Makalah APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah)- Jika dalam postingan ini, anda kurang mengerti atau susunanya tidak teratur, anda dapat mendownload versi .doc makalah berikut :
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Berdasarkan
Undang – Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang – Undang Nomor 25 Tahun 1999,
Pemerintah Pusat dan Daerah merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan
dalam upaya penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan masyarakat. Dalam
Peraturan Presiden Nomor 43
Tahun 2014 tentang
Rencana Kerja Pemerintah Tahun
2015 dijelaskan bahwa tema Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
Tahun 2015 adalah “Melanjutkan
Reformasi bagi Percepatan
Pembangunan Ekonomi yang Berkeadilan”, dengan sasaran yang harus dicapai pada
Tahun 2015,
Misi
utama dari undang – undang tersebut bukan hanya pada keinginan untuk
melimpahkan kewenangan pembiayaan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah,
tetapi yang lebih penting adalah keinginan untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas pengelolaan sumber daya keuangan daerah dalam rangka peningkatan
kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Untuk itu, semangat desentralisasi,
demokratisasi, transparansi , dan akuntabilitas menjadi sangat dominan dalam
mewarnai proses penyelenggaraan pemerintahan pada umumnya dan proses
pengelolaan keuangan daerah pada khususnya.
Oleh
karena itu , mengacu pada semangat undang – undang tersebut, maka pedoman
pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah yang diatur dalam peraturan
pemerintah ini bersifat umum dan lebih menekankan pada hal yang bersifat
prinsip , norma, asas , dan landasan umum dalam pengelolaan keuangan daerah.
Kebhinnekaan dimungkinkan terjadi sepanjang hal ini masih sejalan atau tidak
bertentangan dengan peraturan pemerintah ini.
B. Rumusan
Masalah
Beberapa
rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah Administrasi Keuangan Daerah “APBD” adalah:
1.
Apakah yang dimaksud dengan APBD ?
2.
Apa saja prinsip APBD ?
3.
Bagaimana struktur APBD ?
4.
Bagaimana proses penyusunan
rancangan APBD ?
5.
Bagaimana penetapan dan peraturan yang mengatur APBD ?
6.
Apa masalah yang timbul dalam
penyusunan APBD?
7.
Bagaimana solusi mengatasi masalah
dalam penyusunan APBD?
C. Tujuan
Penulisan
Adapun
tujuan penelitian masalah dalam makalah ini antara lain:
1.
Mengetahui pengertian APBD
2.
Menjelaskan prinsip – prinsip dalam
APBD
3.
Menggambarkan bagaimana bentuk
struktur APBD
4.
Menjelaskan dan menggambarkan
penyusunan APBD serta mengetahui peraturan - peraturannya.
5.
Menjelaskan masalah – masalah yang
timbul dalam penyusunan APBD
6.
Mengetahui solusi mengatasi masalah
yang timbul dalam penyusunan APBD.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian APBD
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah selanjutnya disingkat APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan
pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU No. 17
Tahun 2003 pasal 1 butir 8 tentang Keuangan Negara).
Semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah harus
dicatat dan dikelola dalam APBD. Penerimaan dan pengeluaran daerah tersebut
adalah dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas desentralisasi. Sedangkan
penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan dengan pelaksanaan Dekonsentrasi atau
Tugas Pembantuan tidak dicatat dalam APBD.
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam
satu tahun anggaran. APBD merupakan rencana pelaksanaan semua Pendapatan Daerah
dan semua Belanja Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi dalam tahun
anggaran tertentu. Pemungutan semua penerimaan Daerah bertujuan untuk memenuhi
target yang ditetapkan dalam APBD. Demikian pula semua pengeluaran daerah dan
ikatan yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan
sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD. Karena APBD merupakan
dasar pengelolaan keuangan daerah, maka APBD menjadi dasar pula bagi kegiatan
pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah.Tahun anggaran APBD
sama dengan tahun anggaran APBN yaitu mulai 1 Januari dan berakhir tanggal 31
Desember tahun yang bersangkutan. Sehingga pengelolaan, pengendalian, dan
pengawasan keuangan daerah dapat dilaksanakan berdasarkan kerangka waktu
tersebut.
APBD disusun dengan pendekatan kinerja yaitu suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat tercapai untuk setiap sumber pendapatan. Pendapatan dapat direalisasikan melebihi jumlah anggaran yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan belanja, jumlah belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis belanja. Jadi, realisasi belanja tidak boleh melebihi jumlah anggaran belanja yang telah ditetapkan. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBD apabila tidak tersedia atau tidak cukup tersedia anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut.
APBD disusun dengan pendekatan kinerja yaitu suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat tercapai untuk setiap sumber pendapatan. Pendapatan dapat direalisasikan melebihi jumlah anggaran yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan belanja, jumlah belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis belanja. Jadi, realisasi belanja tidak boleh melebihi jumlah anggaran belanja yang telah ditetapkan. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBD apabila tidak tersedia atau tidak cukup tersedia anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut.
APBD terdiri dari anggaran pendapatan dan pembiayaan, pendapatan terdiri atas Pendapatan
Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain-lain. Bagian dana perimbangan,
yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus,
kemudian pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat. Pembiayaan yaitu setiap penerimaan
yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali,
baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran
berikutnya.
B.
Prinsip
Penyusunan APBD
Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2015
didasarkan prinsip sebagai berikut:
1.
Sesuai dengan kebutuhan
penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan urusan dan kewenangannya;
2.
Tepat waktu, sesuai
dengan tahapan dan jadwal yang telah ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan;
3.
Transparan, untuk
memudahkan masyarakat mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya
tentang APBD;
4.
Partisipatif, dengan
melibatkan masyarakat;
5.
Memperhatikan asas
keadilan dan kepatutan; dan
6.
Tidak bertentangan
dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan peraturan daerah
lainnya.
C.
Struktur APBD
Menurut Peraturan
Menteri Dalam Negeri
Nomor 13 Tahun
2006, struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri
dari:
1. Pendapatan Daerah
Pendapatan
daerah adalah hak
daerah yang diakui
sebagai penambah nilai
kekayaan.Pendapatan daerah meliputi
semua penerimaan uang
melalui Rekening Kas
Umum Daerah yang menambah ekuitas dana.Pendapatan daerah meliputi:
a. Pendapatan
Asli Daerah (PAD)
PAD adalah bagian dari pendapatan daerah
yang bersumber dari potensi daerah itu sendiri
yang dipungut berdasarkan
peraturan daerah tersebut
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Kewenangan daerah
dalam memungut PAD dimaksudkan
agar daerah dapat
mendanai pelaksanaan otonomi daerah yang bersumber dari potensi
daerahnya sendiri. PAD terdiri dari: 1)
Pajak Daerah. 2) Retribusi
Daerah. 3) Hasil Pengelolaan Kekayaan
Daerah yang dipisahkan, yang mencakup:
a) bagian laba atas penyertaan modal pada
perusahaan milik daerah (BUMD);
b) bagian
laba atas penyertaan
modal pada perusahaan
milik pemerintah
(BUMN); dan
c) bagian laba atas penyertaan
modal pada perusahaan milik swasta.
