dari Fraksi PDI Perjuangan.
Pengamat
perpajakan dari UI, Darussalam, menambahkan pemberlakuan tax amnesty memang memupuk kepatuhan wajib pajak.
“Mereka yang selama ini belum patuh dan belum terdaftar diberi pengampunan
dengan membayar uang tebusan yang tarifnya jauh di bawah umum. Tujuan lainnya
untuk mengungkap harta yang selama ini belum dikenai pajak dengan membayar uang
tebusan.”
3.2
Aspek
Perpajakan
Rancangan Undang-Undang : Pengampunan Nasional Tahun 2015
PASAL 2
Setiap Orang Pribadi atau Badan
berhak mengajukan permohonan Pengampunan Nasional dengan menyampaikan Surat
Permohonan Pengampunan Nasional, kecuali Orang Pribadi atau Badan yang sedang
dalam proses penuntutan, atau sedang menjalani hukuman pidana atas tindak
pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana tertentu yang ditentukan dalam
Undang-Undang ini.
PASAL 3 AYAT (1)
Pengampunan Nasional diberikan atas
seluruh Harta yang dilaporkan dalam Surat Permohonan Pengampunan Nasional, baik
yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia maupun di luar
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
PASAL 7 AYAT (1)
Syarat untuk mengajukan Pengampunan
Nasional meliputi:
- Memiliki Nomor Pokok Wajib
Pajak;
- Menyampaikan Surat Permohonan
Pengampunan Nasional yang ditandatangani oleh Orang Pribadi atau Badan;
- Membayar Uang Tebusan;
- Melunasi seluruh Tunggakan
Pajak; dan
- Memberikan Surat kuasa kepada
Direktur Jenderal Pajak untuk membuka akses atas seluruh rekening Orang
Pribadi atau Badan yang berada di bank dalam negeri dan bank luar negeri
untuk transaksi setelah memperoleh Pengampunan Nasional.
PASAL 4
- Tarif Uang Tebusan untuk
periode pelaporan Surat Permohonan Pengampunan Nasional bulan Oktober 2015
sampai dengan Desember 2015 adalah sebesar 3 %.
- Tarif Uang Tebusan untuk
periode pelaporan Surat Permohonan Pengampunan Nasional bulan Januari 2016
sampai dengan Juni 2016 adalah sebesar 5 %.
- Tarif Uang Tebusan untuk
periode pelaporan Surat Permohonan Pengampunan Nasional bulan Juli 2016
sampai dengan Desember 2016 adalah sebesar 8 %.
PASAL 5
Dasar Pengenaan Uang Tebusan adalah Nilai Harta yang
dilaporkan.
PASAL 6
Besarnya Uang Tebusan dihitung dengan cara mengalikan tarif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dengan Dasar Pengenaan Uang Tebusan.
PASAL 11
Orang Pribadi atau Badan yang
menyampaikan Surat Permohonan Pengampunan Nasional, tidak berhak:
- Mengkompensasikan kerugian
fiskal untuk bagian tahun pajak atau tahun pajak sebelum undang-undang ini
diundangkan yang belum dikompensasikan;
- Mendapatkan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak untuk bagian tahun pajak atau tahun pajak
sebelum undang-undang ini diundangkan atau untuk Masa Pajak sebelum
undang-undang ini diundangkan yang belum dikembalikan;
- Melakukan pembetulan Surat
Pemberitahuan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak
sebelum undang-undang ini diundangkan.
BAB IV
KESIMPULAN
- Pemerintah melakukan pemberlakuan
kebijakan Tax Amnesty dikarenakan dana
masyarakat Indonesia sejumlah Rp 3.000 triliun yang diparkir di luar
negeri khususnya di Singapura yang selama ini tidak terjangkau oleh Ditjen
Pajak.
- Supaya dapat meningkatkan
penerimaan pajak dari wajib pajak pasif terutama pengusaha yang
dananya berada diluar negeri.
- Tax
amnesty ini juga dapat dipandang sebagai rekonsilisasi nasional untuk
menghapus masa lalu wajib pajak yang tidakpatuh dan perilaku otoritas
pajak yang melanggar aturan.
- Tax
Amnesty bertujuan meningkatkan produktivitas dan akuntabilitas pegawai,
serta memperbaiki upaya kepatuhan perpajakan
- Aspek Perpajakan dalam Tarif
Kebijakan Tax Amnesty pada tahun 2016 :
RUU tentang Pengampunan Nasional
tahun 2015
PASAL
4
1.
Tarif Uang Tebusan untuk periode
pelaporan Surat Permohonan Pengampunan Nasional bulan Oktober 2015 sampai
dengan Desember 2015 adalah sebesar 3 %.
2.
Tarif Uang Tebusan untuk periode
pelaporan Surat Permohonan Pengampunan Nasional bulan Januari 2016 sampai
dengan Juni 2016 adalah sebesar 5 %.
3.
Tarif Uang Tebusan untuk periode
pelaporan Surat Permohonan Pengampunan Nasional bulan Juli 2016 sampai dengan
Desember 2016 adalah sebesar 8 %.
DAFTAR PUSTAKA
- Pengampunan
Pajak. “ Draft RUU Pengampunan Nasional “. 18 April 2016. https://pengampunanpajak.com/2015/11/03/draft-ruu-pengampunan-nasional/#more-292
- Pengampunan
Pajak. “ Pemerintah-DPR Sepakati Tax Amnesty Berlaku Tahun2016 “. 18 April
2016. https://pengampunanpajak.com/
- Koran Sindo. “ Kisah Tax Amnesty di Penjuru Dunia “. 18 April
2016.
http://www.koran-sindo.com/news.php?r=0&n=9&date=2016-04-18
- Eko Sri Suharyanto”Pengertian
dan Manfaat Tax Amnesty” 16 April 2016
https://uangteman.com/blog/indonesia/pengertian-dan-manfaat-tax-amnesty/
- Darussalam, SE,
Ak, CA, MSi, LLM Int.Tax “Tax Amnesty Dalam Rangka Rekonsiliasi
Nasional” 16 April 2016
https://www.selasar.com/ekonomi/tax-amnesty-untuk-rekonsiliasi-nasional
·
Wisamodro Jati “Mengenal
dan Memahami Lebih Dekat Tax Amnesty” 16 April 2016
http://ortax.org/ortax/?mod=info&page=show&id=45
Demikianlah materi tentang Makalah Tax Amnesty (Kebijakan Pengampunan Pajak) yang sempat kami berikan. semoga materi yang kami berikan dan jangan lupa juga untuk menyimak materi seputar Makalah Lingkungan Hidup yang telah kami posting sebelumnya. Semoga dapat membantu menambah wawasan anda semikian dan terimah kasih.
Anda dapat mendownload Makalah diatas dalam Bentuk Document Word (.doc) melalui link berikut.
EmoticonEmoticon