Makalah Otoritas Jasa Keuangan ( Ojk ) - Jika dalam postingan ini, anda kurang mengerti atau susunanya tidak teratur, anda dapat mendownload versi .doc makalah berikut :
Makalah Otoritas Jasa Keuangan ( Ojk )
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,
Allah SWT atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang
sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu
acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan dalam
profesi keguruan.
Harapan kami semoga makalah ini membantu
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat
memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan
karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan
kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun
untuk kesempurnaan makalah ini.
Yogyakarta, 7 januari 2015
Penyusun
BAB 1
Pendahuluan
1.1
Latar
Belakang
Berdasarkan Pasal 34
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23
Tahun 1999 tentang Bank Indonesia(BI), pemerintah diamanatkan membentuk lembaga
pengawas sektor jasa keuangan yang independen, selambat-lambatnya akhir tahun
2010. Lembaga ini bertugas mengawasi industri perbankan, asuransi, dana
pensiun, pasar modal, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan, serta
badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat.
Alasan pembentukan OJK
ini antara lain makin kompleks dan bervariasinya produk jasa keuangan,
munculnya gejala konglomerasi perusahaan jasa keuangan, dan globalisasi
industri jasa keuangan. Disamping itu, salah satu alasan rencana pembentukan
OJK adalah karena pemerintah beranggapan bahwa BI, sebagai Bank Sentral telah
gagal dalam mengawasi sekor perbankan. Kegagalan tersebut dapat dilihat pada
saat krisis ekonomi yang melanda Indonesia mulai pertengahan tahun 1997, dimana
sebanyak 16 bank dilikuidasi pada saat itu.
Tujuan OJK dibentuk
antara lain agar keseluruhan kegiatan didalam sector jasa keuangan
terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel mampu mewujudkan
sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil dan mampu
melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
Disamping itu tujuan
pembentukan OJK ini agar BI fokus kepada pengelolaan moneter dan tidak perlu
mengurusi pengawasan bank karena bank itu merupakan sektor perekonomian.
Jika dilihat sedikit
kebelakang, sejarah pembentukan lembaga yang independen ini terbilang sulit dan
penuh dengan tantangan. Bahkan untuk melahirkan pengawasan sistem keuangan
inipun membutuhkan waktu hingga 12 tahun sampai lembaga ini lahir.
Adapun kronologis lahirnya OJK dapat dijabarkan pada tahun
1999, pasca krisis ekonomi yang melumpuhkan industri perbankan pada tahun
1997-1998, pemerintah langsung berbenah. Gagasan pembentukan otoritas,
dimasukkan dan menjadi perintah UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
BAB 2
Pembahasan
2.1
Pengertian
Menurut para pakar ekonomi:
1.
Menkeu Agus Martowardojo: Pembentukan
OJK diperlukan guna mengatasi kompleksitas keuangan global dari ancaman krisis.
Di sisi lain, pembentukan OJK merupakan komitmen pemerintah dalam reformasi
sektor keuangan di Indonesia.
2.
Fuad Rahmany: menyatakan bahwa OJK akan
menghilangkan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) yang selama ini
cenderung muncul. Sebab dalam OJK, fungsi pengawasan dan pengaturan dibuat
terpisah.
3.
Darmin Nasution: OJK adalah untuk
mencari efisiensi di sektor perbankan, pasar modal dan lembaga keuangan. Sebab,
suatu perekonomian yang kuat, stabil, dan berdaya saing membutuhkan dukungan
dari sektor keuangan.
Deputi Gubernur BI Muliaman D Hadad:
terdapat empat pilar sektor keuangan global yang menjadi agenda OJK. Pertama,
kerangka kebijakan yang kuat untuk menanggulangi krisis. Kedua, persiapan
resolusi terhadap lembaga-lembaga keuangan yang ditengarai bisa berdampak
sistemik. Ketiga, lembaga keuangan membuat surat wasiat jika terjadi
kebangkrutan sewaktu-waktu dan keempat transparansi yang harus dijaga.