4) Lain-lain PAD yang Sah, yang meliputi:
a) Hasil penjualan dan pemanfaatan kekayaan
daerah yang tidak dipisahkan;
b) Jasa giro;
c) Pendapatan bunga;
d) Penerimaan atas tuntutan ganti rugi daerah;
e) Keuntungan selisih nilai tukar rupiah
terhadap mata uang asing;
f) Komisi,
potongan, ataupun bentuk
lain sebagai akibat
dari penjualan
dan/atau pengadaan
barang dan/atau jasa oleh daerah;
g) Pendapatan denda atas keterlambatan
pelaksanaan pekerjaan;
h) Pendapatan denda pajak dan retribusi;
i) Pendapatan dari fasilitas sosial dan
fasilitas umum;
j) Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan
dan pelatihan; dan
k) Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.
b. Dana Perimbangan, meliputi:
1) Dana Alokasi Umum;
2) Dana Alokasi Khusus; dan
3) Dana Bagi Hasil, yang meliputi bagi hasil
pajak dan bagi hasil bukan pajak.
c. Pendapatan Lain-Lain yang Sah, meliputi:
1) Pendapatan Hibah;
2) Pendapatan Dana Darurat;
3) Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi kepada
Kabupaten/Kota;
4) Bantuan Keuangan dari Provinsi atau dari
Pemerintah Daerah lainnya;
5) Dana Penyesuaian; dan
6) Dana Otonomi Khusus.
2. Belanja Daerah
Belanja
daerah meliputi semua
pengeluaran uang dari
Rekening Kas Umum
Daerah yang mengurangi ekuitas
dana, yang merupakan
kewajiban daerah dalam
satu tahun anggaran yang tidak
akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Pasal 26 dan 27 dari Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
tidak merinci tentang
klasifikasi belanja menurut
urusan wajib, urusan
pilihan, dan klasifikasi menurut
organisasi, fungsi, program kegiatan,
serta jenis belanja. Sedangkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 31 ayat (1),
memberikan secara rinci klasifikasi belanja
daerah berdasarkan urusan
wajib, urusan pilihan
atau klasifikasi menurut organisasi, fungsi, program kegiatan, serta
jenis belanja.
a. Klasifikasi Belanja Menurut Urusan Wajib
Menurut
Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 32 ayat (2), klasifikasi belanja
menurut
urusan wajib mencakup:
1) Pendidikan;
2) Kesehatan;
3) Pekerjaan
Umum;
4) Perumahan
Rakyat;
5) Penataan
Ruang;
6) Perencanaan
Pembangunan;
7) Perhubungan;
8) Lingkungan
Hidup;
9) Kependudukan
dan Catatan Sipil;
10) Pemberdayaan
Perempuan;
11) Keluarga
Berencana dan Keluarga Sejahtera;
12) Sosial;
13) Tenaga
Kerja;
14) Koperasi
dan Usaha Kecil dan Menengah;
15) Penanaman
Modal;
16) Kebudayaan;
17) Pemuda
dan Olah Raga;
18) Kesatuan
Bangsa dan Politik Dalam Negeri;
19) Pemerintahan
Umum;
20) Kepegawaian;
21) Pemberdayaan
Masyarakat dan Desa;
22) Statistik;
23) Arsip;
dan
24) Komunikasi
dan Informatika.
b. Klasifikasi Belanja Menurut Urusan Pilihan
1) Pertanian;
2) Kehutanan;
3) Energi dan Sumber Daya Mineral;
4) Pariwisata;
5) Kelautan dan Perikanan;
6) Perdagangan;
7) Perindustrian; dan
8) Transmigrasi.
c. Klasifikasi
Belanja Menurut Urusan
Pemerintahan, Organisasi, Fungsi, Program dan Kegiatan, serta Jenis
Belanja Belanja daerah
1) Belanja Tidak Langsung; dan
2) Belanja Langsung.
Komponen
belanja tidak langsung dan belanja langsung sebagai berikut:
1).
Belanja Tidak Langsung, meliputi:
a) Belanja Pegawai;
b) Bunga;
c) Subsidi;
d) Hibah;
e) Bantuan Sosial;
f) Belanja Bagi Hasil;
g) Bantuan Keuangan; dan
h) Belanja Tak Terduga.
2) Belanja Langsung, meliputi:
a) Belanja Pegawai;
b) Belanja Barang dan Jasa;
c) Belanja Modal.
3. Pembiayaan Daerah
a. Penerimaan Pembiayaan
1)
Penganggaran Sisa Lebih
Perhitungan Anggaran Tahun Sebelumnya (SiLPA) harus didasarkan pada
penghitungan yang cermat dan rasional dengan mempertimbangkan perkiraan
realisasi anggaran Tahun Anggaran 2014 dalam rangka menghindari kemungkinan
adanya pengeluaran pada Tahun Anggaran 2015 yang tidak dapat didanai akibat
tidak tercapainya SiLPA yang direncanakan. Selanjutnya SiLPA dimaksud harus diuraikan
pada obyek dan rincian obyek sumber SiLPA Tahun Anggaran 2014.
2)
Dalam menetapkan
anggaran penerimaan pembiayaan yang bersumber dari pencairan dana cadangan,
waktu pencairan dan besarannya sesuai peraturan daerah tentang pembentukan dana
cadangan.
3)
Penerimaan kembali dana
bergulir dianggarkan dalam APBD pada akun pembiayaan, kelompok penerimaan
pembiayaan daerah, jenis penerimaan kembali investasi pemerintah daerah, obyek
dana bergulir dan rincian obyek dana bergulir dari kelompok masyarakat penerima.
4)
Pemerintah provinsi dan
pemerintah kabupaten/kota dapat melakukan pinjaman daerah berdasarkan peraturan
perundangundangan di bidang pinjaman daerah. Bagi pemerintah provinsi dan
pemerintah kabupaten/kota yang berencana untuk melakukan pinjaman daerah harus
dianggarkan terlebih dahulu dalam rancangan peraturan daerah tentang APBD tahun
anggaran berkenaan sesuai Pasal 35 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun
2011 tentang Pinjaman Daerah.
Untuk
pinjaman jangka menengah sesuai Pasal 13 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 30
Tahun 2011 digunakan untuk membiayai pelayanan publik yang tidak menghasilkan
penerimaan, sedangkan pinjaman jangka panjang yang bersumber dari pemerintah,
pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank, dan lembaga keuangan bukan bank
sesuai Pasal 14 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 digunakan
untuk membiayai kegiatan investasi prasarana dan/atau sarana dalam rangka
pelayanan publik yang:
a.
Menghasilkan penerimaan
langsung berupa pendapatan bagi APBD yang berkaitan dengan pembangunan
prasarana dan sarana tersebut;
b.
