Makalah Thaharah- Jika dalam postingan ini, anda kurang mengerti atau susunanya tidak teratur, anda dapat mendownload versi .doc makalah berikut :
Makalah Thaharah (Wudlu, Mandi dan Tayamum)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Manusia adalah makhluk Allah yang paling
sempurna dan dimuliakan, seperti tertera dalam surat At-Tien ayat 4 yang
artinya “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya.” Karena manusia diciptakan oleh Allah bukan sekedar untuk hidup
didunia ini kemudian meninggal tanpa pertanggung jawab, tetapi manusia
diciptakan oleh Allah hidup didunia untuk beribadah.
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka menyembahKu” (Q.S Adz-Dzaariyaat ayat 56).
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
keta’atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus” (Q.S Al-Bayyinah
ayat 5). Karena Allah Maha Mengetahui tentang kejadian manusia, maka agar
manusia terjaga hidupnya, taqwa, diberi kewajiban ibadah. Tegasnya manusia
diwajibkan beribadah, agar manusia itu mencapai taqwa.
Isi pembahasan ibadah menurut Ibnu
Abidin, membagi persoalan ibadah pada lima kitab, yakni : Sholat, Zakat,
Shiyam, Hajji, dan Jihad. Umumnya Ulama memasukan soal Thaharah pada pembahasan
ibadah. Prof.Hashbi dalam Pengantar Fiqh mengemukakan bahwa yang wajar,
pembahasan ibadah itu meliputi : Thaharah, Shalat, Jinayah, Shiyam, Zakat,
Zakat Fitrah, Hajji, Jihad, Nazar, Qurban, Dzabihah, Shaid, Aqiqah, makanan dan
minuman.[1]
Pada isi pembahasan ibadah menurut
Prof.Hashbi disebutkan yang pertama adalah pembahasan mengenai thaharah.
Thaharah bagi umat muslim adalah hal yang sangat mendasar dalam kehidupan
sehari-hari. Tetapi pada kenyataannya masih banyak umat muslim yang masih minim
pengetahuannya tentang thaharah. Untuk itu, makalah ini dapat dijadikan media
pembelajaran dalam mempelajari thaharah yang sesuai dengan kaidah-kaidah
islamiah.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan Thaharah?
2. Apa
yang dimaksud dengan Wudlu, Mandi dan Tayamum?
3. Bagaimana
tata cara Wudlu, Mandi dan Tayamum?
C.
Tujuan
Rumusan Masalah
1. Untuk
mengetahui pengertian Thaharah.
2. Mengetahui
pengertian Wudlu, Mandi dan Tayamum.
3. Menjelaskan
tata cara Wudlu, Mandi dan Tayamum.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
Pengertian
Thaharah
Ath-Thaharah,
menurut bahasa, artinya kebersihan atau bersih dari berbagai kotoran, baik yang
bersifat hissiyah (nyata), seperti najis berupa air seni dan yang
selainnya, maupun yang bersifat maknawiyah, seperti aib dan perbuatan maksiat. At-Tathir
bermakna tanzhif (membersihkan), yaitu pembersihan pada tempat yang
terkotori.[2]
Menurut
pengertian syari’at (terminologi), thaharah berarti tindakan menghilangkan
hadats dengan air atau debu yang bisa menyucikan. Juga berarti upaya
meglenyapkan najis dan kotoran. Berarti, thaharah menghilangkan sesuatu yang
ada di tubuh yang menjadi penghalang bagi pelaksanaan shalat dan ibadah
semisalnya.[3]
Ulama Fiqh
menyatakan bahwa thaharah adalah membersihkan diri dari segala hal baik hadas
maupun najis yang menghalangi seseorang untuk melakukan sholat, dengan
menggunakan air atau tanah. Menurut Al-Hanafiah thaharah adalah bersih dari
hadas dan najis. Pengertian thaharah pun dikemukakan oleh Al-Malikiyah yakni suatu
sifat yang menurut pandangan syara membolehkan orang yang mempunyai sifat itu
mengerjakan sholat dengan pakaian yang dikenakananya di tempat yang ia gunakan
untuk mengerjakan sholat, sedangkan menurut Asy-Syafi’iah adalah suatu
perbuatan yang membolehkan seseorang mengerjakan sholat seperti whudu, mandi
dan menghilangkan najis serta hilangnya hadast, najis atau semisalnya seperti
tayamum dan mandi sunah.