Di
Indonesia mungkin kata-kata tentang OJK mungkin belum banyak kita kenal. OJK
adalah singkatan dari Otorisasi Jasa Keuangan, sebelum mengenal lebih lanjut
tentang OJK kita harus lebih dahulu mengerti apa yang dimaksud dengan Jasa
Keuangan. Jasa keuangan secara umum adalah istilah yang digunakan untuk merujuk
jasa yang disediakan oleh industry atau organisasi keuangan salah satu bentuk
perusahaan yang menyediakan jasa keuangan adalah bank, asuransi, kartu kredit
dan sekuritas. Sejarah singkat mengenai Jasa Keuangan, dapat dilihat kembali
dari perkembangan di amerika serikat sejak dikeluarkannya Gramm-Leach-Bliley
Act pada akhir tahun 1990 yang memungkinkan perusahaan yang beroperasi di
industry keuangan AS untuk bergabung
Sedangkan
yang dimaksud dengan OJK sendiri kita dapat mellihatnya pada UU no 21 tahun
2011. Menurut Kepala Biro Perasuransian Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan (Bapepam-LK) Isa Rachmatarwata dengan pembentukan OJK diharapkan dapat
berperan sebagai badan pengawas industry keuangan yang bersifat netral dan
konsisten dalam menjalankan aturan yang berlaku.Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Pasal 1,menyatakan :
“Otoritas Jasa Keuangan,yang
selanjutnya disingkat dengan OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari
campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang
pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang ini. “
Dengan kata lain, dapat
diartikan bahwa Otoritas Jasa Keuangan adalah sebuah lembaga pengawasan jasa
keuangan seperti industri perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan
pembiayaan, dana pensiun dan asuransi. Pada dasarnya UU tentang OJK ini hanya
mengatur mengenai pengorganisasian dan tata pelaksanaan kegiatan keuangan dari
lembaga yang memiliki kekuasaan.
Didalam pengaturan dan
pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Oleh karena itu, dengan dibentuknya
OJK diharapkan dapat mencapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif didalam
penanganan masalah-masalah yang timbul didalam sistem keuangan. Dengan demikian
dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan dan adanya
pengaturan dan pengawasan yang lebih terintegrasi
2.2
Fungsi
dan Tujuan
Fungsi OJK
1.
Mengawasi aturan main yang sudah
dijalankan dari forum stabilitas keuangan
2.
Menjaga stabilitas sistem keuangan
3.
Melakukan pengawasan non-bank dalam
struktur yang sama seperti sekarang
4.
Pengawasan bank keluar dari otoritas BI
sebagai bank sentral dan dipegang oleh lembaga baru
Tujuan dalam pembentukan OJK
1.
Untuk mencapainya, BI dalam melaksanakan
kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, dan transparan dengan
mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian.
2.
Mengatasi kompleksitas keuangan global
dari ancaman krisis.
3.
Menciptakan satu otoritas yang lebih
kuat dengan memiliki sumber daya manusia dan ahli yang mencukupi
OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
1.
Kegiatan jasa keuangan di sektor
Perbankan;
2.
Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar
Modal; dan
3.
Kegiatan jasa keuangan di sektor
Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan
Lainnya.
Dalam menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan, OJK mempunyai wewenang:
·
Perizinan untuk pendirian bank,
pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan
dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta
pencabutan izin usaha bank; dan
·
Kegiatan usaha bank, antara lain sumber
dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;
·
Pengaturan dan pengawasan mengenai
kesehatan bank yang meliputi: likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas
aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio
pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank; laporan bank yang terkait
dengan kesehatan dan kinerja bank; sistem informasi debitur; pengujian kredit
(credit testing); dan standar akuntansi bank;
·
Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek
kehati-hatian bank, meliputi: manajemen risiko; tata kelola bank; prinsip
mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan pencegahan pembiayaan terorisme
dan kejahatan perbankan; dan pemeriksaan bank.
·
Menetapkan peraturan dan keputusan OJK;
·
Menetapkan peraturan mengenai pengawasan
di sektor jasa keuangan;
·
Menetapkan kebijakan mengenai
pelaksanaan tugas OJK
·
Menetapkan peraturan mengenai tata cara
penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;
·
Menetapkan peraturan mengenai tata cara
penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan;
·
Menetapkan struktur organisasi dan
infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan
kewajiban; dan
·
Menetapkan peraturan mengenai tata cara
pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor
jasa keuangan.
·
Menetapkan kebijakan operasional
pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;
·
Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan
yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;
·
Melakukan pengawasan, pemeriksaan,
penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa
Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana
dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
·
Memberikan perintah tertulis kepada
Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu;
·
Melakukan penunjukan pengelola statuter;
·
Menetapkan penggunaan pengelola
statuter;
·
Menetapkan sanksi administratif terhadap
pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di
sektor jasa keuangan; dan
·
Memberikan dan/atau mencabut: izin
usaha, izin orang perseorangan, efektifnya pernyataan pendaftaran, surat tanda
terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha, pengesahan, persetujuan atau
penetapan pembubaran dan penetapan lain.