Menghasilkan penerimaan
tidak langsung berupa penghematan terhadap belanja APBD yang seharusnya
dikeluarkan apabila kegiatan tersebut tidak dilaksanakan; dan/atau
c.
Memberikan manfaat
ekonomi dan sosial.
b.
Pengeluaran
Pembiayaan
1)
Dalam rangka
pemberdayaan masyarakat, pemerintah daerah dapat menganggarkan investasi jangka
panjang non permanen dalam bentuk dana bergulir sesuai Pasal 118 ayat (3)
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Dana bergulir dalam APBD dianggarkan pada akun pembiayaan, kelompok pengeluaran
pembiayaan daerah, jenis penyertaan modal/investasi pemerintah daerah, obyek
dana bergulir dan rincian obyek dana bergulir kepada kelompok masyarakat
penerima.
2)
Penyertaan modal
pemerintah daerah pada badan usaha milik negara/daerah dan/atau badan usaha
lainnya ditetapkan dengan peraturan daerah tentang penyertaan modal. Penyertaan
modal dalam rangka pemenuhan kewajiban yang telah tercantum dalam peraturan
daerah tentang penyertaan modal pada tahun sebelumnya, tidak perlu diterbitkan
peraturan daerah tersendiri sepanjang jumlah anggaran penyertaan modal tersebut
belum melebihi jumlah penyertaan modal yang telah ditetapkan pada peraturan
daerah tentang penyertaan modal.
Dalam
hal pemerintah daerah akan menambah jumlah penyertaan modal melebihi jumlah
penyertaan modal yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah tentang
penyertaan modal dimaksud, pemerintah daerah melakukan perubahan peraturan
daerah tentang penyertaan modal tersebut.
3)
Pemerintah daerah dapat
menambah modal yang disetor dan/atau melakukan penambahan penyertaan modal pada
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk memperkuat struktur permodalan, sehingga
BUMD dimaksud dapat lebih berkompetisi, tumbuh dan berkembang. Khusus untuk
BUMD sektor perbankan, pemerintah daerah dapat melakukan penambahan penyertaan
modal dimaksud guna menambah modal inti sebagaimana dipersyaratkan Bank
Indonesia dan untuk memenuhi Capital Adequacy Ratio (
CAR ).
4)
Dalam rangka meningkatkan
akses pembiayaan bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), pemerintah daerah
dapat melakukan penyertaan modal dan/atau penambahan modal kepada bank
perkreditan rakyat milik pemerintah daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
5)
Dalam rangka mendukung
pencapaian target Millenium Development Goal’s
(MDG’s) Tahun 2025 yaitu cakupan pelayanan air
perpipaan di wilayah perkotaan sebanyak 80 % (delapan puluh persen) dan di
wilayah perdesaan sebanyak 60 % (enam puluh persen), pemerintah daerah perlu memperkuat
struktur permodalan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Penguatan struktur
permodalan tersebut dilakukan dengan menambah penyertaan modal pemerintah
daerah yang antara lain bersumber dari pemanfaatan bagian laba bersih PDAM.
Penyertaan Modal dimaksud dilakukan untuk penambahan, peningkatan, perluasan
prasarana dan sarana sistem penyediaan air minum, serta peningkatan kualitas
dan pengembangan cakupan pelayanan. Selain itu, pemerintah daerah dapat
melakukan penambahan penyertaan modal guna meningkatkan kualitas, kuantitas dan
kapasitas pelayanan air minum kepada masyarakat untuk mencapai MDG’s dengan berpedoman pada
peraturan perundang-undangan.
6)
Untuk menganggarkan
dana cadangan, pemerintah daerah harus menetapkan terlebih dahulu peraturan
daerah tentang pembentukan dana cadangan yang mengatur tujuan pembentukan dana
cadangan, program dan kegiatan yang akan dibiayai dari dana cadangan, besaran
dan rincian tahunan dana cadangan yang harus dianggarkan, dengan mempedomani
Pasal 122 dan Pasal 123 Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 serta
Pasal 63 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21
Tahun 2011.
7)
Jumlah pembiayaan neto
harus dapat menutup defisit anggaran sebagaimana diamanatkan Pasal 28 ayat (5)
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 dan Pasal 61 ayat (2) Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 , sebagaimana telah diubah beberapa
kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011.
c.
Sisa
Lebih Pembiayaan (SILPA) Tahun Berjalan
1)
Pemerintah daerah
menetapkan Sisa Lebih Pembiayaan (SILPA) Tahun Anggaran 2015 bersaldo nol.
2)
Dalam hal perhitungan
penyusunan Rancangan APBD menghasilkan SILPA Tahun Berjalan positif, pemerintah
daerah harus memanfaatkannya untuk penambahan program dan kegiatan prioritas
yang dibutuhkan, volume program dan kegiatan yang telah dianggarkan, dan/atau
pengeluaran pembiayaan.
3)
Dalam hal perhitungan
SILPA Tahun Berjalan negatif, pemerintah daerah melakukan pengurangan bahkan
penghapusan pengeluaran pembiayaan yang bukan merupakan kewajiban daerah,
pengurangan program dan kegiatan yang kurang prioritas dan/atau pengurangan
volume program dan kegiatannya.
a.
Tunjangan PNSD yang
bertugas pada unit kerja yang mempunyai tugas dan fungsi terkait dengan
pengamanan persandian sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 79
Tahun 2008 tentang Tunjangan Pengamanan Persandian;
b.
Penerapan Kartu Tanda
Penduduk Elektronik (e-KTP) berbasis NIK secara Nasional dengan mempedomani
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2013, yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 37
Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006, Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun
2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil
dan peraturan perundang-undangan lainnya; dan
c.
Fasilitasi pengaduan
masyarakat dan pengembangan akses informasi secara transparan, cepat, tepat dan
sederhana dengan mempedomani Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik;
D.
Penyusunan Rancangan APBD
Pemerintah
Daerah perlu menyusun APBD untuk menjamin kecukupan dana dalam menyelenggarakan
urusan pemerintahannya. Karena itu, perlu diperhatikan kesesuaian antara
kewenangan pemerintahan dan sumber pendanaannya. Pengaturan kesesuaian
kewenangan dengan pendanaannya adalah sebagai berikut:
a. Penyelenggaraan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai dari dan atas beban
APBD.
b. Penyelenggaraan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat di daerah didanai
dari dan atas beban APBN.
c. Penyelenggaraan
urusan pemerintahan provinsi yang penugasannya dilimpahkan kepada
kabupaten/kota dan/atau desa, didanai dari dan atas beban APBD provinsi.
d. Penyelenggaraan
urusan pemerintahan kabupaten/kota yang penugasannya dilimpahkan kepada desa,
didanai dari dan atas beban APBD kabupaten/kota.
