Makalah Epistemologi - Jika dalam postingan ini, anda kurang mengerti atau susunanya tidak teratur, anda dapat mendownload versi .doc makalah berikut :
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Manusia
hidup didunia tidak hanya memerlukan kebutuhan pokok saja. Akan tetapi manusia
juga memerlukan informasi untuk mengetahui keadaan di lingkungan sekitar
mereka. Dalam upaya untuk memperoleh informasi, manusia seringkali melakukan
komunikasi ataupun cara-cara lain yang bisa digunakan. Salah satu informasi
yang didapat dari komunikasi adalah pengetahuan. Pengetahuan sangat diperlukan
bagi kehidupan manusia karena dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi
kehidupan. Dalam mencari pengetahuan, tak jarang manusia harus mempelajari
Epistemologi. Epistemologi disebut juga sebagai teori pengetahuan karena
mengkaji seluruh tolok ukur ilmu-ilmu manusia, termasuk ilmu logika dan
ilmu-ilmu manusia yang bersifat gamblang, merupakan dasar dan pondasi segala
ilmu dan pengetahuan.
Sejak
semula, epistemologi merupakan salah satu bagian dari filsafat sistematik yang
paling sulit. Sebab epistemologi menjangkau permasalahan-permasalahan yang
membentang luas, sehingga tidak ada sesuatu pun yang boleh disingkirkan
darinya. Selain itu pengetahuan merupakan hal yang sangat abstrak dan jarang
dijadikan permasalahan ilmiah di dalam kehidupan sehari-hari. Pengetahuan
biasanya diandaikan begitu saja. Oleh sebab itu, perlu diketahui apa saja yang
menjadi dasar-dasar pengetahuan yang dapat digunakan manusia untuk
mengembangkan diri dalam mengikuti perkembangan informasi yang pesat.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Epistemologi
?
2. Bagaimana ruang lingkup Epistimologi ?
3. Apa saja aliran- aliran yang ada dalam
Epistemologi ?
4. Bagaimana pengaruh Epistemologi
terhadap peradaban manusia ?
1.3. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian
Epistemologi
2. Untuk mengetahui ruang lingkup
Epistemoligi
3. Untuk mengetahui aliran-aliran
yang ada dalam Epistemologi
4. Untuk mengetahui pengaruh
epistemologi bagi kehidupan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Epistemologi
Istilah “Epistemologi” berasal dari bahasa Yunani yaitu “episteme” yang berarti pengetahuan dan ‘logos” berarti perkataan, pikiran, atau
ilmu. Kata “episteme” dalam bahasa Yunani berasal dari
kata kerja epistamai, artinya menundukkan, menempatkan,
atau meletakkan. Maka, secara harafiah episteme berarti pengetahuan sebagai upaya
intelektual untuk menempatkan sesuatu dalam kedudukan setepatnya. Bagi suatu ilmu pertanyaan yang
mengenai definisi ilmu itu, jenis pengetahuannya, pembagian ruang lingkupnya,
dan kebenaran ilmiahnya, merupakan bahan-bahan pembahasan dari epistemologinya.
Epistemologi sering juga
disebut teori pengetahuan (theory of knowledge). Epistemologi lebih memfokuskan
kepada makna pengetahuan yang berhubungan dengan konsep, sumber, dan kriteria
pengetahuan, jenis pengetahuan, dan lain sebagainya.
Beberapa
ahli yang mencoba mengungkapkan definisi dari pada epistemologi adalah P.
Hardono Hadi. Menurut beliau epistemologi adalah cabang filsafat yang
mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skope pengetahuan,
pengandaian-pengandaian dan dasarnya, serta pertanggung jawaban atas pernyataan
mengenai pengetahuan yang dimiliki. Tokoh lain yang mencoba mendefinisikan
epistemoogi adalah D.W Hamlyin, beliau mengatakan bahwa epistemologi sebagai
cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan,
dasar dan pengandaian – pengandaian serta secara umum hal itu dapat
diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan.[1]
Runes
dalam kamusnya menjelaskan bahwa epistemology
is the branch of philosophy which investigates the origin, stukture, methods
and validity of knowledge. Itulah sebabnya kita sering menyebutnya dengan
istilah epistemologi untuk pertama kalinya muncul dan digunakan oleh J.F
Ferrier pada tahun 1854 (Runes, 1971-1994).[2]
2.2. Ruang Lingkup Epistemologi
M. Arifin merinci ruang lingkup epistemologi, meliputi hakekat, sumber
dan validitas pengetahuan. Mudlor Achmad merinci menjadi enam aspek, yaitu
hakikat, unsur, macam, tumpuan, batas, dan sasaran pengetahuan. Bahkan, A.M
Saefuddin menyebutkan, bahwa epistemologi mencakup pertanyaan yang harus
dijawab, apakah ilmu itu, dari mana asalnya, apa sumbernya, apa hakikatnya,
bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar, apa kebenaran itu, mungkinkah
kita mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita ketahui, dan sampai
dimanakah batasannya. Semua pertanyaan itu dapat diringkat menjadi dua masalah
pokok ; masalah sumber ilmu dan masalah benarnya ilmu. Mengingat epistemologi mencakup aspek
yang begitu luas, sampai Gallagher secara ekstrem menarik kesimpulan, bahwa
epistemologi sama luasnya dengan filsafat. Usaha menyelidiki dan mengungkapkan
kenyataan selalu seiring dengan usaha untuk menentukan apa yang diketahui
dibidang tertentu.