2.3
Visi dan Misi OJK
VISI
Visi Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
adalah menjadi lembaga pengawas industri jasa keuangan yang terpercaya,
melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, dan mampu mewujudkan industri
jasa keuangan menjadi pilar perekonomian nasional yang berdaya saing global
serta dapat memajukan kesejahteraan umum.
MISI
Misi Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
adalah:
1.
Mewujudkan
terselenggaranya seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara teratur,
adil, transparan, dan akuntabel;
2.
Mewujudkan
sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil;
3.
Melindungi
kepentingan konsumen dan masyarakat.
2.4
Pembiayaan OJK
Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan ( FKSSK )


|
|




|
|
2.5
Implementasi
UU No.21 tahun 2011 tentang OJK
Pembentukan OJK adalah pelaksanaan
amanah yang diatur dalam UU bank Indonesia. OJK didirikan berdasarkan UU No.21
tahun 2011 tanggal 22/11/2011. Apa yang mempertimbangkan penting pendirian OJK
(daripenjelasan UU OJK) :
1.sistem keuangan dan
selr=uruhkegiatan jasa keuangan yang menjalankan fungsi intermediasi bagi
berbagai kegiatan produktif di dalam perekonomian nasional memiliki peran
sangat strategisdalam system ekonomi
2. negaramemberikan perhatian serius
terhadap perkembangan kegiatan sector jasa keuangan, dengan mengupayakan
terbentuknya kerangka peraturan dan pengawasan sector jasa keuangan yang
terintegrasi dan komprehensif
3. proses globalisasi system
keuangan, pesatnya kemajuan di bidang IT serta inovasi financial menciptakan
system keuangan yang sangat kompleks, dinamis, dan saling terkait antara sub
sector keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan.
4. konglomerasi danketerkaitan
kepemilikan telah menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antar lembaga
jasa keuangan di dalam system keuangan
5. problem moral hazard, belum
optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan dan terganggunya stabilitas
system keuangan semakin mendorong diperlukannya pembentukan lembaga pengawasan
di sector jasa keuangan yang terintegrasi.
Undang-undang No.21 tahun 2011
tentang Otoritas Jasa keuangan (OJK)
Fungsi, tugas, dan wewenang
pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan si sector perbankan beralih
dari Bank Indonesia ke OJK mulai sejak tanggal 31 Desember 2013. Bank Indonesia
mendukung sepenuhnya pengalihan pengawasan perbankan dari Bank Indonesia kepada
OJK.
Ruang lingkup tugas OJK dan BI
Lingkup tugas OJK yaitu :
Pengaturan dan pengawsan mengenai
kelembagaan, kesehatan, aspek kehati-hatian, pemeriksaan bank merupakan lingkup
pengaturan dan pengawasan microprudential
yang menjadi tugas dan wewenang OJK
Lingkup tugas BI yaitu :
Adapun lingkup pengaturan dan
pengawasan macroprudential, pengaturan
dan pengawasan selain hal-hal yang diatur dalam pasal 7 UU OJK. Dalam rangka
pengaturan dan pengawasan OJK membantu Bank Indonesia untuk melakukan himbauan
moral ( moral suasion ) kepada
perbankan.
2.6
OJK
dalam Perbankan Syariah
Pengaturan dan pengawasan perbankan
syariah pasca OJK yaitu :
1. Kedudukan PBI yang mengatur BUS dan
UUS
PBI yang
telah dibentuk oleh Bank Indonesia akan tetap berlaku walaupun fungsi, tugas,
dan wewenang Bank Indonesia telah beralih ke OJK. Keberlakuan PBI dimaksud
sepanjang belum diatur melalui peraturan yang kelak dikeluarkan oleh OJK yang
mengatur materi muatan yang sama.
2. Peran Komite Perbankan Syariah
Pada
masa transisi kepengurusan dari KPS yang ada bisa tetap diminta melaksanakan
tugasnya hingga habis masa jabatannya. OJK KPS diformulasikan dalam bentuk
Komite Pengembangan Jasa Keuangan Syariah (KPJKS) OJK. Secara yuridis
eksistensi KPJKS merupakan menifestasi dari amanat pembentukan Komite Perbankan
Syariah (KPS) sebagai amanah dari Pasal 26 UU No.21 tahun 2008.
3. Hubungan kelembagaan antara Bank
Indonesia dan Otoritas Jasa keuangan.