B. Pengertian
Wudlu
Wudlu merupakan
sebuah rangkaian ibadah bersuci untuk menghilangkan hadas kecil. Wudlu
merupakan syarat sah sholat, yang artinya seseorang dinilai tidak sah sholatnya
jika dia melakukan tanpa berwudlu.[4]
Sementara
menurut istilah fiqih, para ulama mazhab mendefinisikan wudhu menjadi beberapa
pengertian. Mazhab Al-Hanafiah mendeskripsikan Wudlu adalah membasuh
dan menyapu dengan air pada anggota badan tertentu. Al-Malikiah mendeskripsikan
Wudlu adalah thaharah dengan menggunakan air yang mencakup anggota badan
tertentu, yaitu empat anggota badan, dengan tata cara tertentu.[5]
Sedangkan Asy-Syafi’iyah mendeskripsikan Wudhu’ adalah penggunaan air pada
anggotabadan tertentu dimulai dengan niat.[6]
Serta Hambaliyah mendeskripsikan Wudhu adalah penggunaan air yang suci pada
keempat anggota tubuh yaitu wajah, kedua tangan,kepala dan kedua kaki, dengan
tata cara tertentu seusai dengan syariah, yang dilakukan secara berurutan
dengan sisa furudh.[7]
C.
Pengertian
Mandi
Mandi merupakan aktivitas mengalirkan
air pada seluruh anggota tubuh dengan niat tertentu.[8] Menurut arti syara’ mandi adalah sampainya
air yang suci keseluruh badan dengan cara tertentu.
Sedangkan
menurut ulama’ bermadzhab Sayafi’i mendefisikan mandi yaitu mengalirkan air
keseluruh badan disertai dengan niat. Adapun ulama’ bermadzhab Maliki juga
membuat suatu pengertian mandi yakni sampainya air keseluruh badan disertai dengan
proses menggosok dengan niat diperbolehkannya untuk melakukan sholat.
Adapun tujuan dari mandi itu sendiri yaitu selain kita melaksanakan suatu ‘ibadah yang berupa bersuci dari hadats besar, tapi kita juga membersihkan tubuh kita dari segala kotoran dan itu sangat dianjurkan oleh nabi seperti dalam hadist yang artinya “Kesucian adalah sebagian dari iman”.
Adapun tujuan dari mandi itu sendiri yaitu selain kita melaksanakan suatu ‘ibadah yang berupa bersuci dari hadats besar, tapi kita juga membersihkan tubuh kita dari segala kotoran dan itu sangat dianjurkan oleh nabi seperti dalam hadist yang artinya “Kesucian adalah sebagian dari iman”.
D.
Pengertian
Tayamum
Tayamum secara harfiah memiliki arti
menyengaja. Sedangkan menurut syara, tayamum adalah menempelkan debu yang suci
pada wajah dan tangan sebagai pengganti wudlu, mandi, atau membasuh anggota
tubuh dengan syarat-syarat tertentu.[9]
Di dalam Kamus
Istilah Fiqh pula mendefinisikan tayammum yaitu menyapukan debu atau tanah ke
wajah dan kedua tangan hingga kedua siku dengan beberapa syarat, yang berfungsi
sebagai pengganti wudlu atau mandi sebagai rukhsah (kemudahan) bagi mereka yang
berhalangan atau tidak dapat menggunakan air.[10]
BAB
III
ANALISIS
A.
Thaharah
Thaharah atau
bersuci, dalam hukum islam soal bersuci dan segala seluk-beluknya termasuk
bagian ilmu dan amalan yang penting, terutama karena diantara syarat-syarat
shalat telah ditetapkan bahwa seseorang yang akan mengerjakan sholat diwajibkan
suci dari hadas dan suci pula badan, pakaian, dan tempatnya dari najis.
Bersuci hukumnya
wajib, berdasar firman Allah swt dan sunnah Nabi SAW. Adapun firman Allah swt
dalam Q.S Al-Baqarah ayat 222 yang artinya “ Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” Dan
Sabda Rasulullah SAW yang artinya “Bersuci adalah separuh dari Iman.”