Dalam pembahasa-pembahsan epistemologi, ternyata hanya aspek-aspek
tertentu yang mendapat perhatian besar dari para filosof, sehingga mengesankan
bahwa seolah-olah wilayah pembahasan epistemologi hanya terbatas pada
aspek-aspek tertentu. Sedangkan aspek-aspek lain yang jumlahnya lebih banyak
cenderung diabaikan.
M. Amin Abdullah menilai, bahwa seringkali kajian epistemologi lebih
banyak terbatas pada dataran konsepsi asal-usul atau sumber ilmu pengetahuan
secara konseptual-filosofis. Sedangkan Paul Suparno menilai epistemologi banyak
membicarakan mengenai apa yang membentuk pengetahuan ilmiah. Sementara itu,
aspek-aspek lainnya justru diabaikan dalam pembahasan epistemologi, atau
setidak-tidaknya kurang mendapat perhatian yang layak.
Namun, penyederhanaan makna epistemologi itu berfungsi memudahkan
pemahaman seseorang, terutama pada tahap pemula untuk mengenali sistematika
filsafat, khususnya bidang epistemologi. Hanya saja, jika dia ingin mendalami
dan menajamkan pemahaman epistemologi, tentunya tidak bisa hanya memegangi
makna epistemologi sebatas metode pengetahuan, akan tetapi epistemologi dapat
menyentuh pembahasan yang amat luas, yaitu komponen-komponen yang terkait
langsung dengan “bangunan” pengetahuan.[3]
2.3. Aliran-Aliran Epistemologi
Ada beberapa
aliran yang berbicara tentang ini, diantaranya :
1. Empirisme
Kata empiris
berasal dari kata yunani empieriskos yang
berasal dari kata empiria, yang artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia
memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya. Dan bila dikembalikan kepada kata
yunaninya, pengalaman yang dimaksud ialah pengalaman inderawi. Manusia tahu es
dingin karena manusia menyentuhnya, gula manis karena manusia mencicipinya.
John locke
(1632-1704) bapak aliran ini pada zaman modern mengemukakan teoritabula rusa yang secara bahasa berarti meja
lilin. Maksudnya ialah bahwa manusia itu pada mulanya kosong dari pengetahuan,
lantas pengalamannya mengisi jiwa yang kosong itu, lantas ia memiliki
pengetahuan. Mula- mula tangkapan indera yang masuk itu sederhana, lama-lama
sulit, lalu tersusunlah pengetahuan berarti.berarti, bagaimanapun kompleks
(sulit)-nya pengetahuan manusia, ia selalu dapat dicari ujungnya pada
pengalaman indera. Sesuatu yang tidak dapat diamati dengan indera bukan
pengetahuan yang benar. Jadi, pengalaman
indera itulah sumber pengetahuan yang benar.
Karena itulah metode
penelitian yang menjadi tumpuan aliran ini adalah metode eksperimen.
Kesimpulannya bahwa aliran empirisme lemah karena keterbatasan indera manusia.
Misalnya benda yang jauh kelihatan kecil, sebenarnya benda itu kecil ketika
dilihat dari jauh sedangkan kalau dilihat dari dekat benda itu besar.
2. Rasionalisme
Secara
singkat aliran ini menyatakan bahwa akal
adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan
yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia, menurut aliran ini,
menmperoleh pengetahuan melalui kegiatan akal menangkap objek. Bapak aliran ini
adalah Descartes (1596-1650). Descartes seorang filosof yang tidak puas dengan
filsafat scholastic yang pandangannya bertentangan, dan tidak ada kepastian
disebabkan oleh kurangnya metode berpikir yang tepat. Dan ia juga mengemukakan
metode baru, yaitu metode keragu-raguan. Jika orang ragu terhadap segala
sesuatu, dalam keragu-raguan itu jelas ia sedang berpikir. Sebab, yang sedang
berpikir itu tentu ada dan jelas ia sedang erang menderang. Cogito Ergo Sun (saya berpikir, maka saya ada).
Rasio merupakan sumber kebenaran. Hanya rasio sajalah yang dapat membawa orang
kepada kebenaran. Yang benar hanya tindakal akal yang terang benderang yang
disebut Ideas Claires el
Distictes (pikiran yang
terang benderang dan terpilah-pilah). Idea terang benderang inilah pemberian
tuhan seorang dilahirkan ( idea innatae = ide bawaan). Sebagai pemberian tuhan,
maka tak mungkin tak benar. Karena rasio saja yang dianggap sebagai sumber
kebenaran, aliran ini disebut rasionlisme. Aliran rasionalisme ada dua macam ,
yaitu dalam bidang agama dan dalam bidang filsafat. Dalam bidang agama , aliran
rasionalisme adalah lawan dari otoritas dan biasanya digunakan untuk
mengkritik ajran agama. Adapun dalam bidang filsafat, rasionalisme adalah
lawan dari empirisme dan sering berguna dalam menyusun teori pengetahuan .
3. Positivisme
Tokoh
aliaran ini adalah august compte (1798-1857). Ia menganut paham empirisme. Ia
berpendapat bahwa indera itu sangat penting dalam memperoleh pengetahuan.
Tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen.