Bank
Indonesia dapat melakukan pemeriksaan langsung terhadap bank ( termasuk BS dan
UUS) tersebut dengan menyampaikan pemberitahuan secara tertulis terlebih dahulu
kepada OJK. Dalam melakukan kegiatan pemeriksaan tersebut, bank Indonesia tidak
dapat memberikan penilaian terhadap tingkat kesehatan bank. Laporan hasil
pemeriksaan bank disampaikan kepada OJK (Vide pasal 40 ayat 1,2,3 UU OJK)
4. Peran OJK dalam pengaturan dan
pengawasan perbankan syariah di Indonesia.
a. Perihal menentukan kriteria tingkat
kesehatan dan ketentuan yang wajib dipenuhi oleh Bank Syariah dan UUS.
b. perihal memeriksa dan mengambil data
atau dokumen dari setiap tempat yang terkait dengan bank dan keterangan dari
setiap pihak yang menurut penilaian bank Indonesia memiliki pengaruh terhadap
bank.
c. Perihal menugasi kantor akuntan
public atau pihak lainnya untuk melaksanakan pemeriksaan dan menyatakan bank
Syariah tidak dapat disehatkan dan menyerahkan penanganannya ke lembaga
Penjamin Simpanan (LPS) untuk diselamatkan atau tidak diselamatkan.
d. Perihal mencabut izin usaha bank
syariah tidak diselamatkan atas permintaan LPS dan mencabut izin usaha Bank
Syariah yang telah melaksanakan kewajibannya atas permintaan bank yang
bersangkutan.
e. Melakukan tindakan dalam rangka
tindak lanjut pengawasan.
2.7
Urgensi
masterplan Industri keuangan syariah
2.8
Progres
Persiapan Penyusunan Masterplan
Upaya – upaya yang dilaksanakan OJK
2.9
Tantangan
OJK
Apabila kita meninjau aset sektor jasa keuangan dan kapitalisasi pasar
modal, kita tertinggal dibandingkan dengan negara berkembang lain. Salah satu tujuan
dari pembentukan OJK menurut UU adalah agar keseluruhan kegiatan di dalam
sektor jasa keuangan dapat diintegrasikan sehingga dapat meningkatkan efisiensi
dan memudahkan koordinasi. Tantangan utama yang dihadapi di sektor keuangan di
Indonesia adalah konsekuensi dari pendalaman sektor keuangan, kerentanan pada
risiko global, dan kredibilitas OJK.
Sektor keuangan merupakan "pusat" dari sistem dalam sebuah
perekonomian. Kegagalan sektor keuangan dapat melemahkan kinerja seluruh sistem
dalam perekonomian (Joseph Stiglitz, 1994). Salah satu kunci utama pendalaman
keuangan adalah akselerasi pertumbuhan ekonomi melalui ekspansi akses untuk
pihak-pihak yang tak memiliki kecukupan finansial. Tak kalah penting adalah
kekuatan struktur permodalan, infrastruktur, dan inovasi produk jasa keuangan.
Yang menjadi masalah adalah bahwa
inovasi produk keuangan juga memiliki resiko tersendiri yaitu pertumbuhan
produk derivatif (suatu cara untuk membuat para pemegang dana memiliki rasa
aman, tetapi eksesnya tidak dapat diperkirakan) sangat cepat dan pada umumnya
(80 persen) produk derivatif berupa over the counter (OTC) dalam bentuk forex
options dan future, credit default swap (CDS), dan OTC lainnya.
Kepercayaan Terhadap OJK
OJK adalah
lembaga otoritas yang dibentuk dari integrasi dua lembaga besar, yaitu
Direktorat Pengatur dan Pengawas Perbankan BI dan Bapepam-LK Kementerian
Keuangan. Selain kendala kelambanan waktu, efektivitas lembaga, dan cakupan
wilayah kerja, OJK menghadapi permasalahan dalam mencapai model integrasi yang
optimal karena peran dan kepentingan masing-masing cenderung berbeda, yakni
antara prinsip prudensial pada perbankan dan lembaga keuangan serta keterbukaan
pada pasar modal.
Sedangkan mengenai masalah kelemahan
OJK sendiri, menurut Calon Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mulia P
Nasution kelemahan dari OJK antara lain soal pengaturan dan pengawasan dalam
satu organisasi secara terpadu namun beliau juga mengatakan bahwa dengan
organisasi yang mengatur dan mengawasi yang baru ini, mestinya bisa bekerja
dengan baik dibandingkan dengan organisasi yang sekarang
2.10
Kelemahan
OJK
Dengan
digabungkannya kegiatan dan pengawasan sector keuangan menjadi OJK tentu ada
tantangan dan kelemahan yang menyertainya, salah satu bentuk tantangan terbesar
efektivitas dan kredibilitas OJK. Seperti yang sudah kita ketahui selama ini
sector jasa keuangan di Indonesia masih bisa tergolong lemah terhadap krisis
keuangan global.
