Makalah Trauma Abdomen - Jika dalam postingan ini, anda kurang mengerti atau susunanya tidak teratur, anda dapat mendownload versi .doc makalah berikut :
Download
Makalah
Trauma Abdomen
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Trauma merupakan keadaan yang disebabkan oleh luka
atau cedera. Trauma juga mempunyai dampak psikologis dan sosial. Pada
kenyataannya, trauma adalah kejadian yang bersifat holistik dan dapat menyebabkan
hilangnya produktivitas seseorang.
Pada pasien trauma, bagaimana
menilai abdomen merupakan salah satu hal penting dan menarik. Penilaian
sirkulasi sewaktu primary survey harus mencakup deteksi dini dari kemungkinan
adanya perdarahan yang tersembunyi pada abdomen dan pelvis pada pasien trauma
tumpul. Trauma tajam pada dada di antara nipple dan perineum harus dianggap
berpotensi mengakibatkan cedera intraabdominal. Pada penilaian abdomen,
prioritas maupun metode apa yang terbaik sangat ditentukan oleh mekanisme
trauma, berat dan lokasi trauma, maupun status hemodinamik penderita.
Cedera abdomen menduduki
urutan ketiga penyebab kematian akibat trauma. Cedera ini dilaporkan
menyebabkan 13% hingga 15% kematian akibat trauma, terutama disebabkan oleh pendarahan.
Kematian yang terjadi lebih dari 48 jam setelah cedera abdomen disebabkan oleh
sepsis dan komplikasinya. Pada trauma intra abdomen, jarang sekali terjadi
hanya cedera pada satu organ saja.
Adanya trauma abdomen yang
tidak terdeteksi tetap menjadi salah satu penyebab kematian yang sebenarnya
dapat dicegah. Sebaiknya jangan menganggap bahwa ruptur organ berongga maupun
perdarahan dari organ padat merupakan hal yang mudah untuk dikenali. Hasil
pemeriksaan terhadap abdomen mungkin saja dikacaukan oleh adanya intoksikasi
alkohol, penggunaan obat-obat tertentu, adanya trauma otak atau medulla
spinalis yang menyertai, ataupun adanya trauma yang mengenai organ yang
berdekatan seperti kosta, tulang belakang, maupun pelvis. Setiap pasien yang
mengalami trauma tumpul pada dada baik karena pukulan langsung maupun
deselerasi, ataupun trauma tajam, harus dianggap mungkin mengalami trauma
visera atau trauma vaskuler abdomen.
Trauma tumpul cenderung
menyebabkan kerusakan serius di organ padat dan trauma tembus paling sering
mencederai organ berongga. Kompresi dan deselerasi pada trauma tumpul
menyebabkan fraktur pada kapsul organ padat dan parenkim, sementara organ
berongga dapat kolaps dan menyerap gaya tersebut. Namun usus yang menempati
sebagian besar rongga abdomen terpajan cedera yang disebabkan oleh trauma
tembus. Umumnya organ padat merespon trauma dengan pendarahan. Organ berongga
rupture dan mengeluarkan isinya ke dalam ruang peritoneum yang menyebabkan
peradangan dan infeksi. (Morton, P.G. et.al. 2008)
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas maka penulis merumuskan
beberapa rumusan masalah yang akan dibahas pada bab selanjutnya yaitu:
1. Bagaimana
Konsep Dasar Medis Trauma Abdomen?
2. Bagaimana
Konsep Asuhan Keperawatan Trauma Abdomen?
1.3
Tujuan
Penulisan
makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Kegawatdaruratan dan meningkatkan
pemahaman penulis maupun pembaca mengenai trauma abdomen.
1.4
Manfaat
Manfaat penulisan
makalah ini adalah untuk meningkatkan pemahaman mengenai trauma abdomen
sehingga dapat diterapkan dalam menangani kasus-kasus trauma abdomen di klinik
sesuai kompetensi tenaga medis terutama perawat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Abdomen adalah bagian
tubuh yang berbentuk rongga terletak diantara toraks dan pelvis. Rongga ini
berisi viscera dan dibungkus dinding (abdominal wall) yang terbentuk
dari dari otot-otot abdomen, columna vertebralis, dan ilium. Trauma adalah
sebuah mekanisme yang disengaja ataupun tidak disengaja sehingga menyebabkan
luka atau cedera pada bagian tubuh. Jika trauma yang didapat cukup berat akan
mengakibatkan kerusakan anatomi maupun fisiologi organ tubuh yang terkena.
Trauma abdomen adalah terjadinya cedera atau kerusakan pada organ abdomen yang
menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan
imunologi dan gangguan faal berbagai organ (MH Assiddqi, 2014).
2.2 Klasifikasi
Trauma pada dinding abdomen terdiri dari:
1. Trauma
penetrasi: trauma tembak, trauma tusuk (MH Assiddqi, 2014).
Trauma penetrans merupakan 8-12% dari abdominal trauma yang datang ke
trauma center. Luka tembak merupakan penyebab yang sering pada trauma penetrasi
pada populasi anak dan menyebabkan kematian pada laki-laki kulit hitam pada
umur 15-24 tahun. Penyebab lain trauma penetrans adalah stab wound,
impalements, gigitan anjing, dan kecelakaan mesin. Oleh karena kebanyakan
trauma penetrans pada abdomen biasanya memerlukan tindakan pembedahan maka
persiapan di ruang operasi harus simultan dengan assessment pasien
(Pratama, 2014).
2. Trauma
non-penetrasi atau trauma tumpul: diklasifikasikan ke dalam 3 mekanisme utama,
yaitu tenaga kompresi (hantaman), tenaga deselerasi dan akselerasi. Tenaga
kompresi (compression or concussive forces) dapat berupa hantaman
langsung atau kompresi eksternal terhadap objek yang terfiksasi. Misalnya
hancur akibat kecelakaan, atau sabuk pengaman yang salah (seat belt injury).
Hal yang sering terjadi adalah hantaman, efeknya dapat menyebabkan sobek dan
hematom subkapsular pada organ padat visera. Hantaman juga dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intralumen pada organ berongga dan menyebabkan rupture (MH
Assiddqi, 2014).
Trauma tumpul abdomen lebih dominan pada
populasi anak. Lebih dari 80% trauma pada anak adalah berupa trauma tumpul dan
kebanyakan berhubungan dengan kecelakan kendaraan bermotor. Cedera abdominal
dapat disebabkan juga oleh karena terjatuh dan langsung mengenai dinding
abdomen misalnya pada handlebar injuri (Pratama, 2014).
2.3 Etiologi
Penyebab trauma abdomen antara lain: trauma,
iritasi, infeksi, obstruksi dan operasi. Kerusakan organ abdomen dan pelvis
dapat disebabkan trauma tembus, biasanya tikaman atau tembakan dan trauma
tumpul akibat kecelakaan mobil, pukulan langsung atau jatuh. Luka yang tampak
ringan bisa menimbulkan cedera eksterna yang mengancam nyawa (MH Assiddqi,
2014).
2.4 Patofisiologi
Terlampir
2.5 Manifestasi Klinis
Secara umum manifestasi
klinik trauma abdomen antara lain :
1.
Nyeri
2.
Nyeri tekan lepas menandakan iritasi peritoneum
karena cairan gastrointestinal atau darah
3.
Distensi abdomen
4.
Demam
5.
Anoreksia
6.
Mual dan muntah
7.
Takikardi
8.
Peningkatan suhu tubuh
Sementara manifestasi
berdasarkan etiologinya:
1.
Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi ke
dalam rongga peritonium):
Manifestasi klinis dari
trauma tembus tergantung pada berbagai faktor, termasuk jenis objek yang
menembus, area tempat cedera terjadi, organ yang mungkin terkena, dan lokasi
serta jumlah luka. Tanda dan gejala yang seringkali muncul adalah:
a.
Terdapat nyeri dan/atau nyeri tekan lepas serta
perdarahan
Nyeri dapat menjadi
petunjuk terjadinya kerusakan organ. Semisal, terdapat nyeri bahu, mungkin
nyeri tersebut merupakan akibat dari limpa yang rusak dengan darah subphrenic
b.
Biasanya disertai dengan peritonitis
Tanda-tanda peritoneal
terjadi ketika katup peritoneal dan aspek posterior dari dinding abdomen
anterior mengalami inflamasi. Darah dan organ di dalam peritoneal atau
retroperineal terangsang oleh ujung saraf yang lebih dalam (serabut visceral
aferen nyeri) dan mengakibatkan rasa yang sangat nyeri. Iritasi pada peritoneum
parietal mengarah ke nyeri somatik yang cenderung lebih terlokalisasi.
c.
Distensi abdomen. Apabila distensi abdomen pada
pasien tidak responsif, hal tersebut dapat menunjukkan adanya perdarahan aktif.
d.
Pada laki-laki, prostat tinggi-naik menunjukkan
terjadinya cedera usus dan cedera saluran urogenital. Jika ditemukan terdapat
notasi darah di meatus uretra juga merupakan tanda adanya cedera saluran
urogenital.
e.
Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
Hilangnya fungsi organ
dapat menjadi penanda terjadinya syok, karena pada saat syok, darah akan dipusatkan
kepada organ yang vital, sehingga untuk organ yang tidak begitu vital kurang
mendapatkan distribusi darah yang mencukupi untuk dapat bekerja sesuai dengan
fungsinya sehingga kinerja organ dapat mengalami penurunan atau bahkan fungsi
organ menjadi terhenti (Offner, 2014).
2.
Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi ke
dalam rongga peritonium)
Penilaian klinis awal
pada pasien trauma abdomen tumpul seringkali sulit dan akurat. Tanda dan gejala
yang paling nampak antara lain:
a.
Nyeri
b.
Perdarahan gastrointestinal
c.
Hipovolemia
d.
Ditemukannya iritasi peritoneal
Sebagian besar darah
dapat menumpuk di rongga peritoneal dan panggul tanpa adanya perubahan
signifikan atau perubahan awal dalam temuan pemeriksaan fisik. Bradikardi dapat
mengindikasikan adanya darah disekitar intraperitoneal.
Pada pemeriksaan fisik, biasanya ditemukan:
a.
Tanda lap belt: berhubungan dengan adanya ruptur
usus kecil
b.
Memar berbentuk kemudi, sering terjadi pada
kecelakaan
c.
Memar/ekimosis di sekitar panggul (Grey Turner
sign) atau umbilikus (cullen sign): mengindikasikan perdarahan retroperitoneal,
tetapi biasanya terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari
d.
Distensi abdomen
e.
Auskultasi bising usus dada: menunjukkan adanya
cedera diafragma
f.
Bruit abdomen: mengindikasikan penyakit vaskular
yang mendasari atau trauma fistula arteriovena
g.
Nyeri secara keseluruhan atau lokal, kekakuan, atau
nyeri tekan lepas: mengindikasikan adanya cedera peritoneal
h.
Kepenuhan dan konsistensi pucat pada palpasi:
mengindikasikan perdarahan intra abdominal
i.
Krepitasi atau ketidakstabilan rongga dada bagian
bawah: menunjukkan potensi cedera limpa atau hati (Legome, 2016).
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
Pengkajian diagnostic yang diperlukan selama
kondisi preoperative di gawat darurat, meliputi pemeriksaan darah (hemoglobin, leukosit,
laju endap darah, waktu perdarahan dan waktu pembekuan darah, serta
hematokrit), serum elektrolit, pemeriksaan USG, Foto polos (abdomen dan
toraks), dan CT scan (muttaqin, kumalasari, 2013).
Pemeriksaan diagnostic dapat mencakup sonografi
abdomen terfokus untuk trauma, (FAST, focused
abdomen sonography for trauma), lavase peritoneum diagnostic (DPL, diagnostic peritoneal lavage), foto
toraks (untuk menentukan kelainan makroskopik serta adanya pergeseran organ),
dan CT scan abdomen.
1.
Pemeriksaan
FAST
-
Pemeriksaan
yang relative cepat menyediakan informasi yang bermanfaat dan banyak digunakan
oleh pusat trauma
-
Pemeriksaan
ini dilakukan dengan menaruh ultrasound
probe diatas berbagai area abdomen yang menentukan apakah ada cairan bebas
di area tersebut. Area yang dievaluasi adalah kantong morison di kuadran kanan
atas, kantong pericardial, region splenorenal di kuadran kiri atas, dan panggul
(kantong douglas).
-
Jika
hasil FAST positif dan hemodinamik pasien tidak stabil, maka dilakukan
laparotomi eksploratif.
2.
Pemeriksaan
DPL
-
Prosedur
diagnostic cepat yang digunakan selama fase resusitasi pada perawatan pasien
trauma hemodinamiknya tidak stabil untuk menegakkan diagnosa perdarahan
intra-abdomen.
-
Indikasi:
cedera tumpul abdomen dengan perubahan status mental, hipotensi tidak jelas
sebabnya, penurunan hematokrit, syok, hasil pemeriksaan abdomen tidak jelas,
cedera medulla spinalis, cedera alih (fraktur tulang, trauma dada), trauma
tembus abdomen (jika eksplorasi tidak diindikasikan).
-
Kontraindikasi:
riwayat pembedahan abdomen berulang, kehamilah trimester tiga, sirosis hati
lanjut, obesitas morbid, riwayat koagulopati, dan riwayat pembedahan abdomen
berulang kali (terdapat peningkatan resiko laserasi omentum dan visera atau
perforasi vascular jika DPL dilakukan pada pasien yang menunjukkan temuan ini).
-
Teknik:
masukkan kateter lavase ke ruang peritoneum melalui insisi 1 -2 cm, upayakan
aspirasi cairan peritoneum, infusikan salin normal atau ringer laktat
mengggunakan gaya gravitasi, miringkan pasien ke kiri dan kanan (kecuali
kontraindikasi), Biarkan cairan masuk ke dalam kantong melalui gravitasi, kirim
specimen ke laboratorium.
-
Hasil
positif: 10-20 ml darah makroskopik pada aspirasi awal, > 100.000 sel darah
merah/mm3, lebih dari 500 sel drah putih/mm3, kadar
amylase meningkat, adanya (empedu, bakteri, atau feses)
-
Jika
hasil DPL positif dan hemodinamik pasien tidak stabil, dilakukan laparotomi
eksploratif.
-
Ketika
melakukan DPL, penting terlebih dahulu memastikan bahwa pasien terpasang
kateter foley dan slang orogastrik atau nasogastrik untuk mendekompresi lambung
dan kandung kemih sehingga mencegah terjadinya perforasi tidak sengaja saat
memasang kateter lavase. Ketika kateter foley dan slang orogastrik atau
nasogastrik terpasang, katetter lavase dimasukkan ke dalam ruang peritoneum.
Jika darah makroskopi yang kembali kurang dari 10 ml, kantong berisi satu liter
kristaloid (larutan RL atau NS 0,9%) hangat diinfuskan ke dalam peritoneum.
Setelah infuse selesai, kantong IV diletakkan pada posisi tergantung guna
memungkinkan cairan keluar dari abdomen karena gravitasi.
3.
CT
Scan
-
Lebih
sering digunakan pada pasien yang hemodinamiknya lebih stabil.
-
Sering
dilakukan dengn kontras IV atau oral untuk melihat organ dan mengetahui adanya
gangguan.
-
CT
scan memungkinkan visualisasi area peritoneum, retroperineum, dan panggul serta
memungkinkan perkiraan jumlah cairan di area ini.
-
CT
scan juga digunakan untuk menentukan derajat cedera pada organ padat
-
Keterbatasan
penggunaan CT mencakup lama waktu yang diibutuhkan untuk melakukan pemeriksaan,
kebutuhan untuk memindahkan pasien keluar dari area resusitasi, dan syarat
bahwa pasien harus memiliki hemodinamik yang stabil dan pergerakan dibatasi selama
pemeriksaan. (Morton ,2011)
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
kegawatdaruratan Trauma
Abdomen
1.
Trauma Tumpul Abdomen
Hal umum yang perlu mendapat perhatian adalah
atasi dahulu ABC bila pasien telah stabil baru kita memikirkan penatalaksanaan
abdomen itu sendiri. Pipa lambung, selain untuk diagnostic, harus segera
dipasang untuk mencegah terjadinya aspirasi bila terjadi muntah. Sedangkan
kateter di pasang untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urin. Pada
trauma tumpul, bila terdapat kerusakan intra peritoneum harus dilakukan
laparotomi, sedangkan bila tidak, pasien diobservasi selama 24-48 jam.
Tindakan laparotomi dilakukan
untuk mengetahui organ yang mengalami kerusakan. Bila terdapat perdarahan,
tindakan yang dilakukan adalah penghentian perdarahan. Sedangkan pada organ
berongga, penanganan kerusakan berkisar dari penutupan sederhana sampai reseksi
sebagian.
2.
Trauma Tembus Abdomen
Hal umum yang perlu mendapat perhatian adalah
atasi dahulu ABC bila pasien telah stabil baru kita memikirkan penatalaksanaan
abdomen itu sendiri. Pipa lambung, selain untuk diagnostic, harus segera
dipasang untuk mencegah terjadinya aspirasi bila terjadi muntah. Sedangkan
kateter di pasang untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urin.
Peningkatan nyeri di
daerah abdomen membutuhkan eksplorasi bedah. Luka tembus dapat mengakibatkan
renjatan berat bila mengenai pembuluh darah besar atau hepar. Penetrasi ke
limpa, pancreas, atau ginjal biasanya tidak mengakibatkan perdarahan massif
kecuali bila ada pembuluh darah besar yang terkena. Perdarahan tersebut harus
diatasi segera, sedangkan pasien yang tidak tertolong dengan resusitasi cairan
harus menjalani pembedahan segera.
Penatalaksanaan pasien
trauma tembus dengan hemodinamik stabil di dada baian bawah atau abdomen
berbeda-beda. Namun semua ahli bedah sepakat semua pasien dengan tanda
peritonitis atau hipovolemia harus menjalani eksplorasi bedah, tetapi hal ini
tidak pasti bagi pasien tanpa tanda-tanda sepsis dengan hemodinamik stabil.