Kekeliruan indera akan dapat dikoreksi lewat eksperimen. Eksperimen memerlukan
ukuran-ukuran yang jelas. Misalnya untuk mengukur jarak kita harus menggunakan
alat ukur misalnya meteran, untuk mengukur berat menggunakan neraca atau
timbangan misalnya kiloan . Dan dari itulah kemajuan sains benar benar dimulai.
Kebenaran diperoleh dengan akal dan didukung oleh bukti empirisnya. Dan alat
bantu itulah bagian dari aliran positivisme. Jadi, pada dasarnya positivisme
bukanlah suatu aliran yang dapat berdiri sendiri. Aliran ini menyempurnakan
empirisme dan rasionalisme.
4. Intuisionisme
Henri Bergson
(1859-1941) adalah tokoh aliran ini. Ia menganggap tidak hanya indera yang
terbatasa, akal juga terbatas. Objek yang selalu berubah, demikian bargson.
Jadi, pengetahuan kita tentangnya tidak pernah tetap. Intelektual atau akal
juga terbatas. Akal hanya dapat memahami suatu objek bila ia mengonsentrasikan
dirinya pada objek itu, jadi dalam hal itu manusia tidak mengetahui keseluruhan
(unique), tidak dapat memahami sifat-sifat yang tetap pada objek. Misalnya
manusia menpunyai pemikiran yang berbeda-beda. Dengan menyadari kekurangan dari
indera dan akal maka bergson mengembangkan satu kemampuan tingkat tinggi yang
dimiliki manusia, yaitu intuisi.[4]
5. Kritisme
Aliran
ini muncul pada abad ke-18 suatu zaman baru dimana seseorang ahli pemikir yang
cerdas mencoba menyelesaikan pertentangan antara rasionalisme dengan empirisme.
Seorang ahli pikir jerman Immanuel Kant (1724-18004) mencoba menyelesaikan
persoalan diatas, pada awalnya, kant mengikuti rasionalisme tetapi terpengaruh
oleh aliran empirisme. Akhirnya kant mengakui peranan akal harus dan keharusan
empiris, kemudian dicoba mengadakan sintesis. Walaupun semua pengetahuan
bersumber pada akal (rasionalisme), tetapi adanya pengertian timbul dari
pengalaman (empirime).
Jadi,
metode berpikirnya disebut metode kiritis. Walaupun ia mendasarkan diri dari
nilai yang tinggi dari akal, tetapi ia tidak mengingkari bahwa adanya
persoalan-persoalan yang melampaui akal.[5]
6. Idealisme
Idealisme
adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat
dipahami dalam kaitan dengan jiwa dan roh. Istilah idealisme diambil dari kata idea yaitu suatu yang hadir dalam jiwa.
Pandangan ini dimiliki oleh plato dan pada filsafat modern.
Idealisme
mempunyai argumen epistemologi tersendiri. Oleh karena itu, tokoh-tokoh teisme
yang mengajarkan bahwa materi tergantung pada spirit tidak disebut idealisme
karena mereka tidak menggunakan argumen epistemologi yang digunakan oleh
idealisme. Idealisme secara umum berhubungan dengan rasionalisme. Ini adalah
mazhab epistemologi yang mengajarkan bahwa pengetahuan apriori atau
deduktifdapat diperoleh dari manusia denganakalnya[6]
2.4. Pengaruh
Epistemologi
Secara global epistemologi berpengaruh terhadap peradaban manusia. Suatu
peradaban, sudah tentu dibentuk oleh teori pengetahuannya. Epistemologi
mengatur semua aspek studi manusia, dari filsafat dan ilmu murni sampai ilmu
sosial. Epistemologi dari masyarakatlah yang memberikan kesatuan dan koherensi
pada tubuh, ilmu-ilmu mereka itu suatu kesatuan yang merupakan hasil pengamatan
kritis dari ilmu-ilmu dipandang dari keyakinan, kepercayaan dan sistem nilai
mereka. Epistemologilah yang menentukan kemajuan sains dan teknologi. Wujud
sains dan teknologi yang maju disuatu negara, karena didukung oleh penguasaan
dan bahkan pengembangan epistemologi. Tidak ada bangsa yang pandai merekayasa
fenomena alam, sehingga kemajuan sains dan teknologi tanpa didukung oleh
kemajuan epistemologi. Epistemologi menjadi modal dasar dan alat yang strategis
dalam merekayasa pengembangan-pengembangan alam menjadi sebuah produk sains
yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Demikian halnya yang terjadi pada
teknologi. Meskipun teknologi sebagai penerapan sains, tetapi jika dilacak
lebih jauh lagi ternyata teknologi sebagai akibat dari pemanfaatan dan
pengembangan epistemologi.
Epistemologi senantiasa
mendorong manusia untuk selalu berfikir dan berkreasi menemukan dan menciptakan
sesuatu yang baru. Semua bentuk teknologi yang canggih adalah hasil
pemikiran-pemikiran secara epistemologis, yaitu pemikiran dan perenungan yang
berkisar tentang bagaimana cara mewujudkan sesuatu, perangkat-perangkat apa
yang harus disediakan untuk mewujudkan sesuatu itu, dan sebagainya.[7]
Filsafat Ilmu (Epistemologi)
EPISTEMOLOGI
1. PENGERTIAN EPISTEMOLOGI
Istilah
epistemologi didalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah “Theory of
knowledge”. Epistemologi berasal dari kata “episteme” dan “logos”. Episteme
berarti pengetahuan dan logos berarti teori. Ada beberapa pengertian
epistemologi yang diungkapkan para ahli yang dapat dijadikan pijakan untuk
memahami apa sebenarnya epistemologi itu.