Tahapan dan Jadwal Penyusunan APBD
NO
|
URAIAN
|
WAKTU
|
KETERANGAN
|
1
|
Penyusunan
RKPD
|
Akhir
bulan Mei
|
|
2
|
Penyampaian Rancangan KUA dan Rancangan PPAS oleh
Ketua TAPD kepada Kepala Daerah
|
Minggu pertama Bulan
Juni
|
1 minggu
|
3
|
Penyampaian Rancangan KUA dan Rancangan PPAS oleh
Kepala Daerah Kepada DPRD
|
Pertengahan
Bulan Juni
|
6 Minggu
|
4
|
Rancangan KUA dan Rancangan
PPAS disepakati antara Kepala
Daerah dan
DPRD
|
Akhir
Bulan Juli
|
|
5
|
Surat Edaran Kepala Daerah
Perihal Pedoman RKA-SKPD dan
RKA-PPKD
|
Awal Bulan
Agustus
|
1 Minggu
|
6
|
Penyusunan dan Pembahasan
RKA-SKPD dan RKA-PPKD serta
Penyusunan
Rancangan APBD
|
Awal Bulan
Agustus sampai dengan Akhir September
|
7 Minggu
|
7
|
Penyampaian
Rancangan APBD kepada DPRD
|
Minggu
Pertama Bulan Oktober
|
2 Bulan
|
8
|
Pengambilan Persetujuan
Bersama DPRD dan Kepala
Daerah
|
Paling
lama (satu) bulan sebelum Tahun Anggaran yang dtentukan
|
|
9
|
Hasil
evaluasi Rancangan APBD
|
15 Hari kerja (Bulan
Desember)
|
|
10
|
Penetapan
Perda APBD dan Perkada Penjabaran APBD sesuai dengan hasil evaluasi
|
Paling lambat akhir
Desember (31
Desember)
|
Seluruh penerimaan dan pengeluaran
pemerintahan daerah baik dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa pada tahun
anggaran yang berkenaan harus dianggarkan dalam APBD. Penganggaran penerimaan
dan pengeluaran APBD harus memiliki dasar hukum penganggaran.
1. Rencana Kerja Pemerintahan
Daerah.
Penyusunan APBD berpedoman kepada
Rencana Kerja Pemerintah Daerah. Karena itu kegiatan pertama dalam penyusunan
APBD adalah penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Pemerintah
daerah menyusun RKPD yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) dengan menggunakan bahan dari Renja SKPD untuk jangka
waktu 1 (satu) tahun yang mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah Pusat.
RKPD tersebut memuat rancangan
kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan dan kewajiban daerah, rencana
kerja yang terukur dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh
pemerintah, pemerintah daerah maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi
masyarakat. Secara khusus, kewajiban daerah mempertimbangkan prestasi capaian
standar pelayanan minimal yang ditetapkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. RKPD disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi
antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan. Penyusunan RKPD diselesaikan
paling lambat akhir bulan Mei sebelum tahun anggaran berkenaan. RKPD ditetapkan
dengan peraturan kepala daerah.
2. Kebijakan Umum APBD
Setelah Rencana Kerja Pemerintah
Daerah ditetapkan, Pemerintah daerah perlu menyusun Kebijakan Umum APBD (KUA)
serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) yang menjadi acuan bagi
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam menyusun Rencana Kerja dan Anggaran
(RKA) SKPD.
Kepala daerah menyusun rancangan KUA
berdasarkan RKPD dan pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan Menteri Dalam
Negeri setiap tahun. Pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan Menteri Dalam
Negeri tersebut memuat antara lain:
a. Pokok-pokok
kebijakan yang memuat sinkronisasi kebijakan pemerintah dengan pemerintah
daerah;
b. Prinsip dan
kebijakan penyusunan APBD tahun anggaran berkenaan;
c. Teknis
penyusunan APBD; dan
d. Hal-hal
khusus lainnya.
Rancangan KUA memuat target
pencapaian kinerja yang terukur dari program-program yang akan dilaksanakan
oleh pemerintah daerah untuk setiap urusan pemerintahan daerah yang disertai
dengan proyeksi pendapatan daerah, alokasi belanja daerah, sumber dan
penggunaan pembiayaan yang disertai dengan asumsi yang mendasarinya.
Program-program diselaraskan dengan prioritas pembangunan yang ditetapkan oleh
pemerintah pusat. Sedangkan asumsi yang mendasari adalah pertimbangan atas
perkembangan ekonomi makro dan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal yang ditetapkan
oleh pemerintah pusat.
Dalam menyusun rancangan KUA, kepala
daerah dibantu oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang dipimpin oleh
sekretaris daerah. Rancangan KUA yang telah disusun, disampaikan oleh
sekretaris daerah selaku koordinator pengelola keuangan daerah kepada kepala
daerah, paling lambat pada awal bulan Juni.
Rancangan KUA disampaikan kepala
daerah kepada DPRD paling lambat pertengahan bulan Juni tahun anggaran berjalan
untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya.
Pembahasan dilakukan oleh TAPD bersama panitia anggaran DPRD. Rancangan KUA
yang telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi KUA paling lambat minggu
pertama bulan Juli tahun anggaran berjalan.
3. Prioritas dan Plafon Anggaran
Sementara
Selanjutnya berdasarkan KUA yang
telah disepakati, pemerintah daerah menyusun rancangan Prioritas dan Plafon
Anggaran Sementara (PPAS). Rancangan PPAS tersebut disusun dengan tahapan
sebagai berikut :
a. Menentukan
skala prioritas untuk urusan wajib dan urusan pilihan;
b. Menentukan
urutan program untuk masing-masing urusan; dan
c. Menyusun
plafon anggaran sementara untuk masing-masing program.
Kepala daerah menyampaikan rancangan
PPAS yang telah disusun kepada DPRD untuk dibahas paling lambat minggu kedua
bulan Juli tahun anggaran berjalan. Pembahasan dilakukan oleh TAPD bersama
panitia anggaran DPRD. Rancangan PPAS yang telah dibahas selanjutnya disepakati
menjadi PPAS paling lambat akhir bulan Juli tahun anggaran berjalan.
KUA serta PPAS yang telah
disepakati, masing-masing dituangkan ke dalam nota kesepakatan yang
ditandatangani bersama antara kepala daerah dengan pimpinan DPRD. Dalam hal
kepala daerah berhalangan, yang bersangkutan dapat menunjuk pejabat yang diberi
wewenang untuk menandatangani nota kepakatan KUA dan PPAS. Dalam hal kepala
daerah berhalangan tetap, penandatanganan nota kepakatan KUA dan PPAS dilakukan
oleh pejabat yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang.
4. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
Berdasarkan nota kesepakatan yang
berisi KUA dan PPAS, TAPD menyiapkan rancangan surat edaran kepala daerah
tentang pedoman penyusunan RKA SKPD sebagai acuan kepala SKPD dalam menyusun
RKA-SKPD. Rancangan surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA-SKPD mencakup:
a. PPAS
yang dialokasikan untuk setiap program SKPD berikut rencana pendapatan dan
pembiayaan;
b. Sinkronisasi
program dan kegiatan antar SKPD dengan kinerja SKPD berkenaan sesuai dengan
standar pelayanan minimal yang ditetapkan;
c. Batas waktu
penyampaian RKA-SKPD kepada PPKD;
d. Hal-hal
lainnya yang perlu mendapatkan perhatian dari SKPD terkait dengan
prinsip-prinsip peningkatan efisiensi, efektifitas, tranparansi dan
akuntabilitas penyusunan anggaran dalam rangka pencapaian prestasi kerja; dan
e. Dokumen
sebagai lampiran meliputi KUA, PPA, kode rekening APBD, format RKASKPD,
analisis standar belanja dan standar satuan harga.
Surat edaran kepala daerah perihal
pedoman penyusunan RKA¬SKPD diterbitkan paling lambat awal bulan Agustus tahun
anggaran berjalan. Berdasarkan pedoman penyusunan RKA-SKPD, kepala SKPD
menyusun RKA-SKPD.
RKA-SKPD disusun dengan menggunakan
pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah daerah, penganggaran terpadu
dan penganggaran berdasarkan prestasi kerja. Pendekatan kerangka pengeluaran
jangka menengah daerah dilaksanakan dengan menyusun prakiraan maju. Prakiraan
maju tersebut berisi perkiraan kebutuhan anggaran untuk program dan kegiatan
yang direncanakan dalam tahun anggaran berikutnya dari tahun anggaran yang
direncanakan.
Pendekatan penganggaran terpadu
dilakukan dengan memadukan seluruh proses perencanaan dan penganggaran
pendapatan, belanja, dan pembiayaan di lingkungan SKPD untuk menghasilkan
dokumen rencana kerja dan anggaran. Pendekatan penganggaran berdasarkan prestasi
kerja dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan
keluaran yang diharapkan dari kegiatan dan hasil serta manfaat yang diharapkan
termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut. RKA-SKPD memuat rencana pendapatan, rencana
belanja untuk masing-masing program dan kegiatan, serta rencana pembiayaan
untuk tahun yang direncanakan dirinci sampai dengan rincian objek pendapatan,
belanja, dan pembiayaan serta prakiraan maju untuk tahun berikutnya. RKA-SKPD
juga memuat informasi tentang urusan pemerintahan daerah, organisasi, standar
biaya, prestasi kerja yang akan dicapai dari program dan kegiatan.RKA-SKPD yang
telah disusun oleh SKPD disampaikan kepada PPKD untuk dibahas lebih lanjut oleh
TAPD.
5. Penyiapan Raperda APBD
Selanjutnya, berdasarkan RKA-SKPD
yang telah disusun oleh SKPD dilakukan pembahasan penyusunan Raperda oleh TAPD.
Pembahasan oleh TAPD dilakukan untuk menelaah kesesuaian antara RKA-SKPD dengan
KUA, PPA, prakiraan maju yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya, dan
dokumen perencanaan lainnya, serta capaian kinerja, indikator kinerja, kelompok
sasaran kegiatan, standar analisis belanja, standar satuan harga, standar
pelayanan minimal, serta sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD. Dalam
hal hasil pembahasan RKA-SKPD terdapat ketidaksesuaian, kepala SKPD melakukan
penyempurnaan. RKA-SKPD yang telah disempurnakan oleh kepala SKPD disampaikan
kepada PPKD sebagai bahan penyusunan rancangan peraturan daerah tentang APBD
dan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Rancangan
peraturan daerah tentang APBD dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari:
a. Ringkasan
APBD;
b. Ringkasan APBD menurut urusan pemerintahan
daerah dan organisasi;
c. Rincian APBD
menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, pendapatan, belanja dan pembiayaan;
d. Rekapitulasi
belanja menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program dan kegiatan;
e. Rekapitulasi
belanja daerah untuk keselarasan dan keterpaduan urusan pemerintahan daerah dan
fungsi dalam kerangka pengelolaan keuangan negara;
f. Daftar
jumlah pegawai per golongan dan per jabatan;
g. Daftar
piutang daerah;
h. Daftar
penyertaan modal (investasi) daerah;
i.
Daftar perkiraan penambahan dan
pengurangan aset tetap daerah;
j.
Daftar perkiraan penambahan dan
pengurangan aset lain-lain;
k. Daftar
kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum diselesaikan dan
dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini;
l.
Daftar dana cadangan daerah; dan
m. Daftar
pinjaman daerah.
Bersamaan dengan penyusunan
rancangan Perda APBD, disusun rancangan peraturan kepala daerah tentang
penjabaran APBD. Rancangan peraturan kepala daerah tersebut dilengkapi dengan
lampiran yang terdiri dari:
a. Ringkasan
penjabaran APBD;
b. Penjabaran
APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program, kegiatan,
kelompok, jenis, obyek, rincian obyek pendapatan, belanja dan pembiayaan.
Rancangan peraturan kepala daerah
tentang penjabaran APBD wajib memuat penjelasan sebagai berikut:
a. Untuk
pendapatan mencakup dasar hukum, target/volume yang direncanakan, tarif
pungutan/harga;
b. Untuk
belanja mencakup dasar hukum, satuan volume/tolok ukur, harga satuan, lokasi kegiatan dan sumber pendanaan kegiatan;
c. Untuk
pembiayaan mencakup dasar hukum, sasaran, sumber penerimaan pembiayaan dan
tujuan pengeluaran pembiayaan.
Rancangan peraturan daerah tentang
APBD yang telah disusun oleh PPKD disampaikan kepada kepala daerah. Selanjutnya
rancangan peraturan daerah tentang APBD sebelum disampaikan kepada DPRD
disosialisasikan kepada masyarakat. Sosialisasi rancangan peraturan daerah
tentang APBD tersebut bersifat memberikan informasi mengenai hak dan kewajiban
pemerintah daerah serta masyarakat dalam pelaksanaan APBD tahun anggaran yang
direncanakan. Penyebarluasan rancangan peraturan daerah tentang APBD
dilaksanakan oleh sekretaris daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan
daerah.
6. Penyampaian dan Pembahasan Rancangan
Peraturan Daerah tentang APBD
Kepala
daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang APBD beserta lampirannya
kepada DPRD paling lambat pada minggu pertama bulan Oktober tahun anggaran
sebelumnya dari tahun yang direncanakan untuk mendapatkan persetujuan bersama.
Pengambilan keputusan bersama DPRD dan kepala daerah terhadap rancangan
peraturan daerah tentang APBD dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sebelum
tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
Penyampaian rancangan peraturan
daerah tersebut disertai dengan nota keuangan. Penetapan agenda pembahasan
rancangan peraturan daerah tentang APBD untuk mendapatkan persetujuan bersama,
disesuaikan dengan tata tertib DPRD masing-masing daerah. Pembahasan rancangan
peraturan daerah tersebut berpedoman pada KUA, serta PPA yang telah disepakati
bersama antara pemerintah daerah dan DPRD. Dalam hal DPRD memerlukan tambahan
penjelasan terkait dengan pembahasan program dan kegiatan tertentu, dapat
meminta RKA-SKPD berkenaan kepada kepala daerah.