Semua luka tusuk di dada
bawah dan abdomen harus dieksplorasi terlebih dahulu. Bila luka menembus
peritoneum maka tindakan laparatomi diperlukan. Prolaps visera, tanda-tanda
peritonitis, syok, hilangnya bising usus, terdapat darah dalam lambung,
buli-buli dan rectum, adanya udara bebas intera peritoneal, dan lavase
peritoneal yang positif juga merupakan indikasi melakukan laparotomi. Bila
tidak ada, pasien harus diobservasi selama 24-48 jam. Sedangkan pada pasien
luka tembak dianjurkan agar dilakukan laparotomi.
Menurut Catherino
(2003), Penatalaksanaan kegawatdaruratan Trauma Abdomen ialah :
·
Pasien yang tidak stabil atau pasien dengan
tanda-tanda jelas yang menunjukkan trauma intra-abdominal (pemeriksaan
peritoneal, injuri diafragma, abdominal free air, evisceration)
harus segera dilakukan pembedahan
·
Trauma tumpul harus diobservasi dan dimanajemen
secara non-operative berdasarkan status klinik dan derajat luka yang terlihat
di CT
·
Pemberian obat analgetik sesuai indikasi
·
Pemberian O2 sesuai indikasi
·
Lakukan intubasi untuk pemasangan ETT jika
diperlukan
·
Trauma penetrasi :
Dilakukan tindakan
pembedahan di bawah indikasi tersebut di atas
Kebanyakan GSW membutuhkan
pembedahan tergantung kedalaman penetrasi dan keterlibatan intraperitoneal
Luka tikaman dapat
dieksplorasi secara lokal di ED (di bawah kondisi steril) untuk menunjukkan
gangguan peritoneal ; jika peritoneum utuh, pasien dapat dijahit dan
dikeluarkan
Luka tikaman dengan
injuri intraperitoneal membutuhkan pembedahan
Bagian luar tubuh
penopang harus dibersihkan atau dihilangkan dengan pembedahan
Sedangkan menurut ENA
(2000) penatalaksanaan kegawatdaruratan trauma abdomen yaitu :
·
Monitor TTV
·
Monitor CVP
·
Monitor AGD
·
Berikan terapi oksigen sesuai indikasi
·
Berikan resusitasi cairan IV dengan cairan
kristaloid, darah atau komponen darah
·
Pasang kateter urine
·
Monitor pemasukan dan haluaran
·
Pasang NGT sesuai indikasi
·
Berikan analgesik jika diijinkan
·
Minimalkan rangsangan dari luar
·
Siapkan intervensi bedah sesuai indikasi
·
Monitor GCS
·
Monitor perfusi jaringan perifer
·
Antiembolic stoking untuk mencegah pembentukan
trombus sekunder untuk meningkatkan trombosit
·
Monitor tingkat kesadaran
·
Monitor CRT
·
Jelaskan prosedur dengan sederhana
·
Jawab pertanyaan pasien
·
Monitor serum amilase dan lipase
·
Monitor serum dan kadar gula dalam urine
·
Monitor suhu tubuh
·
Monitor serum amilase dan lipase
·
Monitor serum dan kadar gula dalam urine
·
Monitor tanda-tanda peritonitis : spasme otot/kekakuan
abdomen, penurunan sampai tidak ada bising usus.
Menurut Bambang Suryono
(2008),pengelolaan trauma abdomen ialah :
Perawatan pasien dengan
perdarahan abdomen difokuskan seputar pencegahan dan penanganan syok.
Pengobatan definitif untuk perdarahan internal hanya dapat dilakukan di ruang
operasi rumah sakit. Tanda-tanda syok harus dinilai sejak dini, periksa periksa
dengan cermat nadi penderita, kesadaran dan warna kulit. Penurunan tekanan
darah merupakan tanda yang terlambat. Tanda-tanda itu akan muncul setelah
perdarahan internal menyebabkan kehilangan darah yang signifikan. Pasien yang
diduga mengalami perdarahan internal harus dianggap serius dan harus dirujuk ke
rumah sakit secepatnya.
Seperti semua pasien,
prioritas pertama adalah ABC. Pastikan pembukaan jalan nafas, pernafasan yang
adekuat dan sirkulasi. Pasien dengan perdarahan
internal kemungkinan akan memburuk dengan cepat. ABC dan tanda vital harus
sering dimonitor. Persiapkan untuk mempertahankan jalan nafas pasien, untuk
memberikan ventilasi atau melakukan RJP jika diperlukan.
2.8 Komplikasi Trauma Abdomen
Beberapa komplikasi yang
dapat disebabkan karena trauma abdomen adalah:
1.
Perforasi
Gejala perangsangan
peritonium yang terjadi dapat disebabkan oleh zat kimia atau mikroorganisme.
Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya lambung, maka terjadi
perangsangan oleh zat kimia segera sesudah trauma dan timbul gejala peritonitis
hebat. Bila perforasi terjadi di bagian bawah seperti kolon, mula-mula timbul
gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang biak. Baru
setelah 24 jam timbul gejala-gejala akut abdomen karena perangsangan
peritoneum. Kolon merupakan tempat bakteri dan hasil akhirnya adalah feses,
maka jika kolon terluka dan mengalami perforasi perlu segera dilakukan
pembedahan. Jika tidak segera dilakukan pembedahan, peritonium akan
terkontaminasi oleh bakteri dan feses. Hal ini dapat menimbulkan peritonitis
yang bisa memberikan dampak yang lebih berat.
2.
Perdarahan dan syok hipovolemik
Setiap trauma abdomen
(baik trauma tumpul dan trauma tembus) dapat menimbulkan perdarahan. Yang
paling banyak terkena robekan pada trauma adalah alat-alat parenkim,
mesenterium, dan ligamenta; sedangkan alat-alat traktus digestivus pada trauma
tumpul biasanya tidak terkena. Diagnostik perdarahan pada trauma tumpul lebih
sulit dibandingkan dengan trauma tajam, lebih-lebih pada taraf permulaan. Dalam
taraf pertama darah akan berkumpul dalam sakus lienalis, sehingga tanda-tanda
umum perangsangan peritoneal belum ada sama sekali. Apabila perdarahan tidak
segera ditangani dengan baik dan tepat maka dapat terjadi syok hipovolemik yang
ditandai dengan hipotensi, takikardia, dehidrasi, penurunan turgor kulit,
oliguria, kulit dingin dan pucat.
3.
Menurunnya atau menghilangnya fungsi organ
Penurunan fungsi organ
dapat disebabkan karena terjadinya perdarahan yang masif tanpa penanganan yang
adekuat sehingga pasokan darah ke organ tertentu menjadi berkurang sehingga
dapat mengakibatkan penurunan fungsi organ, bahkan fungsi organ bisa menghilang.
4.
Infeksi dan sepsis
Peradangan dan
penumpukan darah dan cairan pada rongga peritoneal dapat menyebabkan mudahnya
bakteri untuk menginfeksi sehingga risiko terjadinya infeksi sangat tinggi, dan
apabila infeksi tak terkendali, mikroorganisme penyebab infeksi dapat masuk ke
dalam darah dan mengakibatkan syok sepsis.
5.
Komplikasi pada organ lainnya
a.
Pankreas: pankreatitis, Pseudocyta formasi, fistula
pankreas-duodenal, dan perdarahan
b.
Limfa: perubahan status mental, takikardia,
hipotensi, akral dingin, diaphoresis dan syok
c.
Usus: obstruksi usus, peritonitis, sepsis, nekrotik
usus, dan syok
d.
Ginjal: Gagal ginjal akut (Legome, 2016).
2.9 Asuhan Keperawatan Berdasarkan Teori
Pengkajian
a. Pengkajian
secara umum
Pada
trauma abdomen pengkajian terdiri dari identitas klien dan penanggung jawab,
pengkajian darurat serta pengkajian lanjut. Pengkajian darurat terdiri dari
pengkajian primer dan skunder dimana perlu dilakukan evaluasi cepat disertai
resusitasi secara simultan. Pengkajian primer dilakukan tanpa melakukan penilaian
riwayat secara menyeluruh sampai kondisi kegawatan teratasi. Namun untuk
memprediksi pola cedera yang lebih baik dan mengidentifikasi risiko yang lebih
fatal maka perlu dipastikan mekanisme cedera yang didapatkan dari berbagai
elemen yang dapat menjelaskan kronologi terjadinya trauma secara jelas dan
ringkas baik dari keluarga, saksi, pengantar atau pihak kepolisian.
Faktor
penting yang berhubungan dengan pengkajian darurat, khususnya dengan etiologi
kecelakaan kendaraan bermotor meliputi hal-hal berikut:
· Tingkat
kerusakan kendaraan.
· Apakah
ada penumpang lain yang terluka atau meninggal.
· Penggunaan
perangkat keselamatan seperti sabuk pengaman dan helm.
· Penggunaan
alkohol atau penggunaan obat adiktif.
· Adanya
cedera kepala/otak dan cedera spina.
· Apakah
ada masalah kejiwaan yang jelas.