Epistemologi juga disebut teori
pengetahuan (theory of knowledge). Istilah epistemologi berasal dari kata
Yunani episteme berarti pengetahuan, dan logos berarti teori.
Menurut
Musa Asy’arie, epistemologi adalah cabang filsafat yang membicarakan mengenai
hakikat ilmu, dan ilmu sebagai proses adalah usaha yang sistematik dan metodik
untuk menemukan prinsip kebenaran yang terdapat pada suatu obyek kajian ilmu.
Menurut
Dagobert D.Runes epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas sumber,
struktur, metode-metode dan validitas pengetahuan. Sementara itu, Azyumardi
Azra menambahkan, bahwa epistemologi sebagai “ilmu yang membahas tentang
keaslian, pengertian, struktur, metode dan validitas ilmu pengetahuan”.
Jadi,
Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal
mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya (validitasnya) pengetahuan.
2.
OBJEK DAN TUJUAN ESTIMOLOGI
Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, tidak jarang pemahaman objek disamakan
dengan tujuan, sehingga pengertiannya menjadi rancu bahkan kabur. Jika diamati
secara cermat, sebenarnya objek tidak sama dengan tujuan. Objek sama dengan
sasaran, sedang tujuan hampir sama dengan harapan. Meskipun berbeda, tetapi
objek dan tujuan memiliki hubungan yang berkesinambungan, sebab objeklah yang
mengantarkan tercapainya tujuan
Objek
epistemologi ini menurut Jujun S.Suriasumatri berupa “segenap proses yang
terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan.” Proses untuk
memperoleh pengetahuan inilah yang menjadi sasaran teori pengetahuan dan
sekaligus berfungsi mengantarkan tercapainya tujuan, sebab sasaran itu
merupakan suatu tahap pengantara yang harus dilalui dalam mewujudkan tujuan. Tanpa suatu sasaran,
mustahil tujuan bisa terealisir, sebaliknya tanpa suatu tujuan, maka sasaran
menjadi tidak terarah sama sekali.
Jacques
Martain mengatakan: “Tujuan epistemologi bukanlah hal yang utama untuk menjawab
pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi untuk menemukan syarat-syarat yang
memungkinkan saya dapat tahu”. Hal ini menunjukkan, bahwa epistemologi bukan
untuk memperoleh pengetahuan kendatipun keadaan ini tak bisa dihindari, akan
tetapi yang menjadi pusat perhatian dari tujuan epistemologi adalah lebih
penting dari itu, yaitu ingin memiliki potensi untuk memperoleh pengetahuan.
3.
LANDASAN EPISTEMOLOGI
Landasan
epistemologi ilmu disebut metode ilmiah; yaitu cara yang dilakukan ilmu dalam
menyusun pengetahuan yang benar. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam
mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi, ilmu pengetahuan merupakan
pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan disebut
ilmiah, sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus
memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu
pengetahuan bisa disebut ilmu yang tercantum dalam metode ilmiah. Dengan
demikian, metode ilmiah merupakan penentu layak tidaknya pengetahuan menjadi
ilmu, sehingga memiliki fungsi yang sangat penting dalam bangunan ilmu
pengetahuan. Metode ilmiah telah dijadikan pedoman dalam menyusun, membangun
dan mengembangkan pengetahuan ilmu.
Menurut
Burhanudin Salam Metode ilmiah dapat dideskripsikan dalam langkah-langkah sebagai berikut :
(1)
Penemuan
atau Penentuan masalah. Di sini secara
sadar kita menetapkan masalah yang akan kita telaah denga ruang lingkup dan
batas-batasanya. Ruang lingkup permasalahan ini harus jelas. Demikian juga
batasan-batasannya, sebab tanpa kejelasan ini kita akan mengalami kesukaran
dalam melangkah kepada kegiatan berikutnya, yakni perumusan kerangka masalah;
(2)
Perumusan
Kerangka Masalah merupakan
usaha untuk mendeskrisipakn masalah dengan lebih jelas. Pada langkah ini kita mengidentifikasikan
faktor-faktor yang terlibat dalam masalah tersebut. Faktor-faktor tersebut
membentuk suatu masalah yang berwujud gejala yang sedang kita telaah.
(3) Pengajuan hipotesis merupakan usaha kita untuk
memberikan penjelasan sementara menge-nai hubungan sebab-akibat yang mengikat
faktor-faktor yang membentuk kerangka masalah tersebut di atas. Hipotesis ini
pada hakekatnya merupakan hasil suatu penalaran induktif deduktif dengan
mempergunakan pengetahuan yang sudah kita ketahui kebenarannya.
(4)
Hipotesis
dari Deduksi merupakan
merupakan langkah perantara dalam usaha kita untuk menguji hipotesis yang
diajukan. Secara deduktif kita menjabarkan konsekuensinya secara empiris.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa deduksi hipotesis merupakan identifikasi
fakta-fakta apa saja yang dapat kita lihat dalam dunia fisik yang nyata, dalam
hubungannya dengan hipotesis yang kita ajukan.