Salah satu penyebabnya adalah masih
terkonsentrasi pada perbankan. Bank menghadapi masalah struktural lemahnya
permodalan, rendahnya variasi pendanaan, dan risiko UMKM sehingga mengakibatkan
masih tingginya biaya dana dan suku bunga perbankan. Diharapkan kelemahan ini
dapat diatasi dengan sektor jasa keuangan akan diatur dan diawasi Otoritas Jasa
Keuangan (OJK). Menurut Anggito Abimanyu Dosen
Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, Yogyakarta berikut ini adalah beberapa
tantangan dari OJK.
2.11
Struktur
OJK
- Dewan Komisioner OJK
- Pelaksana Kegiatan Operasional
Struktur Dewan Komisioner terdiri atas:
- Ketua merangkap anggota;
- Wakil Ketua sebagai Ketua Komite
Etik merangkap anggota;
- Kepala Eksekutif Pengawas
Perbankan merangkap anggota;
- Kepala Eksekutif Pengawas Pasar
Modal merangkap anggota;
- Kepala Eksekutif Pengawas
Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan
Lainnya merangkap anggota;
- Ketua Dewan Audit merangkap
anggota;
- Anggota yang membidangi Edukasi
dan Perlindungan Konsumen;
- Anggota Ex-officio dari Bank
Indonesia yang merupakan anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia; dan
- Anggota Ex-officio dari
Kementerian Keuangan yang merupakan pejabat setingkat Eselon I Kementerian
Keuangan.
Pelaksana kegiatan operasional terdiri atas:
- Ketua Dewan Komisioner memimpin
bidang Manajemen Strategis I;
- Wakil Ketua Dewan Komisioner
memimpin bidang Manajemen Strategis II;
- Kepala Eksekutif Pengawas
Perbankan memimpin bidang Pengawasan Sektor Perbankan;
- Kepala Eksekutif Pengawas Pasar
Modal memimpin bidang Pengawasan Sektor Pasar Modal;
- Kepala Eksekutif Pengawas
Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan
Lainnya memimpin bidang Pengawasan Sektor IKNB;
- Ketua Dewan Audit memimpin
bidang Audit Internal dan Manajemen Risiko; dan
- Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen memimpin bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen.
Dewan Komisioner
Muliaman D. Hadad, PhD
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan
Muliaman Dharmansyah Hadad lahir di Bekasi, Jawa Barat, pada 3 April
1960. Lulusan sarjana ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada
1984 ini melanjutkan pendidikan S2-nya di John F. Kennedy School of Government,
Harvard University, Massachusetts, Amerika Serikat, pada 1990, dan memperoleh
gelar Master of Public Administration setahun kemudian. Pada 1996, Muliaman
menyandang gelar PhD dalam bidang Business and Economics, dari Monash
University, Melbourne, Australia.
Muliaman mengawali kariernya sebagai staf umum di Kantor Bank Indonesia
di Mataram sejak 1986. Pada 2003 dia diangkat sebagai Kepala Biro Stabilitas
Sistem Keuangan, dan dua tahun kemudian dia menjabat sebagai Direktur
Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan. Muliaman Dharmansyah Hadad
diangkat sebagai Deputi Gubernur Bank Indonesia sesuai Keputusan Presiden RI
No.69/P Tanggal 22 Desember 2006 dan dilantik pada 11 Januari 2007.
Muliaman juga aktif sebagai ketua Masyarakat Ekonomi Syariah Indonesia
dan menjadi pengajar di beberapa perguruan tinggi seperti menjadi dosen
Pascasarjana Universitas Indonesia dan dosen Pascasarjana Universitas Trisakti,
serta pernah menjabat Ketua Ikatan Alumni UI Fakultas Ekonomi periode
2007-2010.
Sosok Sekjen Pengurus Pusat ISEI (2003-2006 dan 2006-2009) ini dilantik
kembali untuk masa jabatan kedua Deputi Gubernur BI sesuai Keputusan Presiden
RI No.75/P Tanggal 21 Desember 2011 dan dilantik pada 29 Desember 2011. Pada 18
Juli 2012, Muliaman Dharmansyah Hadad ditetapkan sebagai Ketua Dewan Komisioner
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 67/P Tahun
2012. Ketua Fokus Group Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia
(PP-ISEI) ini dilantik pada 20 Juli 2012 oleh Ketua Mahkamah Agung untuk masa
jabatan 2012-2017.