Untuk
menentukan prioritas resusitasi dan diagnosis ditetapkan berdasarkan stabilitas
hemodinamik dan tingkat keparahan cedera. Berdasarkan arahan protokol Advanced Trauma Life Support adalah
untuk mengidentifikasi dan melakukan pencegahan terhadap kondisi yang mengancam
jiwa. Protokol ini terdiri dari:
· Airway, dengan tindakan
pencegahan pada spina servikal.
· Breathing.
· Circulation.
· Disability.
· Expouse.
Selain prioritas resusitasi dilaksanakan, untuk melakukan
pengkajian riwayat cepat menurut Salomon (200) merekomendasikan pendekatan
AMPLE:
· Allergies.
· Medications.
· Past medical history.
· Last meal or other intake.
· Event leading presentation.
Resusitasi
dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan fisik sampai kondisi kegawatan teratasi.
Sementara pengkajian skunder dilanjutkan untuk mengidentifikasi cedera melalui
pemeriksaan head-to-toe. Selama
proses pengkajian pasien sampai saat memberikan intervensi kepada pasien tenaga
kesehatan yang bertugas perlu meningkatkan kewaspadaan dengan menggunakan alat
pelindung seperti cap, pelindung
mata, masker, gown, sarung tangan,
dan sepatu penutup untuk mencegah terjadinya kontaminasi cairan tubuh pasien.
Pada
kondisi klinik, penilaian klinis awal pasien dengan trauma abdomen seringkali silit
dan tidak akurat. Pengkajian utama tetap dilakukan terhadap status yang bisa
menyebabkan kondisi disfungsi neurologis, yang dapat disebabkan karena cedera
kepala atau penyalahgunaan zat. Pemeriksaan umum yang dapat diandalkan dan
gejala pada pasien yang masihh dalam kondisi sadar adalah nyeri, nyeri tekan
abdomen, adanya tanda perdarahan gastrointestinal, hipovolemia, dan bukti
adanya iritasi peritoneum. Sejumlah besar darah dapat terakumulasi di rongga
peritoneal dan pelvis tanpa adanya perubahan yang signifikan atau didapat pada
fase awal dalam temuan pemeriksaan fisik.
b. Pemeriksaan
Fisik
Pemeriksaan abdomen harus sistematis, meliputi inspeksi,
auskultasi, palpasi, dan perkusi dengan hasil temuan sebagai berikut:
· Inspeksi:
Pada saat pemeriksaan dapat ditemukan adanya kondisi lecet (abrasi) atau
ekimosis. Tanda memar akibat sabuk pengaman, yakni luka memar atau abrasi di
perut bagian bawah sangat berhubungan dengan kondisi patologis intraperitoneal.
Inspeksi visual sangat penting dilakukan untuk mendapatkan adanya distensi
abdomen yang mungkin dapat terjadi karena pneumoperitonium, dilatasi lambung,
atau ileus yang diproduksi oleh iritasi peritoneal. Fraktur iga bagian bawah
dapat berhubungan dengan cedera pada limpa atau cedera hati.
· Auskultasi:
Ditemukannya bunyi usus pada bagian toraks menunjukkan adanya cedera pada otot
diafragma.
· Palpasi:
Palpasi dapat menemukan adanya keluhan tenderness
(nyeri tekan) baik secara lokal atau seluruh abdomen, kekakuan abdominal, atau rebound tenderness yang menunjukkan
cedera peritoneal.
· Perkusi:
untuk mendapatkan adanya nyeri ketuk pada organ yang mengalami cedera.
· Pemeriksaan
rektal: Dilakukan untuk mencari bukti cedera penetrasi akibat patah tulang
panggul dan pada feses dievaluasi adanya darah kotor.
· Pemeriksaan
fungsi perkemihan: Dilakukan terutama adanya tanda dan riwayat trauma panggul
yang dapat menyebabkan cedera pada uretra dan kandung kemih. Palpasi
kekencangan kandung kemih dan kemampuan dalam melakukan miksi dilakukan untuk
mengkaji adanya ruptur uretra.
c. Pengkajian
Psikososial
Pada pengkajian
psikososial, pasien dan keluarga biasanya mengalami kecemasan dan pasien
memerlukan pemenuhan informasi tentang sesuatu yang berhubungan dengan kondisi
klinis dan rencana pembedahan darurat.
Apabila pasien trauma
abdomen memiliki indikasi untuk dilakukan prosedur pembedahan maka pada kondisi
pascabedah pasien akan mendapatkan perawatan di ruang intensif. Pada kondisi
ini perlakuan pengkajian disesuaikan dengan konteks keperawatan kritis.
Pengkajian lanjutan pada konteks keperawatan medikal-bedah di ruang rawat inap
bedah dilakukan secara anamnesis, pemeriksaan fisik, pengkajian diagnostik, dan
pengkajian penatalaksanaan medik. Pada pasien pascabedah setelah dari ruang
intensif di ruang bedah hasil pengkajian yang dapat ditemukan:
1.
Keluhan utama: Nyeri, keluhan yang
berhubungan denga penurunan motilitas usus.
2.
Pengkajian riwayat penyakit: Merupakan
pengkajian lanjutan riwayat intervensi yang sudah didapat pasien selama di unit
gawat darurat, kamar bedah, dan ruang intensif, seperti jenis pembedahan,
penggunaan cairan dan transfusi darah, fungsi gastrointestinal, serta
pengetahuan dalam mobilisasi pasca bedah.
3.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan disik yang didapatkan dapat
sesuai dengan manifestasi klinik. Pada survei umum, pasien terlihat lemah, TTV
bisa didapatkan adanya perubahan. Pada pemeriksaan fisik fokus akan didapatkan
hal-hal berikut:
· Inspeksi:
Kondisi yang paling sering adalah terdapat luka pascabedah pada bagian abdomen
dan terpasang Foley kateter. Pada
kondisi ini penting dikaji kondisi luka pascabedah dan berbagai risiko yang
meningkatkan masalah pada pasien, seperti adanya infeksi luka operasi (ILO),
risiko dehisens dan eviserasi terutama pada pasien obesitas.
· Auskultasi:
Pada kondisi klinik sering didapatkan bising usus tidak ada, terutama dengan
pasien yang memiliki keterbatasan mobilitas.
· Palpasi:
pemeriksaan ini sering tidak dilakukan karena akan menjadi stimulus nyeri pada
pasien.
· Perkusi:
Sering didapatkan adanya bunyi timpani akibat abdomen mengalami kembung.
4.
Pengkajian diagnostik lanjutan: Dilakukan di
ruang rawat inap bedah, meliputi: pemeriksaan darah rutin (hemoglobin,
leukosit, hematokrit, trombosit, dan LED), pemeriksaan serum elektrolit, serta
pemeriksaan fungsi hati dan fungsi ginjal.
5.
Penatalaksanaan medis yang perlu dikaji:
Adanya pemberian antimikroba yang akan diberikan selama 5-7 hari pascabedah
terutama pada pasien trauma abdomen dengan kontaminasi rongga peritoneal.
Analisa
Data
Data
|
Etiologi
|
Masalah Keperawatan
|
DS :
· Pasien mengeluh kembung di area abdomen
DO:
· Pasien tampak lemah
· Penurunan kesadaran
· Akral dingin
· Hipotensi
· Penurunan hematokrit
|
Etiologi dan faktor predisposisi
↓
Menyebabkan cedera abdomen
↓
Perdarahan
↓
Penurunan volume darah
↓
Penurunan perfusi perifer
↓
Risiko syok hipovolemik
|
Risiko Syok Hipovolemik
|
DS :
· Pasien sebelumnya melakukan penatalaksanaan yang
tidak tepat
· Mengungkapkan tidak pernah mendapatkan informasi
yang adekuat sebelumnya
|
Etiologi dan faktor predisposisi
↓
Menyebabkan cedera abdomen
↓
Kurang paparan informasi
↓
Defisiensi pengetahuan
|
Defisiensi Pengetahuan
|
DS :
· Pasien mengeluh kembung di area abdomen
· Pasien mengeluh nyeri di area abdomen
· Pasien mengatakan terkena objek tertentu di area
abdomen
DO:
· Terdapat jejas dan hematom
· Peristaltik usus 7x/menit
· Pekak
|
Etiologi dan faktor predisposisi
↓
Menyebabkan cedera abdomen
↓
Risiko trauma
|
Risiko Trauma
|
DS :
· Pasien mengeluh nyeri di area abdomen
DO:
· Wajah pasien tampak menyeringai karena nyeri
· Pengkajian PQRST
· Peningkatan TTV
· Terdapat jejas dan hematom di sekitar abdomen
|
Etiologi dan faktor predisposisi
↓
Menyebabkan cedera abdomen
↓
Cedera organ intraabdomen
↓
Distensi abdomen
↓
Nyeri akut
|
Nyeri Akut
|
DS :
· Pasien lemas
DO:
· Pasien tampak lemah
· Pasien tampak pucat
· Penurunan kesadaran
· Akral dingin
· Penurunan hematokrit
· Penurunan turgor kulit
· Bibir kering
· Oliguria
|
Etiologi dan faktor predisposisi
↓
Menyebabkan cedera abdomen
↓
Perdarahan
↓
Penurunan volume darah
↓
Kehilangan cairan dalam tubuh
↓
Risiko ketidakseimbangan volume cairan
|
Risiko ketidakseimbangan Volume Cairan
|
DS :
· Pasien mengeluh demam
DO:
· Pasien tampak lemah
· Peningkatan TTV
· Kadar leukosit abnormal/tinggi
|
Etiologi dan faktor predisposisi
↓
Menyebabkan cedera abdomen
↓
Trauma jaring integumen: abrasi dan ekimosis
↓
Port de entree mikroorganisme
↓
Risiko infeksi
|
Risiko Infeksi
|
DS :
· Pasien mengeluh kebingungan akan kondisi tubuhnya
saat ini
DO:
· Pasien tampak bingung
· Wajah pasien tegang
· Akral dingin
· Peningkatan TTV
|
Etiologi dan faktor predisposisi
↓
Menyebabkan cedera abdomen
↓
Kurang paparan informasi
↓
Defisiensi pengetahuan
↓
Perubahan kondisi tubuh dan hospitalisasi
↓
Cemas akan kondisi yang dialami
↓
Ansietas
|
Ansietas
|
Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang dapat diangkat antara lain:
1.