Thaharah menurut
bahasa artinya bersih dan suci. Menurut istilah (ahli fikih) berarti
membersihkan diri dari hadas atau najis, seperti mandi, berwudlu atau tayamum.
Thaharah sendiri secara harfiah juga memiliki arti sisa air yang telah
digunakan (musta’mal) karena berfungsi sebagai pembersih untuk bersuci.[11]
Banyak para ahli atau ulama mendefinisikan thaharah, namun dapat disimpulkan
bahwa Thaharah adalah tindakan membersihkan atau menyucikan diri dari hadast
dan najis.
Air yang dapat
digunakan untuk bersuci secara sah atau benar dikategorikan ke dalam 7 macam,
antara lain:
·
Air
hujan
·
Air
laut atau air asin
·
Air
sungai
·
Air
sumur
·
Air
sumber
·
Air
es atau salju
·
Air
embun
Ketujuh air
tersebut terbagi menjadi dua golongan, yaitu air yang turun dari langit dan air
sumber yang keluar dari bumi. Air dapat dibagi menjadi empat macam, yakni air
mutlak, air suci yang menyucikan, air suci yang tidak bisa digunakan untuk
bersuci, dan air najis (mutanajjis).[12]
Air Mutlak
adalah air yang keberadaannya suci dan dapat dipakai untuk bersuci, serta dapat
menyucikan benda lain. Atau dengan kata lain air mutlak adalah air yang
menyucikan dan tidak makruh untuk bersuci. Air mutlak ini bisa untuk
menghilangkan hadas dan najis. Contoh air mutlak adalah air hujan, air salju
dan air es, air laut, dan air zamzam.
Air suci yang
menyucikan. Jika digunakan untuk menyucikan badan hukumnya bisa berubah menjadi
makruh. Namun jika digunakan untuk menyucikan pakaian, hukumnya tidak makruh.
Air ini adalah air musyammas, yaitu
air yang panas akibat terkena sinar matahari. Hukum makruh ini menggunakan
dasar bahwa air ini berbahaya untuk kesehatan manusia. Namun, menurut Imam
Nawawi menjelaskan bahwa air panas yang akibat terkena sinar matahari, hukumnya
mutlak dan tidak makruh, kecuali air itu dalam keadaan terlalu panas atau
terlalu dingin.
Air suci yang
tidak bisa digunakan untuk bersuci, disebut air musta’mal. Air musta’mal adalah air sisa yang mengenai badan
manusia karena telah digunakan untuk wudlu dan mandi. Apabila air itu tidak
bertambah jumlahnya setelah digunakan, air itu tetap suci namun tidak bisa
digunakan untuk bersuci.
Air najis (mutanajjis) adalah air yang hukumnya
najis dan jelas tidak bisa digunakan untuk bersuci. Air yang sedikit atau
banyak yang terkena najis sehingga berubah warna dan baunya. Kalau air itu
sedikit, menjadi najis sebab bercampur dengan najis, baik berubah atau tidak.
Tetapi kalau air itu banyak, menjadi najis sebab bercampur dengan najis sampai
berubah rasa atau baunya. Yang dimaksud air yang sedikit ialah air yang kurang
dari dua kulah, dan air banyak adalah kalau sudah sampai dua kulah. Ukuran dua
kulah kurang lebih 200 liter.[13]
B. Wudlu
Wudlu, menurut
bahasa berarti baik dan bersih. Menurut istilah syara’, wudlu ialah membasuh
muka, dan kedua tangan sampai siku, mengusap sebagian kepala dan membasuh kaki
yang sidahului dengan niat dan dilakukan dengan tertib.[14]
Wudlu merupakan
sebuah rangkaian ibadah bersuci untuk menghilangkan hadas kecil. Wudlu
merupakan syarat sah sholat, yang artinya seseorang dinilai tidak sah shalatnya
jika dia melakukan tanpa berwudlu.[15]
Syarat sah wudlu ada 5 perkara, yaitu islam,tamyiz[16],
airnya suci, tidak ada halangan bathin (seperti akal tidak sehat), tidak ada
halangan dari agama (seperti sedang haid, nifas, dan lain-lain. Fardhu wudhu
meliputi enam perkara, yakni :
1.