(5) Pembuktian hipotesis merupakan usaha untuk
megunpulkan fakta-fakta sebagaimana telah disebutkan di atas. Kalau fakta-fakta
tersebut memag ada dalam dunia empiris kita, maka dinyatakan bahwa hipotesis
itu telah terbukti, sebab didukung oleh fakta-fakta yang nyata. Dalam hal
hipotesis itu tidak terbukti, maka hipotesis itu ditolak kebenarannya dan kita
kembali mengajukan hipotesis yang lain, sampai kita menemukan hipotesis
tertentu yang didukung oleh fakta.
(6)
Penerimaan Hipotesis menjadi teori Ilmiah hipotesis yang
telah terbukti kebenarannya dianggap merupakan pengetahuan baru dan diterima
sebagai bagain dari ilmu. Atau dengan kata lain hipotesis tersebut sekarang
dapat kita anggap sebagai (bagian dari) suatu teori ilmiah dapat diartikan
sebagai suatu penjelasan teoritis megnenai suatu gejala tertentu. Pengetahuan ini
dapat kita gunakan untuk penelaahan selanjutnya, yakni sebagai premis dalam
usaha kita untuk menjelaskan berbagai gejala yang lainnya. Dengan demikian maka
proses kegiatan ilmiah mulai berputar lagi dalam suatu daur sebagaimana yang
telah ditempuh dalam rangka mendapakan teori ilmiah tersebut.
3.1.
Beberapa Jenis Metode Ilmiah
Menurut
Burhanudin Salam beberapa jenis metode ilmiah yaitu :
1.
Observasi
Beberapa
ilmu seperti astronomi dan botani telah dikembangkan secara cermat dengan
metode observasi. Didalam metode observasi melingkupi pengamatan indrawi
seperti : melihat, mendengar, menyentuh, meraba.
2.
Trial and Error
Teknik yang diperoleh karena mengulang-ulang pekerjaan baik metode, teknik,
materi, parameter-parameter sampai akhirnya menemukan sesuatu, memerlukan waktu
yang lama dan biaya yang tinggi.
3.
Metode eksperimen
Kegiatan ekperimen adalah berdasarkan pada prinsip metode penemuan sebab akibat
dan pengajuan hipotesis. Peranan metode ini adalah hanya untuk membedakan satu
faktor atau kondisi pada suatu waktu, sedangkan faktor-faktor lainnya
diusahakan tidak berubah atau tetap.
4.
Metode Statistik
Istilah statistik berarti pengetahuan tentang mengumpulkan, menganalisis dan
menggolongkan data sebagai dasar induksi. Metode statistik telah ada sejak
lama, yaitu untuk membantu pemimpin dan penguasa mengumpulkan data tentang
penduduk, kematian, kesehatan dan perpajakan. Metode statistik ini telah
berkembang dan lebih menarik minat lagi, sehingga metode statistik dipakai
dalam kehidupan sehari-hari misalnya perdagangan, peredaran uang dan lain
sebagainya. Statistik memungkinkan kita untuk menjelaskan sebab dan akibat dan
pengaruhnya, melukiskan tipe-tipe dari fenomena-fenomena dan kita dapat membuat
perbandingan-perbandingan dengan mempergunakan tabel-tabel dan grafik.
Statistik juga dapat meramalkan kejadian-kejadian yang akan datang dengan
tingkat ketepatan yang tinggi.
5.
Metode Sampling
Terjadinya sampling, yaitu apabila kita mengambil beberapa anggota atau
bilangan tertentu dari suatu kelas atau kelompok sebagai wakil dari keseluruhan
kelompok tersebut dapat mewakli secara keseluruhan atau tidak. Seandainya bahan
yang akan kita uji itu menunjukkan kesamaan jenisnya melalui sebuah sampel
dapatlah diperoleh hasil dengan ketepatan yang tinggi.
6.
Metode Berpikir Reflective
Metode reflective thinking pada umumnya melalui enam tahap, yaitu :
a. Adanya kesadaran kepada sesuatu masalah
b. Data yang diperoleh dan relevan yang harus dikumpulkan
c. Data yang terorganisasi
d. Formulasi Hipotesis
e. Deduksi Hipotesis
f. Deduksi harus berasal dari hipotesis
g. Pembuktian kebenaran verifikasi
3.2.
Teori-Teori Kebenaran
Menurut
Endang Saifuddin Anshari (dalam H. Mumuh M. Zakaria, 2008) Teori kebenaran
dapat ditentukan dengan :
1. Teori
Koherensi/Konsistensi (The Consistence/Coherence Theory of Truth) :
a. Kebenaran ialah
kesesuaian antara suatu pernyataan dengan pernyataan-pernyataan lainnya yang
sudah lebih lebih dahulu diketahui, diterima dan diakui sebagai benar.
b. Suatu putusan
dianggap benar apabila mendapat penyaksian (pembenaran) oleh putusan-putusan
lainnya yang terdahulu yang sudah diketahui,diterima dan diakui benarnya.
Contoh:
“Semua manusia akan mati. Si Polan adalah seorang manusia.Si Polan pasti akan
mati.” “Sukarno adalah ayahanda Megawati. Sukarno mempunyai puteri. Megawati
adalah puteri Sukarno”.
Teori
ini dianut oleh mazhab idealisme. Penggagas teori ini adalah Plato (427-347 S.M.)
dan Aristoteles (384-322 S.M.), selanjutnya dikembangkan oleh Hegel dan F.H.
Bradley (1864-1924).