Risiko syok hipovolemik b.d penurunan volume
darah, skunder dari cedera vaskular intraabdominal
2.
Defisiensi pengetahuan b.d kurang informasi
dan kurang sumber pengetahuan ditandai dengan kurangnya pengetahuan terkait
dengan penyakit, penatalaksanaan, dan perawatan
3.
Risiko trauma b.d akses pada senjata, alat
rumah tangga yang rusak, bahaya listrik (mis. salah stop kontak, kabel
terkelupas, kotak sikring kelebihan daya), bermain dengan objek berbahaya,
jalan tidak aman, jarak yang berdekatan dengan jalur kendaraan (mis. jalan
raya, rel kereta api), kontak dengan mesin berbahaya, lingkungan tempat tinggal
kriminal, tidak menggunakan sabuk pengaman, kurang pengetahuan tentang
kewaspadaan keselamatan, dan gangguan keseimbangan.
4.
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera
fisik (trauma) ditandai dengan diaforesis, dilatasi pupil, ekspresi wajah
nyeri, fokus menyempit, keluhan tentang intensitas menggunakan standar skala
nyeri, laporan tentang perilaku nyeri/perubahan aktivitas, mengekspresikan
perilaku (mis. gelisah, merengek, menangis, waspada), perilaku distraksi,
perubahan pada parameter fisiologis (mis. TD, frekuensi jantung, frekuensi
pernapasan, saturasi oksigen, dan end
tidal karbondioksida), perubahan posisi untuk menghindari nyeri, perubahan
selera makan, putus asa, dan sikap melindungi area nyeri.
5.
Risiko ketidakseimbangan volume cairan b.d
ansietas, berkeringat, trauma, obstruksi intestinal, sepsis, dan program
pengobatan.
6.
Risiko infeksi b.d kurang pengetahuan untuk
menghindari pemajanan, prosedur invasif, gangguan integritas kulit, statis
cairan tubuh, penurunan hemoglobin dan malnutrisi.
7.
Ansietas b.d ancaman pada status terkini,
krisis situasi, dan stresor ditandai dengan gelisah, kontak mata yang buruk,
ekspresi kekhawatiran karena perubahan dalam peristiwa, penurunan
produktivitas, distres, gugup, takut, sangat khawatir, peningkatan ketegangan,
peningkatan keringat, wajah tegang, anoreksia, dilatasi pupil, gangguan
pernapasan, jantung berdebar, mulut kering, peningkatan denyut nadi,
peningkatan RR, peningkatan TD, mual, nyeri abdomen, dan gangguan konsentrasi.
Rencana
Keperawatan
1.
Masalah keperawatan: Risiko syok hipovolemik
Tujuan:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan pasien tidak mengalami syok
hipovolemik. Didapatkan skor pada indikator NOC “Shock severity: Hypovolemic “
Indikator
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
·
Penurunan TD sistolik
·
Penurunan TD diastolik
·
Peningkatan RR
·
Pengisian
capillary reffil yang tertunda
·
Aritmia
·
Peningkatan
nadi tetapi lemah
·
Penurunan oksigen
·
Peningkatan karcon dioksida
·
Kulit dingin
·
Dehidrasi
·
Penurunan output urin
·
Letargi
·
Asidosis metabolic
·
Hyperkalemia
|
√
√
√
|
Intervensi: NIC “Bleeding Reduction:
Gastrointestinal”
1. Evaluasi respon psikologis klien terhadap
pendarahan
2. Pertahankan patensi airway (bila perlu)
3. Monitor adanya tanda dan gejala adanya
perdarahan persistent
4. Monitor adanya tanda dari syok hipovolemik
5. Minta pasien dan/atau keluarga untuk
mempersiapkan replacement darah
2.
Masalah keperawatan: Defisiensi pengetahuan
Tujuan:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan pengetahuan pasien tentang
penyakit dan prosedur penatalaksanaan meningkat. Didapatkan skor pada indikator
NOC: “Knowledge: Pain Management“
Indikator
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
·
Faktor penyebab dan
pendukung
·
Tanda dan gejala nyeri
·
Strategi untuk
mengontrol nyeri
·
Regimen pengobatan
yang sesuai
·
Penggunaan obat yang
tepat
·
Penggunaan obat secara
aman
·
Efek terapeutik
pengobatan
·
Efek samping obat
·
Efek tambahan obat
·
Pengurangan aktivitas
·
Teknik posisi yang
efektif
·
Teknik relaksasi
·
Sumber pengontrol
nyeri yang adekuat
|
Intervensi:
NIC “Pain Management“
1. Memeriksa
nyeri secara keseluruhan, meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas atau keparahan nyeri, dan faktor yang mendukung
terjadinya nyeri
2. Mengobservasi
nyeri dari respon non-verbal pasien
3. Mengeksplorasi
faktor yang menyebabkan nyeri semakin membaik atau semakin parah
4. Memberikan
informasi tentang nyeri secara adekuat dan memberikan cara mengantisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur yang dilakukan
5. Mengontrol
lingkungan yang berpengaruh terhadap respon ketidaknyamanan pasien
6. Mengajarkan
prinsip manajemen nyeri
7. Mengajarkan
tentang obat yang bisa mengurangi nyeri
8. Mengajarkan
penggunaan obat anti nyeri dengan tepat
9. Memberikan
waktu istirahat yang adekuat untuk mengurangi nyeri
3.
Masalah keperawatan: Risiko trauma
Tujuan:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan trauma pada pasien
berkurang. Didapatkan skor pada indikator NOC “Physical Injury Severity“
Indikator
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
·
Abrasi kulit
·
Memar
·
Laserasi
·
Gangguan mobilitas
·
Penurunan kesadaran
·
Ruptur limpa
·
Perdarahan
·
Trauma abdomen
|
Intervensi: NIC “Pressure Management“
1. Memakaikan
pakaian yang longgar kepada pasien
2. Memberikan
tempat kepada pasien di tempat tidur yang sesuai/memberikan efek terapeutik
3. Mencegah
dari penerapan tekanan kepada bagian tubuh yang berkaitan dengan cedera atau
trauma
4. Tidak
melakukan mobilisasi kepada pasien tiap 2 jam, berdasarkan jadwal yang dibuat
5. Memantau
adanya kemerahan atau luka disekitar kulit
6. Memantau
mobilisasi dan aktifitas pasien
4.
Masalah keperawatan: Nyeri akut
Tujuan:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan nyeri pada pasien
berkurang. Didapatkan skor pada indikator NOC “Pain Level“
Indikator
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
·
Pelaporan nyeri
·
RR
·
Ekspresi wajah nyeri
·
Tekanan darah
·
Lama episode nyeri
|
Intervensi: NIC “Pain Management”
1.
Lakukan pengkajian
nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan factor resipitasi
2.
Monitor TTV
3.
Observasi reaksi
nonverbal dari ketidaknyamanan
4.
Control lingkungan
yang dapat menpengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
5.
Kurangi faktor
presipitasi yg meningkatkan nyeri
6.
Kaji tipe dan
sumber nyeri untuk menentukan intervensi
7.
Berikan analgesic
untuk mengurangi nyeri
8.
Evaluasi
keefektifan control nyeri
9.
Tingkatkan
istirahat
10. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
Administrasi
analgetik :.
1. Cek program pemberian analogetik; jenis,
dosis, dan frekuensi.
2. Cek riwayat alergi..
3. Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian
dan dosis optimal.
4. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian
analgetik.
5. Berikan analgetik tepat waktu terutama saat
nyeri muncul
5.