Niat
didalam hati, yang dilakukan diawal membasuh muka, bukan sebelum membasuh muka.
Ketika membasuh muka, dalam hati niatkan berwudlu untuk menghilangkan hadas kecil,
sehingga wudlunya menjadi benar atau sah. Apabila dalam berwudlu tidak disertai
niat, wudlu itu menjadi tidak sah.
2.
Membasuh
seluruh bagian muka secara merata. Batas bagian muka dimulai dari tempat
tumbuhnya rambut kepala sampai dagu bagian bawah dan antara telinga kanan dan
telinga kiri. Hal ini berarti pada janggut yang tertutup oleh jenggot tipis
yang terlihat yang nyata kulitnya oleh orang yang diajak bicara, maka wajib
dibasuh pada bagian kulitnya, yakni tempat tumbuhnya jenggot tersebut. Wajib
membasuh satu kali dan sunnah membasuh kebanyak tiga kali.
3.
Membasuh
kedua tangan sampai dengan siku serta wajib membasuh apa saja yang ada pada
tangan seperti bulu-bulu, lipatan-lipatan, dan kotoran yang mencegah masuknya
atau meresapnya air, termasuk kotoran yang ada pada kuku.
4.
Mengusap
kepala dengan tangan yang dibasahi air. Sedang dalam mengusap kepala dapat
difahami tidak seluruh kepala, tetapi dengan mengusap sebagiannya cukup. Atau
cukup mengusap sebagian rambut sebatas kepala. Namun dalam hal ini banyak
hadist yang berbeda memberikan pengertian dalam menyapu kepala, ada yang
berpendapat hanya sebagian dan ada pula yang menyatakan seluruh bagian kepala.
Seperti Hadist yang ditakhrijkan (berasal dari kata takhrij[17])
oleh Imam Bukhari dan muslim dan Al-Mughirah bin Syu’bah yang bertentangan
dengan Hadist yang diriwayatkan oleh Al-Jam’ah dari Abdullah bin Zaid.
5.
Membasuh
kedua kaki sampai dengan mata kaki, berdasar firman Allah swt yang artinya “Dan
(basuhlah) kakimu beserta kedua mata kaki.”. Bagi umat yang memakai muzah
(sepatu) maka wajib membasuh kedua muzah dan membasuh kedua kaki. Membasuh
kedua kaki ini juga termasuk membasuh bulu bulu, jari-jari dan lipatannya,
seperti ketentuan pada membasuh tangan diatas.
6.
Tertib
atau berurutan sesuai urutan ketentuan rukun atau fardhunya wudlu yang telah
ditetapkan. Apabila seseorang lupa bahwa wudhunya tadi tertib atau tidak, maka
wudlunya harus di ulang. Demikian juga ketika seseorang sakit dan diwudlukan
oleh empat saudaranya secara bersamaan, masing-masing membasuh muka, tangan,
sebagian kepala, dan kaki. Maka yang dianggap sah dalam ketentuan tertib
berwudlu adalah yang membasuh muka.
Wudlu juga
memiliki sunnah dalam menjalankannya, diantaranya adalah :
a. Membaca
Basmallah ketika mulai berwudlu.
b. Mencuci
kedua telapak tangan sampai pergelangan terlebih dahulu sebelum memasukkan
kedua tangan kedalam air dua kulah yang akan dipergunakan untuk berwudlu.
c. Berkumur,
setelah mencuci kedua telapak tangan.
d. Memasukan
air ke hidung, juga beralasan pada amal Rasulullah SAW yang diriwayatkan
Bukhari dan muslim.
e. Mengusap
seluruh bagian kepala dengan air. Untuk yang berkerudung atau memakai surban
cukup diusap sebagian tanpa membukanya.
f. Mengusap
dua telinga, yaitu daun telinga bagian luar dan dalam dengan air yang baru
diambil, bukan dengan air bekas basuhan muka atau kepala. Caranya adalah dengan
memasukan jari telunjuk ka bagian dalam telinga. Kedua jari ini dijalankan
untuk membersihkan telinga bagian dalam dan bagian luar. Yang terakhir, kedua
telapak tangan digosok-gosokkan ke telinga sampai terasa bersih.
g. Mengusap
air ke sela-sela jenggot dengan jari diletakkan ke sela-sela jenggot. Hal ini
ditujukan untuk lebih memudahkan kulit tempat tumbuh jenggot terbasuh oleh air
ketika membasuh seluruh muka.
h. Mengusap
sela-sela jari dan membasahinya.
i.