Apabila DPRD sampai batas waktu 1
bulan sebelum tahun anggaran berkenaan, tidak menetapkan persetujuan bersama
dengan kepala daerah terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD, maka
kepala daerah melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD
tahun anggaran sebelumnya untuk membiayai keperluan setiap bulan. Pengeluaran
setinggi-tingginya untuk keperluan setiap bulan tersebut, diprioritaskan untuk
belanja yang bersifat mengikat dan belanja yang bersifat wajib. Belanja yang
bersifat mengikat merupakan belanja yang dibutuhkan secara terus menerus dan
harus dialokasikan oleh pemerintah daerah dengan jumlah yang cukup untuk
keperluan setiap bulan dalam tahun anggaran yang bersangkutan, seperti belanja
pegawai, belanja barang dan jasa.
Sedangkan Belanja yang bersifat
wajib adalah belanja untuk terjaminnya kelangsungan pemenuhan pendanaan
pelayanan dasar masyarakat antara lain pendidikan dan kesehatan dan/atau
melaksanakan kewajiban kepada pihak ketiga.
Rancangan peraturan kepala daerah
tentang APBD dapat dilaksanakan setelah memperoleh pengesahan dari gubernur
bagi kabupaten/kota. Sedangkan pengesahan rancangan peraturan kepala daerah
tentang APBD ditetapkan dengan keputusan gubernur bagi kabupaten/kota.
7. Evaluasi
Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD
Rancangan peraturan daerah
Kabupaten/Kota tentang APBD yang telah disetujui bersama DPRD dan rancangan
peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh
Bupati paling lama 3 (tiga) hari kerja disampaikan terlebih dahulu kepada
Gubernur untuk dievaluasi. Penyampaian rancangan disertai dengan:
a. Persetujuan
bersama antara pemerintah daerah dan DPRD terhadap rancangan peraturan daerah
tentang APBD;
b. KUA dan PPA
yang disepakati antara kepala daerah dan pimpinan DPRD;
c. Risalah
sidang jalannya pembahasan terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD;
dan nota keuangan dan pidato kepala daerah perihal penyampaian pengantar
nota keuangan pada sidang DPRD.
Evaluasi bertujuan untuk tercapainya
keserasian antara kebijakan daerah dan kebijakan nasional, keserasian antara
kepentingan publik dan kepentingan aparatur serta untuk meneliti sejauh mana
APBD Kabupaten/Kota tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang
lebih tinggi dan/atau peraturan daerah lainnya yang ditetapkan oleh
Kabupaten/Kota bersangkutan. Untuk efektivitas pelaksanaan evaluasi, Gubernur
dapat mengundang pejabat pemerintah daerah Kabupaten/Kota yang terkait.
Hasil evaluasi dituangkan dalam
keputusan Gubernur dan disampaikan kepada Bupati/Walikota paling lama 15 (lima
betas) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan dimaksud. Apabila
Gubernur menyatakan hasil evaluasi atas rancangan peraturan daerah tentang APBD
dan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD sudah sesuai
dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,
Bupati/Walikota menetapkan rancangan dimaksud menjadi peraturan daerah dan
peraturan Bupati/Walikota.
Keputusan pimpinan DPRD bersifat
final dan dilaporkan pada sidang paripurna berikutnya. Sidang paripurna
berikutnya yakni setelah sidang paripurna pengambilan keputusan bersama
terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD.
8. Penetapan
Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang
Penjabaran APBD
Rancangan peraturan daerah tentang
APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD yang telah
dievaluasi ditetapkan oleh kepala daerah menjadi peraturan daerah tentang APBD
dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Penetapan rancangan
peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran
APBD tersebut dilakukan paling lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran
sebelumnya.
Dalam hal kepala daerah berhalangan
tetap, maka pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang
selaku penjabat/pelaksana tugas kepala daerah yang menetapkan peraturan daerah
tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Kepala daerah
menyampaikan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang
penjabaran APBD kepada gubernur bagi kabupaten/kota paling lama 7 (tujuh) hari
kerja setelah ditetapkan.
9. Perubahan APBD
Penyesuaian APBD dengan perkembangan
dan/atau perubahan keadaan, dibahas bersama DPRD dengan pemerintah daerah dalam
rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBD tahun anggaran yang
bersangkutan, apabila terjadi:
a. Perkembangan
yang tidak sesuai dengan asumsi KUA;
b. Keadaan yang
menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar
kegiatan, dan antar jenis belanja;
c. Keadaan yang
menyebabkan saldo anggaran Iebih tahun sebelumnya harus digunakan dalam tahun
berjalan;
d. Keadaan
darurat; dan
e. Keadaan luar
biasa.
E. Penetapan APBD
Penetapan anggaran
merupakan tahapan yang dimulai ketika pihak eksekutif menyerahkan usulan
anggaran kepada pihak legislatif, selanjutnya DPRD akan melakukan pembahasan
untuk beberapa waktu. Selama masa pembahasan akan terjadi diskusi antara pihak
Panitia Anggaran Legislatif dengan Tim Anggaran Eksekutif dimana pada
kesempatan ini pihak legislatif berkesempatan untuk menanyakan dasar-dasar
kebijakan eksekutif dalam membahas usulan anggaran tersebut.
Penetapan APBD dilaksanakan dengan
melalui tiga tahap sebagai berikut:
1. Penyampaian dan Pembahasan Raperda tentang
APBD.
Menurut ketentuan dari Pasal 104
Permendagri No. 13 Tahun 2006, Raperda beserta lampiran-lampirannya yang telah
disusun dan disosialisasikan kepada masyarakat untuk selanjutnya disampaikan
oleh kepala daerah kepada DPRD paling lambat pada minggu pertama bulan
Oktober tahun anggaran sebelumnya dari tahun anggaran yang direncanakan
untuk mendapatkan persetujuan bersama. Pengambilan keputusan bersama ini harus
sudah terlaksana paling lama 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran yang
bersangkutan dimulai. Atas dasar persetujuan bersama tersebut, kepala daerah
menyiapkan rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD yang harus disertai
dengan nota keuangan. Raperda APBD tersebut antara lain memuat rencana
pengeluaran yang telah disepakati bersama. Raperda APBD ini baru dapat
dilaksanakan oleh pemerintahan kabupaten/kota setelah mendapat pengesahan
dari Gubernur terkait.
2. Evaluasi Raperda tentang APBD dan Rancangan
Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD.