Masalah keperawatan: Risiko ketidakseimbangan
volume cairan
Tujuan:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan cairan dalam tubuh pasien
seimbang. Didapatkan skor pada indikator NOC “Fluid Balance“
Indikator
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
·
Tekanan darah
·
Nadi
·
Tekanan arteri
·
Tekanan vena sentral
·
Keseimbangan intake
dan output cairan dalam waktu 24 jam
·
Turgor kulit
·
Kelembapan mukus
membran
·
Serum elektrolit
·
Perdarahan
·
Edema
·
Dehidrasi
|
Intervensi: NIC “Fluid Management“
1. Memberikan
catatan input dan output cairan yang akurat
2. Memantau
status hidrasi seperti mukus membran, nadi yang adekuat dan tekanan darah
3. Memantau
TTV
4. Memeriksa
lokasi edema
5. Memantau
status nutrisi
6. Memberikan
terapi IV
7. Memberikan
intake cairan selama 24 jam
8. Memberikan
terapi elektrolit
9. Memantau
respon pasien terhadap terapi elektrolit yang diberikan
10. Menyiapkan
tranfusi darah
11. Memberikan
produk tranfusi darah jika diperlukan
6.
Masalah keperawatan: Risiko infeksi
Tujuan:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan pasien tidak mengalami
infeksi. Didapatkan skor pada indikator NOC “Infection Severy“
Indikator
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
·
Kemerahan
·
Perubahan bau tidak
sedap
·
Drainase purulen
·
Demam
·
Nyeri
·
Letargi
·
Kehilangan nafsu makan
·
Jumlah sel darah putih
|
Intervensi: NIC “Infection Control“
1. Membersihkan
lingkungan di sekitar pasien untuk meminimalisir perkembangbiakan
mikroorganisme penyebab infeksi
2. Membatasi
kunjungan
3. Mengajarkan
teknik membersihkan tangan dengan benar
4. Penggunaan
masker, sarung tangan dan gown steril saat mengkaji kondisi pasien
5. Memberikan
terapi antibiotik dengan tepat
6. Mengajarkan
kepada pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dan kapan harus
segera lapor ke tenaga kesehatan
7. Mengajarkan
pasien dan anggota keluarga untuk mencegas infeksi
7.
Masalah keperawatan: Ansietas
Tujuan:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan kecemasan pada pasien dan
keluarga pasien berkurang. Didapatkan skor pada indikator NOC “Anxiety Level“
Indikator
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
·
Sikap gelisah
·
Distress
·
Wajah tegang
·
Sulit berkonsentrasi
·
Serangan panik
·
Laporan ansietas
·
Peningkatan TD
·
Peningkatan nadi
·
Peningkatan RR
·
Dilatasi pupil
·
Berkeringat
|
Intervensi: NIC “Anxiety Reduction“
1. Melakukan
teknik relaksasi
2. Menjelaskan
semua prosedur, termasuk sensasi yang akan dirasakan ketika prosedur sedang
berlangsung
3. Memberikan
informasi faktual tentang diagnosis, pengobatan dan prognosis
4. Mendampingi
pasien untuk mengurangi kecemasan pasien
5. Mengenali
pengungkapan perasaan ketakutan, persepsi dan ketakutan pasien
6. Mengidentifikasi
perubahan tingkat ansietas
7. Membantu
pasien mengidentifikasi keadaan yang dapat menyebabkan ansietas
8. Mendukung
penggunaan strategi coping pasien
Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan
tindakan keperawatan adalah sebagai berikut:
1. Tidak
terjadi syok hipovolemik.
2. Informasi
kesehatan terpenuhi.
3. Tidak
mengalami injuri pascaprosedur bedah laparotomi.
4. Nyeri
berkurang dan teradaptasi.
5. Tidak
terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
6. Infeksi
luka operasi tidak terjadi.
7. Kecemasan
berkurang.
8. Informasi
prabedah terpenuhi.
BAB
III
KASUS
TRIGGER:
Trauma Abdomen
Tn. P umur 65 tahun bekerja sebagai wiraswata, pendidikan
terakhir SD, dan bertempat tinggal di Terusan
Sigura-gura Blok E60 Kota Malang datang ke RS minggu tgl 5 juni 2016, dengan
keluhan sakit pada perut sebelah kanan. Riwayat kesehatan Tn. P : ± 2 jam yang
lalu sebelum masuk rumah sakit, ketika sedang mengendarai sepeda motor, klien
mengalami kecelakaan. Sepeda motor klien menabrak truk yang ada di depannya.
Klien terjatuh dengan posisi dada dan perut kanan membentur aspal. Setelah
kejadian, klien masih bisa pulang sendiri dengan mengendarai sepeda motornya.
Tapi setelah beberapa saat di rumah, klien merasa tidak enak saat bernapas, perut
sebelah kanan perlahan kembung sampai punggung dan nyeri dibagian perut kanan
bertambah parah, pasien mengatakan nyeri di rasakan sejak terjadinya kecelakaan
sampai saat ini. Oleh keluarga di antar ke IGD Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar
Malang sesampainya di IGD di lakukan pengkajian pada pukul 14.00. Pasien dan
keluarga cemas akan kondisi yang terjadi saat ini. Mereka memerlukan informasi
terkait kondisi dan rencana pembedahan darurat. Pada saat di lakukan
pemeriksaan oleh perawat di temukan wajah klien tampak tegang, akrak dingin,
wajah tampak pucat, dan mukosa bibir tampak kering. Klien juga mengeluh nyeri
terus-menerus dengan skala nyeri 7/10. Saat dilakukan primary survey ABCDE didapatkan data sebagai berikut :
·
Airway :
Bebas, tidak ada sumbatan, tidak ada secret
·
Breathing : Klien bermafas secara spontan. Klien menggunakan O2 4L/menit, RR : 26x/menit. Pernafasan
irreguler.
·
Circulasi
TD : 130/90 mmHg, N : 90x/menit, Capillary reffil : 3
detik
·
Disability
GCS : E4M5V6,
Kesadaran : compos mentis
·
Exposure : Terdapat luka
lecet ,jejas dan hematoma pada abdomen sebelah kanan
Saat
dilakukan secondary survey, didapatkan
data sebagai berikut:
·
Alergi :Klien dan
keluarga mengatakan klien tidak memiliki alergi, baik makanan ataupun
obat-obatan.
·
Medicasi :Klien mengatakan sebelum masuk rumah
sakit tidak mengkonsumsi obat apapun.
·
Pastillnes :Klien sebelumnya pernah di rawat di RS
Dr. Saiful Anwar Malang dengan penyakit paru-paru.
·
Lastmeal :Klien mengatakan sebelum kecelakaan,
klien hanya minum segelas teh.
·
Environment : Klien tinggal di daerah yang padat
penduduknya.
Pada saat perawat melakukan pemeriksaan fisik, didapatkan
data bentuk kepala: simetris, rambut dan kulit kepala
tampak cukup bersih. Kepala dapat digerakkan kesegala arah, pupil isokor,
sklera tidak ikhterik, konjungtiva tidak anemis. Hidung simetris tidak ada
secret. Bagian leher : tidak ada kaku kuduk. Bagian parubentuk simetris, gerakan antara kanan dan kiri sama, terdapat fremitus
vokal kanan dan kiri sama, saat dilakukan perkusi terdapat suara sonor, dan
saat auskultasi suara vesikuler. Bagian abdomen terdapat jejas dan hematoma
pada abdomen sebelah kanan, peristaltik usus 7x/menit, tidak ada pembesaran
hati, dan saat dilakukan perkusi terdapat pekak. Pada bagian ekstermitas atas dan bawah tidak ada edema, turgor kulit baik. Kekuatan
otot ektermitas atas dan bawah dalam batas normal. Urin baik
Saat dilakukan pemeriksaan penunjang didapatkan
hasil :
·
Hemoglobin
: 14,5 g/dl (n : 14-17,5 g/dl)
·
Eritrosit
: 5,05 106/ul (n : 4,5-5,9 106/ul)
·
Leukosit
: 12,1 103/ul (n : 4,0-11,3
103/ul)
·
Hematokrit
: 36% (n : 40-52%)
·
Trombosit
: 204
·
Gol
darah
: O
·
HBSAG
: -
BAB
IV
ASUHAN
KEPERAWATAN BERDASARKAN KASUS
4.1
Pengkajian
A. Identitas Klien
Nama :
Tn. P
Umur :
65 tahun
Pendidikan :
SD
Pekerjaan :
Wiraswasta
Agama :
-
Alamat : Terusan Sigura-gura Blok E60 Kota
Malang
Tangga&Jam Pengkajian : 09 Juni 2016 & 12.31 WIB
B. Identitas Penanggung Jawab
Nama :
Tn. W
Umur :
41 tahun
Alamat :
Terusan
Sigura-gura Blok E60 Kota Malang
Hubungan dengan klien :
Anak
C. Riwayat Penyakit
·
Keluhan
Utama
Sakit pada perut
sebelah kanan.
·
Riwayat
Penyakit Sekarang
± 2 jam yang
lalu sebelum masuk rumah sakit, ketika sedang mengendarai sepeda motor, klien
mengalami kecelakaan. Sepeda motor klien menabrak truk yang ada di depannya.
Klien terjatuh dengan posisi dada dan perut kanan membentur aspal. Setelah
kejadian, klien masih bisa pulang sendiri dengan mengendarai sepeda motornya.