Mendahulukan bagian
yang kanan dan mengakhirkan bagian yang kiri.
j.
Mengulang tiga kali
pada setiap anggota yang dibersihkan dan diusap.
k. Bersambung
antara membasuh anggota yang satu dan anggota yang berikutnya, dalam artian tidak
berhenti antara keduanya.
l.
Menjaga agar percikan
air itu jangan kembali ke badan.
m. Menggosok
anggota wudlu agar menjadi lebih bersih.
n. Membaca
dua kalimat syahadat dan menghadap kiblat ketika wudlu.
o. Berdoa
sesudah selesai wudlu.
p. Membaca
dua kalimat syahadat sesudah selesai wudlu.
Selain sunnah dalam menjalankan
wudlu, apa pula hal-hal yang dapat merusak wudlu atau disebut juga hal-hal yang
menyebabkan hadas kecil. Diantaranya adalah lima perkara sebagai berikut :
1)
Adanya sesuatu yang
keluar dari jalan depan (qubul) atau jalan belakang (dubur) orang yang memiliki
wudlu, yang berbentuk nyata, baik air maupun feses atau yang menyerupainya
seperti darah dan batu, atau hewan kecil dan air mani.
2)
Tidur, Kecuali tidur
itu dalam keadaan duduk di tanah atau lantai yang apabila ia terbangun masih
dalam posisi yang tetap.
3)
Hilangnya ingatan
akibat mabuk, gila, kambuhnya ayan, pingsan dan lain-lain.
4)
Seorang pria yang
menyentuh wanita yang bukan mahramnya
walaupun yang dipegangnya itu adalah mayat.
5)
Memegang farji atau
alat vital dengan telapak tangan, baik pria maupun wanita.
C.
Mandi
Mandi berarti mengguyur air ke seluruh
badan. Berdasarkan firman Allah dalam Q.S Al-Maidah ayat 6 yang artinya : “Dan
jika kamu junub maka mandilah”. Pengertian lain mengenai mandi adalah aktivitas
mengalirkan air pada seluruh tubuh dengan niat tertentu.[18] Adapun sebab-sebab yang mewajibkan mandi,
yakni :
1. Bersetubuh, berdasar Q.S
Al-Maidah ayat 6 yang artinya “Apabila kamu sekalian dalam keadaan junub maka
mandilah.” Dalam hal ini, baik keluar mani atau tidak tetap diwajibkan
mandi.(Sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Muslim).
2. Mengeluarkan mani dalam mimpi
bersetubuh (ihtilam). Yakni keluarnya sperma dari penis (laki-laki) atau vagina
(bagi perempuan), baik disertai kenikmatan yang nyata maupun yang tidak nyata,
misalnya orang mimpi basah yang mendapati kemaluannya basah namun tidak
merasakan syahwat. Kewajiban ini berdasarkan hadits narasi Abu Sa’id[19],
ia berkata : Rasulullah bersabda , yang artinya:”Sesungguhnya air (mandi wajib)
karena keluarnya air (sperma)”.
3. Selesainya haid dan nifas. Wanita yang datang
bulan atau melahirkan anak, apabila telah berhenti tidak lagi mengeluarkan
darah, maka ia wajib mandi. Adapun kewajiban mandi bagi wanita yang selesai
nifas didasarkan pada ijma’ sahabat bahwa nifas sama dengan haid.
4. Persalinan Tanpa Pendarahan.
Kalangan ulama mazhab Hanafi, mazhab Maliki, mazhab Syafi’I menyatakan
kewajiban mandi atas perempuan yang melahirkan, meskipun ia tidak melihat
adanya bercak darah. Hal ini demi sikap kehati-hatian, karena tidak mungkin
perempuan melahirkan tanpa disertai bercak darah. Sedangkan Imam Abu Yusuf,
Muhammad Asy-Syaibani (keduanya dari mazhab Hanafi), dan ulama-ulama mazhab
Hanbali berpendapat bahwa tidak dijumpai bercak darah maka tidak wajib mandi,
sebab dalam hal ini tidak ada nash maupun yang semakna dengan nash yang
menyatakan kewajiban demikian.