2. Teori Korespondensi
(The Correspondence Theory of Thruth):
Kebenaran
adalah kesesuaian antara pernya-taan tentang sesuatu dengan kenyataan sesu-atu
itu sendiri.
Contoh:
“Ibu kota Republik Indonesia adalah Jakarta”.
Teori
ini digagas oleh Aristoteles (384-322 S.M.), selanjutnya dikembangkan oleh
Bertrand Russel (1872-1970). Penganut teori ini adalah mazhab realisme dan
materialisme.
3.
Teori Pragmatis (The Pragmatic Theory of Truth):
“Kebenaran
suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat
fungsional dalam kehidupan praktis”; dengan kata lain, “suatu pernyataan adalah
benar jika pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia”.
Kata kunci teori ini adalah: kegunaan (utility), dapat dikerjakan
(workability), akibat atau pengaruhnya yang memuaskan (satisfactory
consequencies).
Pencetus
teori ini adalah Charles S. Pierce (1839-1914) dan William James.
Kritik: betapa kabur dan samarnya pengertian berguna (usefull) itu.
Kritik: betapa kabur dan samarnya pengertian berguna (usefull) itu.
4.
RUANG LINGKUP EPISTEMOLOGI
M.
Arifin merinci ruang lingkup epistemologi, meliputi hakekat, sumber dan
validitas pengetahuan. Mudlor Achmad merinci menjadi enam aspek, yaitu hakikat,
unsur, macam, tumpuan, batas, dan sasaran pengetahuan. Bahkan, A.M Saefuddin
menyebutkan, bahwa epistemologi mencakup pertanyaan yang harus dijawab, apakah
ilmu itu, dari mana asalnya, apa sumbernya, apa hakikatnya, bagaimana membangun
ilmu yang tepat dan benar, apa kebenaran itu, mungkinkah kita mencapai ilmu
yang benar, apa yang dapat kita ketahui, dan sampai dimanakah batasannya. Semua
pertanyaan itu dapat diringkat menjadi dua masalah pokok ; masalah sumber ilmu
dan masalah benarnya ilmu.
Mengingat
epistemologi mencakup aspek yang begitu luas, sampai Gallagher secara ekstrem
menarik kesimpulan, bahwa epistemologi sama luasnya dengan filsafat. Usaha
menyelidiki dan mengungkapkan kenyataan selalu seiring dengan usaha untuk
menentukan apa yang diketahui dibidang tertentu.
Dalam
pembahasa-pembahsan epistemologi, ternyata hanya aspek-aspek tertentu yang
mendapat perhatian besar dari para filosof, sehingga mengesankan bahwa
seolah-olah wilayah pembahasan epistemologi hanya terbatas pada aspek-aspek
tertentu. Sedangkan aspek-aspek lain yang jumlahnya lebih banyak cenderung
diabaikan.
M.
Amin Abdullah menilai, bahwa seringkali kajian epistemologi lebih banyak
terbatas pada dataran konsepsi asal-usul atau sumber ilmu pengetahuan secara
konseptual-filosofis. Sedangkan Paul Suparno menilai epistemologi banyak
membicarakan mengenai apa yang membentuk pengetahuan ilmiah. Sementara itu,
aspek-aspek lainnya justru diabaikan dalam pembahasan epistemologi, atau
setidak-tidaknya kurang mendapat perhatian yang layak.
Namun,
penyederhanaan makna epistemologi itu berfungsi memudahkan pemahaman seseorang,
terutama pada tahap pemula untuk mengenali sistematika filsafat, khususnya
bidang epistemologi. Hanya saja, jika dia ingin mendalami dan menajamkan
pemahaman epistemologi, tentunya tidak bisa hanya memegangi makna epistemologi
sebatas metode pengetahuan, akan tetapi epistemologi dapat menyentuh pembahasan
yang amat luas, yaitu komponen-komponen yang terkait langsung dengan “bangunan”
pengetahuan.
5.
EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN
Epistemologi diperlukan
dalam pendidikan antara lain salah satunya dalam hubungannya dengan penyusunan
dasar kurikulum. Pengetahuan apa yang harus diberikan pada anak didik,
diajarkan di sekolah dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan dan cara menyempaikannya
seperti apa? Semua itu adalah epistemologinya pendidikan. Lahirnya KBK
(Kurikulum Berbasis Kompetensi) adalah salah satu usaha baik dari pemerintah
untuk memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. Baik dari segi kognitif,
afektif, dan psikomotor.
Melihat kondisi ini,
dilihat dari sudut epistemologi adalah seharusnya pengetahuan apa yang harus
diberikan kepada anak didik?. Hal ini tentu terkait dengan pengetahuan
kita akan kebutuhan yang diperlukan anak didik. Harus mengetahui dan memahami
berbagai kemampuan atau kelebihan atau kecerdasan yang dimiliki anak. tidak
bisa semua siswa diberlakukan sama.
Bagaimana cara memperoleh
pengetahuan? Pada dunia pendidikan cara
memperoleh pengetahuan yang sesuai dengan kebutuhan justru pada sekolah-sekolah
swasta yang pada dasarnya tidak ingin tergantung pada kapitalisme semata.