Tapi setelah beberapa saat di rumah, klien merasa perut sebelah kanan ampeg
sampai punggung dan terasa sesak nafas. Oleh keluarga di antar ke IGD Rumah
Sakit Dr. Saiful Anwar Malang.
·
Riwayat
Keluarga
Keluarga dan
klien mengatakan anggota keluarga tidak ada yang menderita penyakit serupa.
D. Primary Survay
·
Airway
Bebas, tidak ada sumbatan, tidak ada secret
·
Breathing
Klien bernafas secara spontan. Klien menggunakan O2 2 l/menitR :
26x/menit, pernafasan reguler
·
Circulasi
TD : 120/80 mmHg
N : 90x/menit Capillary
reffil : 3 detik
·
Disability
GCS : E4M5V6 Kesadaran : Compos Mentis
·
Exposure
Terdapat luka lecet ,jejas dan hematoma pada abdomen sebelah kanan
E. Secondary Survay
·
AMPLE
-
Alergi:
Klien dan keluarga mengatakan klien tidak memiliki alergi, baik makanan
ataupun obat-obatan.
-
Medicasi:
Klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit tidak mengkonsumsi obat apapun.
-
Pastillnes:
Klien sebelumnya pernah di rawat di RS Dr. Saiful Anwar Malang dengan
penyakit paru-paru.
-
Lastmeal :
Klien mengatakan sebelum kecelakaan, klien hanya minum segelas teh.
-
Environment
Klien tinggal di daerah yang padat penduduknya.
F. Pemeriksaan Fisik Head To Toe
·
Kepala
Bentuk simetris, rambut dan kulit kepala tampak cukup bersih. Kepala dapat
digerakkan kesegala arah, pupil isokor, sklera tidak ikhterik, konjungtiva
tidak anemis. Hidung simetris tidak ada secret.
·
Leher
Tidak ada kaku kuduk
·
Paru
o
Inspeksi : bentuk simetris, gerakan
antara kanan dan kiri sama
o
Palpasi : fremitus vokal
kanan dan kiri sama
o
Perkusi : sonor
o
Auskultasi : vesikuler
·
AbdomenInspeksi:
terdapat jejas dan hematoma pada abdomen sebelah kanan
-
Auskultasi : peristaltik usus
7x/menit
-
Palpasi : tidak ada pembesaran
hati
-
Perkusi : pekak
·
Ekstremitas
Ekstermitas atas dan bawah tidak ada edema, turgor kulit baik. Kekuatan
otot ektermitas atas dan bawah dalam batas normal.
G. Pemeriksaan Penunjang
-
Hasil laboratorium tanggal 15 -10-2009
-
Hemoglobin : 14,5 g/dl (n : 14-17,5 g/dl)
-
Eritrosit : 5,05 106/ul (n : 4,5-5,9 106/ul)
-
Leukosit : 12,1 103/ul (n : 4,0-11,3 103/ul)
-
Hematokrit : 43,8% (n : 40-52%)
-
Trombosit : 204
-
Gol darah : O - HBSAG :
-
4.2
Analisis Data
No
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
1.
|
DS :
Klien mengatakan tidak nyaman
ketika bernapas
Klien mengatakan perut sebelah
kanan terasa kembung
Klien dan keluarga mengatakan
cemas akan kondisinya saat ini
DO :
RR : 26x/menit
Ritme pernafasan irreguler
|
Kecelakaan
motor
↓
Cedera
intra abdomen
↓
Perdarahan
tertutup
↓
Dalam
waktu lama menyebabkan kdar Hb turun
↓
Proses
pengikatan oksigen di paru tidak maksimal
↓
Respon
paru-paru bernafas lebih cepat
↓
Pola
nafas irregular
↓
Ketidakefektifan
pola nafas
|
Pola nafas tidak efektif
|
2.
|
DS :
Klien mengatakan perut sebelah
kanan nyeri
DO :
P : -
Q : skor 7
R : perut sebelah kanan
S : nyeri tumpul
T : terus-menerus
Terdapat jejas pada abdomen
sebelah kanan
|
Kecelakaan
motor
↓
Menyebabkan
cedera abdomen
↓
Cedera
organ intra abdomen
↓
Menyebabkan
nyeri
↓
Nyeri
terus-menerus
↓
Nyeri akut
|
Nyeri akut
|
3.
|
DS : -
DO :
Akral dingin
Mukosa bibir kering
Wajah tampak pucat
Terdapat luka lecet pada perut
kanan
Terdapat jejas dan hematoma
pada abdomen sebelah kanan
Ht :36%
Leukosit : 12,1 103/ul
CRT : 3 detik
|
Kecelakaan
motor
↓
Menyebabkan
cedera abdomen
↓
Perdarahan
tertutup
↓
Penurunan
volume darah
↓
Penurunan
perfusi perifer
↓
Risiko syok
|
Resiko syok
|
4.3
Prioritas
Diagnosa Keperawatan
1.
Pola nafas tidak efektif berhubungan
dengan penurunan ekspansi paru
2.
Nyeri berhubungan adanya trauma abdomen atau
luka penetrasi abdomen.
3.
Resiko syok
4.4
Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa 1
Ketidakefektifan
pola napas berhubungan dengan penurunan ansietas, nyeri ditandai dengan pola
nafas abnormal
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1 x 24 jam pola napas klien menjadi normal
Kriteria Hasil : Pada evaluasi hasil didapatkan skor 5 pada
indikator NOC dengan
penurunan ekspansi paru
NOC:
Respiratory Status: Airway Patency
no
|
Indikator
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
1
|
RR
|
![]() |
12-20x/m
|
|||
2
|
Ritme
respirasi
|
![]() |
reguler
|
|||
3
|
Ansietas
|
Kliien
& keluarga cemas
|
![]() |
Menjadi
tidak cemas
|
NIC:
Respiratory Monitoring
1. Monitor
ritme, kedalaman & RR
2. Monitor
saturasi oksigen
3. Monitor
apabila ada peningkatan ansietas
4. Monitor
tanda tanda kelelahan otot diafragma
5. Monitor
adanya dipsneu & kondisi yang memperburuk klien
Diagnosa 2
Nyeri
akut berhubungan dengan agen cedera fisik ditandai dengan ekspresi wajah nyeri, mengekspresikan
perilaku
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x
24 jam nyeri klien berkurang
Kriteria
Hasil : Pada evaluasi hasil didapatkan
skor pada indikator NOC
NOC : Pain Level
NO
|
INDIKATOR
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
1
|
Pelaporan nyeri
|
![]() |
Jarang melaporkan nyeri
|
|||
2
|
Respiratory
Rate
|
![]() |
12-20x/m
|
|||
3
|
Ekspresi wajah nyeri
|
![]() |
Skala 1-2 pada pengukuran nyeri Wong
Baker
|
|||
4
|
Tekanan darah
|
130/80 mmHg
|
Intervensi (NIC):
Pain Management
1.
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan factor
resipitasi
2.
Monitor TTV
3.
Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
4.
Control lingkungan yang dapat menpengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
5.
Kurangi faktor presipitasi yg meningkatkan nyeri
6.
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi
7.
Berikan analgesic untuk mengurangi nyeri
8.
Evaluasi keefektifan control nyeri
9.
Tingkatkan istirahat
10. Kolaborasikan
dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
Administrasi analgetik:
1. Cek
program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.
2. Cek
riwayat alergi.
3. Tentukan
analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.
4. Monitor
TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik.
5. Berikan
analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul
Diagnosa 3
Resiko Syok
Masalah keperawatan: Risiko syok hipovolemik
Tujuan: Setelah dilakukan intervensi
keperawatan diharapkan pasien tidak mengalami syok hipovolemik.
NOC “Shock severity: Hypovolemic “
Indikator
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
·
Peningkatan RR
|
![]() |
12-20x/m
|
|||
·
CRT
|
![]() |
1-2
S
|
|||
·
Akral
Dingin
|
Akral
dingin
|
![]() |
Akral
hangat
|
Intervensi:
NIC “Bleeding Reduction:
Gastrointestinal”
1.
Evaluasi
respon psikologis klien terhadap pendarahan
2.
Pertahankan
patensi airway (bila perlu)
3.
Monitor
adanya tanda dan gejala adanya perdarahan tertutup dan persistent
4.
Monitor
adanya tanda dari syok hipovolemik
5.
Minta
pasien dan/atau keluarga untuk mempersiapkan replacement darah
NIC:
Bleeding Precautions
1. Monitor perdarahan pasien (perdarahan dalam) hematoma
2. Catat kadar Hb dan HCT sebelum dan setelah
kehilangan darah
3. Monitor TD pasien
4. Kolaborasi terkait pemberian obat (antacid)
jika diperlukan
5. Bombing keluarga dan pasien untuk memberitahu
perawat jika ada tanda dan gejala perburukan pendarahan.
4.5
Tindakan
resusitasi
A.
Airway
Pasien merasa sesak dan tidak enak pada
waktu bernafas
B.
Breathing
Klien bernafas secara spontan. Klien menggunakan O2 2 l/menit
R : 26x/menit, pernafasan reguler
C.