DR. Rahmat Waluyanto, MBA
Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Sebagai Ketua Komite Etik
Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Sebagai Ketua Komite Etik
Penyandang gelar Sarjana Akuntansi dari Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta ini telah lama berkiprah di Kementerian Keuangan. Rahmat Waluyanto mengawali
karier pada 1985 sebagai staf pada Direktorat Pembinaan Badan Usaha Milik
Negara, Direktorat Jenderal Moneter Dalam Negeri, Departemen Keuangan.
Pada 2005, pria kelahiran Lampung, 3 Oktober 1956 itu diangkat sebagai
Direktur Pengelolaan Surat Utang Negara, Direktorat Jenderal Perbendaharaan,
Kementerian Keuangan dan setahun kemudian diangkat sebagai Direktur Jenderal
Pengelolaan Utang, Kementerian Keuangan hingga Juli 2012. Rahmat Waluyanto yang
juga lulusan MBA bidang Finance dari University of Denver, Colorado,
Amerika Serikat pernah menjabat sebagai Alternate Governor IMF atau Gubernur
Bank Indonesia yang menjadi Governor IMF di Washington, D.C., AS.
Pada 18 Juli 2012 silam, peraih gelar PhD dalam bidang Accounting dan
Finance dari University of Birmingham, Inggris, ini ditetapkan sebagai Anggota
Dewan Komisioner OJK berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 67/P Tahun 2012 dan
pada 20 Juli 2012 mengambil sumpahnya di hadapan Ketua Mahkamah Agung untuk
masa jabatan 2012-2017. Dan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 72/P Tahun
2012, Rahmat Waluyanto diangkat sebagai Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas
Jasa Keuangan dan Ketua Komite Etik OJK merangkap anggota.
Nelson Tampubolon, SE, MSM
Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Merangkap Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan
Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Merangkap Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan
Penyandang gelar sarjana ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas
Parahyangan, Bandung, Jawa Barat dan gelar Master of Science in Management
(MSM) di Arthur D Little Management Institute, Boston, Amerika Serikat, ini
dilahirkan di Balige, Sumatra Utara, pada Januari 1954. Nelson Tampubolon
mengawali kariernya di Kantor Pusat Bank Indonesia sebagai Staf Umum Pengawasan
Bank selama setahun mulai 1982.
Pada 1983, dia menjalani tugas belajar di New York, AS, dan pada 1988
diangkat sebagai Kepala Seksi di Bidang Pengembangan Organisasi BI. Setelah
menjalani promosi dan rotasi di beberapa direktorat, Nelson diangkat sebagai
Direktur Penelitian dan Pengaturan Perbankan pada 2002. Sejak 2005 hingga 2008,
dia menjabat sebagai Kepala Perwakilan Bank Indonesia Singapura dan selanjutnya
sebagai Direktur Direktorat Internasional pada 2008 hingga Januari 2012.
Alumnus Lembaga Pertahanan Nasional Angkatan XIII (2005) ini ditetapkan
sebagai Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 67/P Tahun 2012 pada 18 Juli 2012. Nelson Tampubolon
mengucapkan sumpah di hadapan Ketua Mahkamah Agung untuk masa jabatan
2012-2017.
Ir. Nurhaida, MBA.
Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Merangkap Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal
Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Merangkap Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal
Perempuan kelahiran Padang Panjang, Sumatra Barat, pada 27 Juni 1959 ini
meraih gelar Insinyur di Bidang Kimia Tekstil dari Institut Teknologi Tekstil
Bandung, Jawa Barat. Dia juga menuntaskan pendidikan Master of Business
Administration dari Indiana University, Bloomington, Amerika Serikat.
Nurhaida mengawali jenjang kariernya di pemerintahan setelah bergabung di
Kementerian Keuangan pada 1989. Pada 2006, dia menjabat sebagai Kepala Biro
Penilaian Keuangan Perusahaan Sektor Riil di Badan Pengawasan Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Dia diangkat sebagai Staf Ahli Menteri Keuangan
Bidang Kebijakan dan Regulasi Jasa Keuangan dan Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan dengan Keputusan Presiden Nomor 20/M Tahun 2011 Tanggal 21 Januari
2011.
Pada 18 Juli 2012 Nurhaida ditetapkan sebagai Anggota Dewan Komisioner
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 67/P Tahun
2012. Dia dilantik dan mengucapkan sumpah di hadapan Ketua Mahkamah Agung untuk
masa jabatan 2012-2017.
DR. Firdaus Djaelani, MA
Anggota Dewan Komisioner OJK Merangkap Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank
Anggota Dewan Komisioner OJK Merangkap Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank
Firdaus Djaelani mengawali karier pegawai negeri sipil sebagai staf
Departemen Keuangan pada 1981. Pria kelahiran Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta
pada 17 Desember 1954 ini pernah menjabat sebagai anggota ataupun ketua tim
pelaksana berbagai penelitian dan persiapan undang-undang seperti UU Asuransi,
UU Dana Pensiun, UU Otoritas Jasa Keuangan (OJK), UU Lembaga Penjamin Simpanan
(LPS), UU Anti-Pencucian Uang, dan masih banyak lagi.
Lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia jurusan Manajemen pada
1993 yang berpengalaman sebagai regulator maupun pelaku industri di sektor
perbankan maupun sektor keuangan non-bank (khususnya asuransi) ini diangkat
menjadi Direktur Direktorat Asuransi DJLK, Departemen Keuangan, tepatnya sejak
2000 hingga 2006. Dia pernah menjabat sebagai Direktur Penjaminan &
Manajemen Risiko LPS sejak 2005 hingga 2008. Lulusan strata 2 jurusan Ekonomi
di Ball State University, Indiana, Amerika Serikat, 1988, ini diangkat menjadi
Anggota Dewan Komisioner merangkap Kepala Eksekutif LPS pada 2008, hingga April
2012.
Penyandang gelar doktor dari Universitas Gadah Mada sejak 2012 ini juga
aktif sebagai Ketua Indonesia Senior Executive Association (ISEA), duduk dalam
kepengurusan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), dan Penasihat Masyarakat
Ekonomi Syariah sejak 2009. Sebelumnya dia pernah menjadi anggota Dewan Pakar
Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (2006-2011), Wakil Perhimpunan Masyarakat
Madani (2002-2006), dan Pengurus Badan Musyawarah Betawi (1982-1990).
Firdaus Djaelani ditetapkan sebagai Anggota Dewan Komisioner OJK
berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 67/P Tahun 2012 pada 18 Juli 2012. Dia
mengucapkan sumpah atas pelantikannya di hadapan Ketua Mahkamah Agung untuk
masa jabatan 2012-2017.
DR. Kusumaningtuti
Sandriharmy Soetiono, S.H., LLM
Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan yang Membidangi Edukasi dan Perlindungan Konsumen
Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan yang Membidangi Edukasi dan Perlindungan Konsumen
Kusumaningtuti Sandriharmy Soetiono mengawali kariernya sebagai staf di
Bagian Pemeriksaan Kredit, Urusan Perencanaan Pengawasan Kredit Bank Indonesia
sejak 1980. Perempuan kelahiran London, Inggris, pada 21 Juli 1954 ini meraih
gelar sarjana hukum dari Universitas Indonesia pada 1979 dan gelar Legum
Magister dari Washington College of Law, The American University, Amerika
Serikat, pada 1984.
Pada 2001 penyandang gelar Doktor Ilmu Hukum dari Universitas Indonesia
itu diangkat sebagai Deputi Direktur memimpin Direktorat Hukum Bank Indonesia
dan pada 2003 diangkat sebagai Direktur Direktorat Luar Negeri Bank Indonesia.
Kusumaningtuti pernah menjabat sebagai Direktur Pusat Pendidikan dan Studi
Kebanksentralan Bank Indonesia pada 2006. Setahun kemudian dia didaulat sebagai
Direktur Direktorat Sumber Daya Manusia BI. Dan pada 2010, Kusumaningtuti
diberi amanat sebagai Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia New York, AS,
selama dua tahun.
Pada 18 Juli 2012 peraih gelar Master of Law International Law dan Legal
Studies serta Phd di The American University, Washington D.C., AS, ini
ditetapkan sebagai Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 67/P Tahun 2012 dan mengucapkan sumpah di hadapan
Ketua Mahkamah Agung untuk masa jabatan 2012-2017.
Prof. Dr. Ilya Avianti,
S.E., M,Si., Ak. CPA
Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Merangkap Ketua Dewan Audit
Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Merangkap Ketua Dewan Audit
Sosok kelahiran Bandung, Jawa Barat, pada 7 Juli 1959 ini memulai karier
sebagai dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Padjajaran, Bandung, pada 1985.
Ilya Avianti juga meraih gelar Sarjana Ekonomi dan Akuntan, Magister Sains
Akuntansi, hingga Doktor Akuntansi di kampus yang sama.
Sejak 2002 Ilya Avianti tercatat aktif di Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
dan terakhir menjabat sebagai Ketua Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK)
Ikatan Akuntan Indonesia. Dia juga menjadi tenaga ahli Menteri Keuangan periode
2005-2006.