Mereka mendidik anak-anak dengan mengembangkanpotensi yang ada dengan harapan
anak-anak bisa berkembangan secara maksimal. Cara tradisional, guru dianggap
sebagai pusat segala-galanya. Guru yang paling pandai dan gudang ilmu. Siswa
adalah penerima. Cara model sekarang, banyak diantaranya mengembangkan metode active learning untuk memacu kreativitas
dan daya inisiatif siswa. Guru hanya sebagai fasiltator saja. Guru mengarahkan
siswa. Siswa dapat memperolehnya melalui diskusi, problem based learning(PBL), pergi ke
perpustakaan, belajar dengan e-learning (internet), membaca dan sebagainya.
Cara-cara seperti ini akan memacu potensi siswa daripada siswa diperlakukan
hanya sebagai objek yag pasif saja.
Bagaimana cara
menyampaikannya?. Pertanyaan ini terkait dengan kompetensi guru serta
metode atau gaya pengajaran yang mereka terapkan. Cara penyampaian cukup
mempengaruhi motivasi siswa dalam belajar. Salah satu contoh SD Kreatif. SD ini
memberikan pengajaran yang unik. Kadang guru memberikan pendidikan dengan
outbound, dengan bentuk dongeng atau cerita, atau dengan memberikan pesan moral
dan mengajak untuk berpikir rasional.
6. EPISTEMOLOGI MATEMATIKA
Kajian epistemologi
matematika adalah sekelompok pertanyaan mengenai apakah matematika itu
(pertanyaan yang diperbincangkan oleh para ahli matematika selama lebih
daripada 2000 tahun), termasuk jenis pengetahuan apa (pengetahuan empirik
ataukah pengetahuan pra-pengalaman), bagaimana ciri-cirinya (deduktif, abstrak,
hipotesis, eksak, simbolik, universal, rasional, dan kemungkinan ciri lainnya),
serta lingkupan dan pembagian pengetahuan matematika (matematika murni dan
matematik terapan serta berbagai cabang matematika yang lain). Demikian
pula persoalan tentang kebenaran matematika seperti misalnya sifat alaminya dan
macamnya. Jadi, matematika jika ditinjau dari aspek epistemologi, matematika
mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran
secara kuantitatif.
Problem
dasar pendidikan matematika kita di Indonesia adalah siswa atau mahasiswa tidak
dibiasakan untuk menginterpretasikan sebuah persoalan. Padahal, matematika itu
adalah interpretasi manusia terhadap fenomena alam. Dampaknya, siswa bahkan
mahasiswa, pandai mengerjakan soal, tetapi tidak bisa memberikan makna dari
soal itu. Matematika hanya diartikan sebagai sebuah persoalan hitung-hitungan
yang siap untuk diselesaikan atau dicari jawabannya. Ini akibat tidak
diajarkannya filsafat atau latar belakang ilmu matematika.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pengetahuan dapat
diperoleh melalui beberapa hal yaitu:
1. Pengetahuan diperoleh dari akal,
yakni pengetahuan yang didapatkan melalui proses berpikir yang logis sehingga
dapat diterima oleh akal. Dari sini memunculkan aliran rasionalisme.
2. Pengetahuan diperoleh dari
pengalaman, yakni pengetahuan baru muncul ketika indera manusia menimba pengalaman dengan
cara melihat dan mengamati berbagai kejadian dalam kehidupan, jadi ketika
manusia lahir benar-benar dalam keadaan yang bersih dan suci dari apapun.
Aliran yang mempunyai paham ini adalah aliran empirisme.
3. Pengetahuan diperoleh dari intuisi,
yakni pengetahuan yang bersifat personal, dan hanya orang-orang tertentu yang
mendapatkan pengetahuan ini.
3.2. Saran
Manusia dalam berbuat
tentunya terdapat kesalahan yang sifatnya tersilap dari yang telah ditetapkan
atau seharusnya. Apalagi dalam kegiatan menyusun makalah ini. Untuk itu,
penulis harapkan dari pembaca, mohon kritik dan sarannya guna perbaikkan penyusunan selanjutnya.
[1] http://darul-ulum.blogspot.com/2008/05/dasar-dasar-pengetahuan.html
[2] Ahmad tafsir, 2009. filsafat umum akal dan hati sejak thales sampai capra. Remaja Rosdakarya,
Bandung.hal 23
[3] http://barabbasayin.blogspot.com/2013/07/pengertian-dan-ruang-lingkup.html
[4] Ahmad Tafsir,2009. Filsafat umum
akal dan hati sejak thales
sampai
capra.Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. Hal 24-28
[5]Achmadi,asmoro,2012. Filsafat umum. PT. Raja grafindo
persada, jakarta. Hal 118-119
[6] Hakim, M.A. dan Drs. Bani Ahmad Saebani, M.Si. 2008. filsafat umum dari metologi sampai
teofilosofi. Pustaka Setia,
Bandung. Hal 206
[7] http://ebookcollage.blogspot.com/2013/06/pengaruh-epistemologi.html
MOH NURUL ARIFIN
Hakikat Epistimologi Dalam Kajian Filsafat
Ilmu
Eureka Pendidikan.
Salah satu bagian yang paling penting dari ilmu pengethaunan adalah kajian
epistimologi mengani keberadaan suatu ilmu. Kajian mengenai epistemologi
bersangkutan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang pengetahuan. Dalam pembahasan filsafat ilmu, epistemologi dikenal sebagai sub sistem dari filsafat. Epistemologi
adalah teori pengetahuan, yaitu membahas tentang bagaimana cara mendapatkan
pengetahuan dari objek yang ingin dipikirkan.