5. Meninggal Dunia. Para ulama
sepakat bahwa hukumnya fardhu kifayah bagi orang-orang yang hidup untuk
memandikan mayat muslim yang yang tidak dilarang untuk dimandikan.
6. Masuk islam. Jika orang kafir
masuk islam maka ia wajib mandi , sebab ketika beberapa orang sahabat masuk
islam , mereka disuruh Nabi mandi. Menurut hadis,”Dari Qais bin Asim. Ketika ia
masuk islam , Rasulullah SAW menyuruhnya mandi dengan air dan daun bidara.”
v Hal-hal yang diharamkan
bagi orang junub
Orang yang sedang dalam keadaan
junub tidak diperbolehkan dan diharamkan melakukan hal-hal sebagai berikut:
1.
Shalat
2.
Thawaf
3.
Menyentuh dan membawa
mushaf (Al-Qur’an)
4.
Membaca Al-Qur’an
5.
Berdiam diri dimasjid
v Mandi-mandi sunnah
Mandi sunnah adalah mandi yang
dilakukan orang mukallaf maka ia
mendapatkan pujian atas tindakannya , dan jika meninggalkan maka ia tidak
terkena celaan atau hukuman.
Adapun yang termasuk mandi sunnah
adalah sebagai berikut:
1. Mandi
hari jum’at
Mandi hari jum’at disunatkan bagi
orang yang bermaksud akan mengerjakan shalat jum’at, agar bau yang kurang enak
tidak mengganggu orang disekitar tempat duduknya.
2. Mandi
Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Kurban
3. Mandi
orang gila apabila ia sembuh dari gilanya, karena ada kemungkinan ia keluar
mani.
4. Mandi
tatkala hendak ihram haji atau umrah
5. Mandi
sehabis memandikan mayat.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW.
Yang artinya : “Barang siapa memandikan mayat, hendaklah ia mandi, dan barang
siapa yang membawa mayat, hendaklah ia berwudhu.” (riwayat Tirmidzi dan
dikatakan Hadits Hasan).
6. Mandi
seorang kafir setelah memeluk agama Islam, sebab ketika beberapa orang sahabat
masuk islam, Nabi menyuruh mereka untuk mandi.
v Fardu (rukun) Mandi
1. Niat.
Orang yang junub hendaklah berniat (menyengaja) menghilangkan hadas junubnya,
perempuan yang baru selesai haid atau nifas hendaklah berniat menghilangkan
hadas kotorannya.
2. Mengalirkan
air ke seluruh badan.
3. Bagi
orang yang bernajis pada bagian tubuhnya, maka wajib menghilangkan najisnya
terlebih dahulu, baru kemudian berniat mandi untuk menghilangkan hadas.
4. Membasahi
seluruh rambut dan kulit diseluruh tubuh dengan air.
v Sunah-sunah Mandi
1.
Membaca basmallah pada
permulaan mandi.
2.
Berwudhu sebelum mandi.
3.
Menggosok-gosok seluruh
badan dengan tangan.
4.
Mendahulukan yang kanan
daripada yang kiri.
5.
Berurutan.
D.
Tayamum
Apabila seseorang junub atau seseorang
akan mengerjakan sembahyang, orang tadi tidak mendapatkan air untuk mandi atau
untuk wudlu, maka sebagai ganti untuk menghilangkan hadast besar atau kecil
tadi dengan melakukan tayamum.
Tayamum menurut bahasa sama dengan Qasad
artinya menuju. Secara harfiah memiliki arti menyengaja, sedangkan menurut
syara, tayamum adalah menempelkan debu yang suci pada wajah dan tangan sebagai
pengganti wudlu, mandi, atau membasuh anggota tubuh dengan syarat-syarat
tertentu.
Sebab / Alasan Melakukan Tayamum adalah
:
·
Dalam perjalanan jauh
·
Jumlah air tidak
mencukupi karena jumlahnya sedikit
·
Telah berusaha mencari
air tapi tidak diketemukan
·
Air yang ada suhu atau
kondisinya mengundang kemudharatan.