Circulation
TD : 120/80 mmHg
N : 90x/menit
Capillary reffil : 3 detik
No
|
Tindakan resusitasi
|
keterangan
|
1.
|
Kaji pola napas klien
|
Klien bernafas secara spontan
R : 26x/menit, pernafasan reguler
|
2.
|
Posisikan klien semifowler
|
Dengan posisi ini ekspansi paru maksimal sehingga memudahkan pernapasan
|
3.
|
Beri nasal kanul
|
4 liter/menit
|
4.
|
Monitor TTV
|
TD : 130/80 mmHg
N : 90x/menit
|
Airway
Menilai jalan nafas
bebas. Apakah pasien dapat bicara dan bernafas dengan bebas?
Jika ada obstruksi
maka lakukan:
·
Chin lift / jaw thrust (lidah itu bertaut pada rahang
bawah)
·
Suction / hisap (jika alat tersedia)
·
Guedel airway / nasopharyngeal airway
·
Intubasi trakhea dengan leher di tahan (imobilisasi)
pada posisi netral
Breathing
Menilai pernafasan
cukup. Sementara itu nilai ulang apakah jalan nafas bebas.
Jika pernafasan tidak
memadai maka lakukan:
·
Dekompresi rongga pleura (pneumotoraks)
·
Tutuplah jika ada luka robek pada dinding dada
·
Pernafasan buatan Berikan oksigen jika ada
Sirkulasi
Menilai sirkulasi /
peredaran darah. Sementara itu nilai ulang apakah jalan nafas bebas dan
pernafasan cukup. Jika sirkulasi tidak memadai maka lakukan:
·
Hentikan perdarahan eksternal
·
Segera pasang dua jalur infus dengan jarum besar (14 -
16 G)
·
Berikan infus cairan
Disability
Menilai kesadaran
dengan cepat, apakah pasien sadar, hanya respons terhadap nyeri atau sama
sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur Glasgow Coma Scale
·
AWAKE = A
·
RESPONS BICARA (verbal) = V
·
RESPONS NYERI = P
·
TAK ADA RESPONS = U
Cara ini cukup jelas dan cepat.
4.6
Implementasi
Nama pasien: Tn.P
No
|
Tanggal/jam
|
No
dx
|
Implementasi
|
1
|
5 juni 2016/14.15
|
1
|
-
Mengkaji pola nafas klien
-
Memposisikan klien semi fowler
-
Memberikan nasal kanul 4L/menit
|
2
|
5 juni 2016/14.15
|
3
|
-
Evaluasi respon psikologis klien terhadap pendarahan
-
Pertahankan patensi airway (bila perlu)
-
Monitor adanya tanda dan gejala adanya perdarahan
tertutup dan persistent
-
Monitor adanya tanda dari syok hipovolemik
|
3
|
5 juni 2016/14.30
|
2
|
-
Mengkaji tingkat nyeri
-
Memberikan injeksi analgesik
-
Mengajarkan nafas dalam bila nyeri timbul
|
4.7
Discharge
planning
Pola nafas tidak efektif
1.
Evaluasi
kesiapan klien untuk pulang
a.
Tidak
ada secret di saluran pernafasan
b.
RR
dalam rentan normal; (12-20 X/Menit)
c.
Rencana
Perawatan untuk di rumah:
-
Keperluan
perawatan di rumah dan istirahat disediakan
-
Keluarga
memiliki dukungan sosial yang dibutuhkan
-
Keluarga
memahami prosedur monitoring RR
-
Keluarga
memiliki sumber komunikasi dan akses ke pelayanan kesehatan
2.
Instruksi
Pemulangan kepada keluarga:
a.
Penjelasan
tentang kondisi klien saat ini
b.
Pemahaman
bagaimana memantau tanda tanda distress pernafasan
c.
Pemahaman
kapan harus menghubungi tenaga kesehatan
Nyeri Akut
1.
Evaluasi
kesiapan klien untuk pulang
a.
Tidak
ada secret di saluran pernafasan
b.
RR
dalam rentan normal; (12-20 X/Menit)
c.
Rencana
Pengobatan untuk di rumah:
-
Keperluan
perawatan di rumah dan istirahat disediakan
-
Keluarga
memiliki dukungan sosial yang dibutuhkan
-
Keluarga
memahami prosedur monitoring RR
-
Keluarga
memiliki sumber komunikasi dan akses ke pelayanan kesehatan
2.
Instruksi
Pemulangan kepada keluarga:
a.
Penjelasan
tentang kondisi klien saat ini
b.
Pemahaman
bagaimana memantau tanda tanda distress pernafasan
c.
Pemahaman
kapan harus menghubungi tenaga kesehatan
Resiko
Shock Hipovolemik
1. Evaluasi
kesiapan klien untuk
pulang
a. Tidak
terjadi shock
b. Sirkulasi
normal
c. Akral
hangat
2. Rencana
keperawatan dirumah
a. Keluarga
mengerti dan memahami tanda-tanda syok
b. Keluarga
mengetahui kapan harus menghubungi pelayanan kesehatan
c. Keluarga memiliki dukungan sosial yang
dibutuhkan
3.
Instruksi
Pemulangan kepada keluarga:
a.
Penjelasan
tentang kondisi klien saat ini
b.
Pemahaman
bagaimana memantau tanda tanda syok pernafasan
c.
Pemahaman
kapan harus menghubungi tenaga kesehatan
BAB V
PEMBAHASAN
Perbedaan Teori dan Kasus
Indikator
|
Askep Umum (Teori)
|
Askep Kasus
|
-
Tanda dan Gejala yang ditimbulkan
|
-
Tanda dan gejala berupa demam, anoreksia, mual dan
muntah, takikardi, dan peningkatan suhu tubuh (selain tanda utama nyeri
tekan)
|
-
Tanda hanya berupa nyeri tekan dan perut kembung saja
|
-
Penanganan pertama pada trauma abdomen tumpul
|
-
Stop makanan dan minuman, imobilisasi segera, dan kirim
ke rumah sakit.
|
-
Tidak segera di bawa e rumah sakit, ketika sudah timbul
ketidak nyamanan pada pernapasan baru dibawa ke rumah sakit.
|
-
Pengkajian diagnostic preoperative gawat darurat
setelah di RS
|
-
pemeriksaan darah (hemoglobin,leukosit, laju endap
darah, waktu perdarahan dan waktu pembekuan darah, serta hematokrit), serum
elektrolit, pemeriksaan USG, Foto polos (abdomen dan toraks), dan CT scan
|
-
hanya dilakukan pemeriksaan darah saja, tidak ada
informasi terkait hasil pemeriksaan yang lain.
|
-
Asuhan keperawatan pre-hospital
|
Airway
:
-
Control tulang belakang, buka jalan napas dengan jaw
trust (kasus trauma). Periksa apakah ada benda asing yang mengakibatkan
tertutupnya jalan napas (muntahan, makanan, darah atau benda asing).
Breathing
:
-
Ventilasi adekuat, menggunakan cara
lihat-dengar-rasakan tidak lebih dari
10 detik atau untuk memastikan ada napas atau tidak (periksa status respirasi
korban (kecepatan,ritme dan napas yang tidak adekuat).
Circulation
:
-
Control perdarahan hebat, jika pernapasan
tersengal-sengal, gunakan alat bantu napas. Jika tidak ada tanda sirkulasi
lakukan RJP (30 : 2)
|
Airway
:
-
Tidak ada sumbatan jalan napas, bersih sehingga tidak
dilakukan jaw trust dan pengeluaran secret.
Breathing
:
-
Napas klien cepat sehingga dlakukan diberikan ventilasi
yang adekuat
Circulation
:
-
Tekanan darah turun, napas cepat, menggunakan alat
bantu napas O2 21%.
|
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Trauma abdomen yang disebabkan
benda tumpul biasanya lebih banyak menyebabkan kerusakan pada organ-organ padat
maupun organ-organ berongga pada abdomen dibandingkan dengan
trauma abdomen yang disebabkan oleh benda tajam.
6.2
Saran
Bagi seorang perawat dalam
penanganan pasien yang mengalami trauma abdomen yaitu perawat harus
memperhatikan atau melakukan tindakan kegawatdaruratan yang cepat dan tepat,
terutama pada kasus trauma abdomen akibat cidera atau kecelakaan.
Untuk memudahkan pemberian tindakan
darurat secara sepat dan tepat perlu dilakukan prosedur tetap/protocol yang
dapat digunakan setiap hari. Bila memungkinkan, sangat tepat apabila pada
setiap unit keperawatan di lengkapi dengan buku-buku yang diperlukan baik untuk
perawat maupun pasien.
Demikianlah materi tentang Makalah Trauma Abdomen yang sempat kami berikan. semoga materi yang kami berikan dan jangan lupa juga untuk menyimak materi seputar Makalah Arus Kas (Cash Flow) yang telah kami posting sebelumnya. semoga materi yang kami berikan dapat membantu menambah wawasan anda semikian dan terimah kasih. Semoga dapat membantu menambah wawasan anda semikian dan terimah kasih.
Anda dapat mendownload Makalah diatas dalam Bentuk Document Word (.doc) melalui link berikut.
Download
Download
EmoticonEmoticon