Pada 2007, Ilya menjadi tenaga ahli Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dua
tahun kemudian, posisinya beralih menjadi Pelaksana Tugas Auditor Utama
Keuangan Negara VII pada Auditorat Utama Keuangan Negara VII BPK RI merangkap
staf ahli. Setelah menjadi kandidat Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan
(OJK), Guru Besar sekaligus dosen tetap Fakultas Ekonomi Unpad ini mundur dari
jabatan yang telah didudukinya sejak 2010 tersebut.
Pada 18 Juli 2012, Ketua Dewan Konsultatif Dewan Standar Akuntansi
Keuangan dan Anggota Kehormatan Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) itu
ditetapkan sebagai Anggota Dewan Komisioner OJK berdasarkan Keputusan Presiden
Nomor 67/P Tahun 2012 dan disumpah di hadapan Ketua Mahkamah Agung untuk masa
jabatan 2012-2017.
Dr. Ir. Anny Ratnawati,
M.Sc
Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Ex-Officio Kementerian Keuangan, Wakil Menteri Keuangan Republik Indonesia
Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Ex-Officio Kementerian Keuangan, Wakil Menteri Keuangan Republik Indonesia
Anny Ratnawati mengawali kariernya sebagai pendidik sekaligus peneliti
pada Program Studi Pendidikan dan Pembangunan Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan
Manjemen, Institut Pertanian Bogor (IPB). Perempuan kelahiran DI Yogyakarta
pada 24 Februari 1962 itu meraih gelar Insinyur Agribisnis pada 1985,
menuntaskan pendidikan Master of Science pada 1989, dan mendapatkan gelar
Doktor Ekonomi Pertanian pada 1996 di kampus yang sama.
Anny pernah mendapat tugas dalam OPEC Fund for International Development
Governor for Indonesia pada 2008. Dia juga menjabat sebagai Kepala Badan
Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Departemen Keuangan (Februari 2008 - Juli
2008). Pada 2008-2010, penyandang master dan doktor bidang ekonomi makro dan
sektor finansial ini menjabat sebagai Direktur Jenderal Anggaran, Departemen
Keuangan Republik Indonesia pada 2008, dan sebagai Wakil Menteri Keuangan,
Republik Indonesia sejak Mei 2010 hingga sekarang.
Pada 18 Juli 2012, Anny Ratnawati ditetapkan sebagai Anggota Dewan
Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berdasarkan Keputusan Presiden Nomor
67/P Tahun 2012 dan mengucapkan sumpah di hadapan Ketua Mahkamah Agung untuk
masa jabatan 2012-2017.
BAB 3
Penutup
3.1 Kesimpulan
OJK sebagai lembaga pengatur dan
pengawas industri keuangan akan melakukan integrasi arah kebijakan, strategi
dari tahapan pengembangan industri keuangan. Mengingat efisiensi daya saing dan
kemanfaatan industri keuangan bagi perekonomian juga dipengaruhi oleh volume
berbagai aspek usaha di industry keuangan , maka OJK terus mendorong akselerasi
pertumbuhan melalui edukasi dan pengembangan pasar.
OJK melakukan fungsi pengaturan dan
pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sector jasa
keuangan, menerapkan model pengawasan 2 pilar dalam 1 atap yaitu pilar
prudential serta pilar business conduct, penyidikan, melakukan penunjukkan dan
penggunaan pengelola statuter.
3.2
Daftar
Pustaka
http://news.okezone.com/read/2012/03/12/457/591834/laporan-dk-ojk-akan-jadi-pertimbangan
http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Artikel+dan+Kertas+Kerja/Artikel/peran_otoritas_muslimin_anwar_070409.htm
http://nustaffsite.gunadarma.ac.id/blog/toswari/2009/06/22/peran-otoritas-jasa-keuangan-ojk-dan-bi/
http://news.okezone.com/read/2010/12/03/20/399711/mayoritas-pegawai-bi-tolak-ojk
http://robbyalexandersirait.wordpress.com/2012/03/06/sedikit-menilik-otoritas-jasa-keuangan-menurut-uu-no-21-tentang-otoritas-jasa-keuangan/
http://www.ojk.go.id
setiawan.bu@ojk.go.id
setiawanbudiutomo2012@gmail.com
Demikianlah materi tentang Makalah Otoritas Jasa Keuangan ( Ojk ) yang sempat kami berikan. semoga materi yang kami berikan dan jangan lupa juga untuk menyimak materi seputar Makalah Pernikahan yang telah kami posting sebelumnya. semoga materi yang kami berikan dapat membantu menambah wawasan anda semikian dan terimah kasih. Semoga dapat membantu menambah wawasan anda semikian dan terimah kasih.
Anda dapat mendownload Makalah diatas dalam Bentuk Document Word (.doc) melalui link berikut.
EmoticonEmoticon