·
Air yang ada hanya
untuk minum.
·
Air berada di tempat
yang jauh yang dapat membuat telat shalat
·
Pada sumber air yang
ada memiliki bahaya
·
Sakit dan tidak boleh
terkena air
Adapun Syarat Sah Tayamum adalah
sebagai berikut :
· Telah
masuk waktu sholat.
· Memakai
tanah berdebu yang bersih dari najis dan kotoran.
· Memenuhi
alasan atau sebab melakukan tayamum.
· Sudah
berupaya / berusaha mencari air namun tidak ketemu.
· Tidak
haid maupun nifas bagi wanita / perempuan.
· Menghilangkan
najis yang yang melekat pada tubuh
Selain Syarat sah Tayamum, ada pula Sunah
etika melaksanakan Tayamum :
·
Membaca basmalah
·
Menghadap ke arah
kiblat
·
Membaca doa ketika
selesai tayamum
·
Medulukan kanan dari
pada kiri
·
Meniup debu yang ada di
telapak tangan
·
Menggodok sela jari
setelah menyapu tangan hingga siku
Rukun Tayamum,
meliputi :
·
Niat Tayamum
·
Menyapu muka dengan
debu atau tanah.
·
Menyapu kedua tangan
dengan debu atau tanah hingga ke siku.
Hal-hal yang membatalkan tayamum, antara
lain :
1.
Segala sesuatu yang
membatalkan wudlu, berlaku pula pada tayamum.
2.
Melihat air. Bagi orang
yang bertayamum karena kesulitan mendapatkan air lalu melihat air sebelum masuk
waktu sholat maka tayamumnya batal. Apabila seorang yang bermukim bertayamum
dan sedang sholat, dan dia melihat air, sholat itu harus diulang. Namun, bila
orang itu adalah musafir, sholatnya tidak harus diulang. Apabila seorang
bertayamum karena sakit kemudian ia
melihat air, tayamumnya tidak batal dan tetap sah sholatnya.[20]
3.
Murtad, artinya
terputus Islamnya.
Bagi orang yang sakit, jika tangannya
diperban maka cukup perbannya saja yang diusap debu. Setiap bertayamum hanya
berlaku satu kali sholat fardhu, atau satu kali tawaf.
BAB
IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pengertian
Thaharah adalah tindakan
membersihkan atau menyucikan diri dari hadast dan najis. Thaharah atau Bersuci
beberapa macam-macamnya adalah wudlu, mandi, dan tayamum.
Wudlu merupakan sebuah
rangkaian ibadah bersuci untuk menghilangkan hadas kecil. Wudlu merupakan
syarat sah sholat, yang artinya seseorang dinilai tidak sah shalatnya jika dia
melakukan tanpa berwudlu. Yang didalamnya ada ketentuan atau syarat-syarat
serta rukun dan hal-hal yang merusak wudlu.
Mandi adalah aktivitas
mengalirkan air pada seluruh tubuh dengan niat tertentu. Sedangkan tayamum
adalah mengusapkan tanah ke muka dan kedua tangan sampai siku dengan beberapa
syarat. Tayamum adalah pengganti wudlu atau mandi, sebagai rukhsah (keringanan) untuk orang yang tidak dapat memakai air
karena beberapa halangan (uzur), yaitu Uzur karena sakit, karena dalam
perjalanan dan karena tidak ada air.
B.
Saran
1.
Dalam kehidupan sehari-hari tentu umat muslim tidak terlepas dari
thaharah atau bersuci yang didalamnya terdapat macam-macamnya seperti wudlu,
mandi dan tayamum, untuk itu aplikasikan ilmu sesuai dengan syariat islam, dan
tentunya menyempurnakan ibadah kita terhadap Allah swt.
2.
Dalam kehidupan tidaklah semuanya sefaham, dalam ilmu fiqh pun mengenal
beberapa mazhab yang terkenal seperti Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, Mazhab
Syafi’I dan Mazhab Hanbali. Hal ini menyebabkan beberapa perbedaan didalam
mazhabnya termasuk perbedaan dalam fiqh ibadah, namun semua itu kembali pada
diri setiap individu umat muslim mana yang dipilihnya, karena setiap mazhab
sama-sama bersumber pada Al-Qur’an dan Hadist, dan dibantu pula dengan Ijma’
dan Qiyas.