Raperda APBD pemerintahan
kabupaten/kota yang telah disetujui dan rancangan Peraturan Kepala Daerah
tentang Penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Bupati.Walikota harus
disampaikan kepada Gubernur untuk di-evaluasi dalam waktu paling lama 3
(tiga) hari kerja. Evaluasi ini bertujuan demi tercapainya keserasian antara
kebijakan daerah dan kebijakan nasional, keserasian antara kepentingan publik
dan kepentingan aparatur, serta untuk meneliti sejauh mana APBD kabupaten/kota tidak
bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan/atau
peraturan daerah lainnya. Hasil evaluasi ini sudah harus dituangkan dalam
keputusan gubernur dan disampaikan kepada bupati/walikota paling lama 15 (lima
belas) hari kerja terhitung sejak diterimanaya Raperda APBD tersebut.
3. Penetapan Perda tentang APBD dan Peraturan
Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD.
Tahapan terakhir inidilaksanakan
paling lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya. Setelah itu Perda
dan Peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran APBD ini disampaikan oleh
Bupati/Walikota kepada Gubernur terkait paling lama 7 (tujuh) hari kerja
setelah tanggal ditetapkan.
F.
Peraturan Yang Mengatur Tentang
Penetapan APBD
Prosedur tentang penetapan APBD diatur dalam
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UU 17/2003) dan
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
(PP 58/2005) sebagai berikut:
1.
APBD merupakan wujud pengelolaan
keuangan daerah yang ditetapkan setiap tahun dengan Peraturan Daerah (Pasal 16
(1) UU 17/2003).
2.
Tahun anggaran APBD meliputi
masa 1 (satu) tahun mulai tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember. (Pasal
19 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
(PP 58/2005)
3.
Tahun anggaran APBD meliputi
masa 1 (satu) tahun mulai tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember (Pasal 19
PP 58/2005).
4.
Kepala daerah menyampaikan rancangan
kebijakan umum APBD tahun anggaran berikutnya sebagai landasan penyusunan RAPBD
kepada DPRD selambat-lambatnya pertengahan bulan Juni tahun anggaran berjalan.
Rancangan kebijakan umum APBD yang telah dibahas kepala daerah bersama DPRD
dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD selanjutnya disepakati menjadi Kebijakan
Umum APBD (Pasal 34 ayat (2) dan (3) PP 58/2005).
5.
Berdasarkan kebijakan umum APBD yang
telah disepakati, pemerintah daerah dan DPRD membahas rancangan prioritas dan
plafon anggaran sementara paling lambat minggu kedua bulan Juli tahun anggaran
sebelumnya (Pasal 35 ayat (1) dan (2) PP 58/2005).
6.
Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan
Peraturan Daerah tentang APBD, disertai penjelasan dan dokumen-dokumen
pendukungnya kepada DPRD pada minggu pertama bulan Oktober tahun sebelumnya
(Pasal 20 (1) UU 17/2003 dan Pasal 43 PP 58/2005).
7.
Pengambilan keputusan oleh
DPRD mengenai Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan
selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan
dilaksanakan (Pasal 20 (4) UU 17/2003 dan Pasal 45 PP 58/2005).
8.
Apabila DPRD tidak menyetujui
Rancangan Perda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), untuk membiayai keperluan
setiap bulan Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pengeluaran
setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya (Pasal 20 (6)
UU 17/2003 dan Pasal 46 PP 58/2005).
G.
Permasalahan
dalam Penyusunan APBD
Masalah –
masalah pokok yang sering timbul dalam penyusunan APBD yaitu:
1.
Anggaran
belanja cenderung ditetapkan lebih tinggi. Alasannya
adalah karena usulan belanja kegiatan cenderung di mark – up, dibesarkan atau
ditinggikan diatas perkiraan yang sewajarnya (sebenarnya). Bila usulan belanja
selalu wajar dan sesuai dengan kebutuhan yang sebenarnya, maka urgensi dan
relevansi analisis standar belanja menjadi rendah.
2.
Anggaran
pendapatan cenderung ditetapkan lebih rendah. Bila usulan
belanja cenderung dimark – up, sebaliknya usulan pendapatan/penerimaan
cenderung dimark – down; ditetapkan lebih rendah dari target sebenarnya.
3.
Kurangnya
keterpaduan, konsistensi dan sinkronisasi perencanaan dengan penganggaran. Tanpa
perencanaan SKPD cenderung tidak fokus serta cenderung bersifat reaktif yang
pada akhirnya bermuara pada inefisiensi dan inefektifitas.
4.
Kurangnya
keterpaduan, konsistensi dan sinkronisasi perencanaan antar SKPD.
Keterpaduan, konsistensi dan sinkronisasi tidak hanya antara aspek perencanaan
dengan penganggaran, tetapi juga antar SKPD. Hal ini perlu diperhatikan karena
target capaian program dan atau target hasil (outcome) sebuah kegiatan dan atau
visi daerah dapat dicapai melalui sinergi program dan kegiatan antar SKPD.
5.
Relevansi
Program / Kegiatan : kurang responsif dengan permasalahan dan / atau kurang
relevan dengan peluang yang dihadapi. Peningkatan relevansi dan
responsifitas program adalah agenda utama perencanaan. Relevansi dan
responsifitas akan sangat menentukan kemampuan daerah dalam mewujudkan
kewajibannya. Rendahnya relevansi ini terutama karena rendahnya kemampuan
perencanaan program dan kegiatan serta ketersediaan data dan informasi.
6.
Pertanggungjawaban
kinerja kegiatan masih tetap cenderung fokus pada pelaporan penggunaan dana. Tanpa
pertanggungjawaban tersebut, perbaikan kinerja SKPD tidak dapat berlanjut
secara berkesinambungan. Pada titik ekstrimnya, tanpa pertanggungjawaban
kinerja, pola penganggaran pada dasarnya masih belum berubah kecuali istilah
dan nomenklatur semata.
7.
Spesifikasi
indikator kinerja dan target kinerja masih relatif lemah. Penetapan
besaran belanja tidak didasarkan pada target kinerja keluaran (output) atau
hasil (outcome). Volume output diubah, tetapi total belanja tidak berubah.
Selain itu, indikator kinerja untuk Belanja Administrasi Umum ( dahulu disebut
sebagai Belanja Rutin ) masih tetap belum jelas.
8.
Rendahnya
inovasi pendanaan kesejahteraan rakyat. Hingga saat
ini, inovasi pendanaan kesejahteraan rakyat masih relatif rendah.
H.
Solusi
Mengatasi Masalah dalam Penyusunan APBD
1.
Perlu dilakukan inovasi – inovasi
dalam proses perencanaan partisipatif sedemikian rupa sehingga aspirasi –
aspirasi politik diyakini benar – benar terserap dalam dokumen perencanaan.
Dengan demikian, pembahasan rancangan APBD dapat lebih terfokus pada besaran
dana yang seharusnya dialokasikan dan tidak lagi terbebani dengan transaksi –
transaksi politik.
2.
Perlu dikembangkan strategi berupa
dialog ataupun sosialisasi mengenai perencanaan dan penganggaran berbasis
kinerja. Tujuan utama dilakukan langkah ini adalah untuk mengubah paradigma
tradisional yang berfokus pada penganggaran uang menjadi paradigma yang
berbasis kinerja yang menitikberatkan pada perencanaan kegiatan yang menjawab
akar permasalahan dimasyarakat.