[1] Djamal Murni, Ilmu Fiqh,
Jakarta, 1983, hlm.9.
[2] Allubab Syarh al-Kitab (1/10); dan ad-Dur al-Mukhtar (1/79)
[3] kitab al-Mughni (II/12) karya Ibnu Qudamah dan kitab Taudhiihul Ahkam
min Buluughil Maraam karya Abdullah al-Basam (I/87)
[4] Yahya Marjuqi, Panduan Fiqih
Imam Syafi’i Ringkasan Kitab Fathul Qarib Al-Mujib, Jakarta, Al-Maghfirah,
2012, hlm. 7.
[5] Al-Ikhtiar jilid 1 halaman 7.
[6] Asy-Syarhushshaghir wal hasyiatu alaihi jilid 1 halaman 104.
[7] Mughni Al-Muhtaj jilid 1 halaman 47.
[8] Yahya Marjuqi, Panduan Fiqih
Imam Syafi’i Ringkasan Kitab Fathul Qarib Al-Mujib, Jakarta, Al-Maghfirah,
2012, hlm. 13.
[9] Yahya Marjuqi, Panduan Fiqih
Imam Syafi’i Ringkasan Kitab Fathul Qarib Al-Mujib, Jakarta, Al-Maghfirah,
2012, hlm. 18.
[10] M. Abd. Mujieb, Mabruri Tholhah, Syafi'iyah Am. 1997: 382-383
[11] Yahya Marjuqi, Panduan Fiqih
Imam Syafi’i Ringkasan Kitab Fathul Qarib Al-Mujib, Jakarta, Al-Maghfirah,
2012, hlm. 2.
[12] Yahya Marjuqi, Panduan Fiqih
Imam Syafi’i Ringkasan Kitab Fathul Qarib Al-Mujib, Jakarta, Al-Maghfirah,
2012, hlm. 3.
[13] Abdul Fatah Idris, abu ahmadi, Fikih
Islam Lengkap,Jakarta, Rineka Cipta, hlm.4.
[14] Ilmu Fiqh, Pembina Perguruan
Tinggi Agama Islam, 1982, hlm. 40.
[15] Yahya Marjuqi, Panduan Fiqih
Imam Syafi’i Ringkasan Kitab Fathul Qarib Al-Mujib, Jakarta, Al-Maghfirah,
2012, hlm. 7.
[16] Bisa membedakan atau sudah berakal.
[17] kata takhrij berasal dari kata kharaja-yukhariju-takhrijan yang
artinya menampakkan, mengeluarkan, menerbitkan, menyebutkan, dan menumbuhkan.
Maksudnya, menampakkan sesuatu yang tidak atau sesuatu yang masih tersembunyi.
Penampakan dan pengeluaran di sini tidak mesti berbentuk fisik, tetapi mencakup
nonfisik yang hanya memerlukan tenaga dan pikiran seperti makna kata istikhraj
yang berarti mengeluarkan hukum dari nash al-Qur’an dan hadits.
[18] Yahya Marjuqi, Panduan Fiqih
Imam Syafi’i Ringkasan Kitab Fathul Qarib Al-Mujib, Jakarta, Al-Maghfirah,
2012, hlm. 13.
[19] HR. Imam Muslim, dalam shahih Muslim, Kitab Al-Haidh, dalam bab Bayan
Anna Al-Ghusla Yajibu bi Al-Jima’
[20] Yahya Marjuqi, Panduan Fiqih
Imam Syafi’i Ringkasan Kitab Fathul Qarib Al-Mujib, Jakarta, Al-Maghfirah,
2012, hlm. 20.
Demikianlah materi tentang Makalah Thaharah yang sempat kami berikan. semoga materi yang kami berikan dan jangan lupa juga untuk menyimak Makalah Wakaf yang telah kami posting sebelumnya. semoga materi yang kami berikan dapat membantu menambah wawasan anda semikian dan terimah kasih. Semoga dapat membantu menambah wawasan anda semikian dan terimah kasih.
Anda dapat mendownload Makalah diatas dalam Bentuk Document Word (.doc) melalui link berikut.
EmoticonEmoticon