3.
Perlu penguatan kapasitas dan
komitmen, baik bagi kalangan Pemda maupun DPRD. Pada umumnya Pemda yang
mengalami keterlambatan APBD adalah daerah tertinggal, sehingga perlu
fasilitasi dan pengawasan lebih intensif dari Pemprov maupun Pemerintah Pusat.
Namun sebenarnya yang utama adalah komitmen dan inilah yang paling sulit.
Proses politik berbiaya tinggi barangkali menjadi akar masalah kenapa
seringkali anggota dewan ( begitu pula Kepala Daeraah ) bernafsu besar ingin
menguasai anggaran.
4.
Pemberian sanksi sesuai aturan harus
tetap dijalankan namun dengan sanksi yang lebih spesifik. Pemda wajib
menyampaikan Perda kepada Menteri Keuangan maksimal tanggal 20 Maret. Bagi yang
terlambat penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) ditunda 25% perbulan. Atau sanksi
penghentian pemberian DAU dirubah dengan sanksi penundaan pembayaran tunjangan
pejabat pemerintah dan anggota DPRD.
5.
Proses politik dalam penyusunan APBD
jangan hanya menjadi arena interaksi antara DPRD dan pemerintah, tapi juga
sebagai arena publik dimana ada transparansi dan akses bagi masyarakat untuk
memperoleh informasi, berpartisipasi, dan mengkritisi proses tersebut.
6.
Para pembuat keputusan yang terlibat
dalam proses legislasi APBD ( DPRD dan Pemda) harus mempunyai sistem evaluasi
untuk membandingkan dan memprioritaskan proposal anggaran.
7.
Selain memahami proses pengelolaan
keuangan daerah, pemerintah daerah dan DPRD perlu memahami berbagai standar
yang digunakan dalam akuntansi, misalnya standar biaya agar dapat
memperhitungkan besaran anggaran yang diperlukan untuk suatu kegiatan. Melalui
penerapan standar ini, praktik – praktik manipulasi atau mark – up anggaran
dapat diminimalkan.
8.
Perlu dilakukan penguatan pada
masyarakat sipil misalnya dengan cara mengadvokasikan berbagai instrumen hukum
dan kelembagaan yang memberikan peluang bagi masyarakat untuk berpartisipasi,
mengakses informasi, dan mengontrol akuntabilitas pemerintahan. Selain itu juga
perlu ditingkatkan kualitas pendidikan, pengorganisasian, dan pendampingan
masyarakat agar masyarakat dapat mengartikulasikan aspirasi dan kepentingan
mereka.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
APBD
merupakan rencana pelaksanaan semua Pendapatan Daerah dan semua Belanja Daerah
dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu. Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBD adalah suatu rencana
keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (UU No. 17 Tahun 2003 pasal 1 butir 8 tentang Keuangan Negara). Struktur
APBD terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan. Penyusunan
APBD harus sistematis sesuai dengan jadwal dan penyusunan yang telah terlampir
dalam Undang – Undang.
Pemerintah
dan DPRD merupakan pemegang tanggung
jawab dalam proses penyusunan RAPBD hingga penetapannya menjadi Perda
APBD. Keterlambatan naskah APBD
diserahkan kepada DPRD oleh pemerintah, dimana idealnya hal ini berimplikasi pada pembahasan yang
tidak efektif dan terkesan terburu-buru.
B.
Saran
Tujuan tentang proses penyusunan
penting dilaksanakan untuk kelancaran dan kemudahan dalam penetapan dan
pelaksanaan APBD dalam suatu daerah.
Hasil
evaluasi dituangkan dalam keputusan Gubernur dan disampaikan kepada
Bupati/Walikota paling lama 15 (lima betas) hari kerja terhitung sejak
diterimanya rancangan dimaksud. Apabila Gubernur menyatakan hasil evaluasi atas
rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota
tentang penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati/Walikota menetapkan rancangan
dimaksud menjadi peraturan daerah dan peraturan Bupati/Walikota. Keputusan
pimpinan DPRD bersifat final dan dilaporkan pada sidang paripurna berikutnya.
Sidang paripurna berikutnya yakni setelah sidang paripurna pengambilan
keputusan bersama terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD serta sampai
pada tahap penetapan APBD.
Sebagai faktor utama pembangunan
para aktor dalam APBD harus benar – benar bertindak jujur , adil, dan kreatif
agar dapat mengimplementasikan manfaat dari APBD dengan baik. Tuntutan dan
kebutuhan era globalisasi seperti sekarang ini, perlu adanya good governance
dalam upaya pemulihan ekonomi nasional dan daerah, serta pemulihan kepercayaan
baik secara lokal, nasional maupun oleh dunia internasional terhadap Pemerintah
Indonesia, mengharuskan Pemerintah untuk mengambil langkah – langka strategis
dalam pengelolaan dan penyusunan APBD terutama pada sektor kekayaan sumber daya
alam.
Pentingnya perumusan APBD bagi suatu
negara menyebabkan munculnya gagasan untuk mempelajari bagaimana tata cara
perumusan dan pengelolaan keuangan negara tersebut. Dengan adanya makalah
mengenai APBD ini diharapkan pembaca
dapat mengetahui proses dan tata cara perumusan APBD mulai dari tahap perumusan
dan pengajuan sampai tahap pengesahannya. Demikianlah makalah ini dibuat,
semoga dapat menambah pemahaman pembaca dan penulis dalam perumusan sampai pada
tahap pelaksanaan APBD.
DAFTAR PUSTAKA
Referensi Buku
Adisasmita, Rahardjo. 2011. Pengelolaan
Pendapatan dan Anggaran Daerah,
Graha Ilmu: Yogyakarta
Widjaja, Haw. 2005. Penyelenggaraan
Otonomi Di Indonesia Dalam Rangka Sosialisasi UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Jakarta. PT Grafindo Persada
Widjaja, Haw. 2002. Otonomi Daerah dan
Daerah Otonom. Jakarta. PT Grafindo Persada
Referensi Internet
kampus4u.blogspot.ca (2015, 29
November). Permasalahan Umum dan Klasik dalam Penyusunan APBD. Diperoleh 24
Juli 2016.
Peraturan
Peraturan
Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2014. Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2015
Peraturan Presiden Nomor
43 Tahun 2014
tentang Rencana Kerja Pemerintah
Tahun 2015
Peraturan Pemerintah Nomor 58
Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah
Demikianlah materi tentang Makalah APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) yang sempat kami berikan. semoga materi yang kami berikan dan jangan lupa juga untuk menyimak Makalah Valuta Asing yang telah kami posting sebelumnya. semoga materi yang kami berikan dapat membantu menambah wawasan anda semikian dan terimah kasih. Semoga dapat membantu menambah wawasan anda semikian dan terimah kasih.
Anda dapat mendownload Makalah diatas dalam Bentuk Document Word (.doc) melalui link berikut.
EmoticonEmoticon