Keterkaitan antara ontologi, epistemologi, dan aksiologi—seperti juga lazimnya keterkaitan masing-masing sub sistem dalam suatu sistem--membuktikan betapa sulit untuk menyatakan yang satu lebih pentng dari yang lain, sebab ketiga-tiganya memiliki fungsi sendiri-sendiri yang berurutan dalam mekanisme pemikiran. Ketika kita membicarakan epistemologi, berarti kita sedang menekankan bahasan tentang upaya, cara, atau langkah-langkah untuk mendapatkan pengetahuan. Dari sini setidaknya didapatkan perbedan yang cukup signifikan bahwa aktivitas berpikir dalam lingkup epistemologi adalah aktivitas yang paling mampu mengembangkan kreativitas keilmuan dibanding ontologi dan aksiologi.

Pengertian Epistemologi
Ada beberapa
pengertian mengenai epistemologi yang diungkapkan para ahli yang dapat
dijadikan sebagai dasar untuk memahami apa sebenarnya epistemologi itu. Secara
sederhana epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge).
Secara
etimologi, istilah epistemologi berasal dari kata Yunani episteme berarti
pengetahuan, dan logos berarti teori. Epistemologi dapat didefinisikan sebagai
cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan
sahnya (validitasnya) pengetahuan.
Pengertian
lain, mengenai epistemologi menyatakan bahwa epistimologi merupakan pembahasan
mengenai bagaimana mendapatkan pengetahuan atu lebih menitikberatkan pada
sebuah proses penecarian ilmu: apakah sumber-sumber pengetahuan ? apakah
hakikat, jangkauan dan ruang lingkup pengetahuan? Sampai tahap mana pengetahuan
yang mungkin untuk ditangkap manuasia (William S.Sahakian dan Mabel Lewis
Sahakian, 1965, dalam Jujun S.Suriasumantri, 2005).
Menurut Musa
Asy’arie, epistemologi adalah cabang filsafat yang membicarakan mengenai
hakikat ilmu, dan ilmu sebagai proses adalah usaha yang sistematik dan metodik
untuk menemukan prinsip kebenaran yang terdapat pada suatu obyek kajian ilmu.
Sedangkan, P.Hardono Hadi menyatakan, bahwa epistemologi adalah cabang filsafat
yang mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skope pengetahuan, pengandaian-pengendaian
dan dasarnya, serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan
yang dimiliki. Sedangkan D.W Hamlyn mendefinisikan epistemologi sebagai cabang
filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, dasar dan
pengendaian-pengendaiannya serta secara umum hal itu dapat diandalkannya
sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan.
Selanjutnya,
pengertian epistemologi yang lebih jelas diungkapkan Dagobert D.Runes. Dia
menyatakan, bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas sumber,
struktur, metode-metode dan validitas pengetahuan. Sementara itu, Azyumardi
Azra menambahkan, bahwa epistemologi sebagai “ilmu yang membahas tentang
keaslian, pengertian, struktur, metode dan validitas ilmu pengetahuan”.
Ruang Lingkup Epistemologi
M.Arifin
merinci ruang lingkup epistemologi, meliputi hakekat, sumber dan validitas
pengetahuan. Mudlor Achmad merinci menjadi enam aspek, yaitu hakikat, unsur,
macam, tumpuan, batas, dan sasaran pengetahuan. Bahkan, A.M Saefuddin
menyebutkan, bahwa epistemologi mencakup pertanyaan yang harus dijawab, apakah
ilmu itu, dari mana asalnya, apa sumbernya, apa hakikatnya, bagaimana membangun
ilmu yang tepat dan benar, apa kebenaran itu, mungkinkah kita mencapai ilmu
yang benar, apa yang dapat kita ketahui, dan sampai dimanakah batasannya. Semua
pertanyaan itu dapat diringkat menjadi dua masalah pokok; masalah sumber ilmu
dan masalah benarnya ilmu.
M. Amin Abdullah menilai, bahwa seringkali kajian epistemologi lebih banyak terbatas pada dataran konsepsi asal-usul atau sumber ilmu pengetahuan secara konseptual-filosofis. Sedangkan Paul Suparno menilai epistemologi banyak membicarakan mengenai apa yang membentuk pengetahuan ilmiah. Sementara itu, aspek-aspek lainnya justru diabaikan dalam pembahasan epistemologi, atau setidak-tidaknya kurang mendapat perhatian yang layak.
Kecenderungan
sepihak ini menimbulkan kesan seolah-olah cakupan pembahasan epistemologi itu
hanya terbatas pada sumber dan metode pengetahuan, bahkan epistemologi sering
hanya diidentikkan dengan metode pengetahuan. Terlebih lagi ketika dikaitkan
dengan ontologi dan aksiologi secara sistemik, seserorang cenderung
menyederhanakan pemahaman, sehingga memaknai epistemologi sebagai metode
pemikiran, ontologi sebagai objek pemikiran, sedangkan aksiologi sebagai hasil
pemikiran, sehingga senantiasa berkaitan dengan nilai, baik yang bercorak
positif maupun negatif. Padahal sebenarnya metode pengetahuan itu hanya salah
satu bagian dari cakupan wilayah epistemologi.
Objek Dan Tujuan Epistemologi
Dalam
filsafat terdapat objek material dan objek formal. Objek material adalah
sarwa-yang-ada, yang secara garis besar meliputi hakikat Tuhan, hakikat alam
dan hakikat manusia. Sedangkan objek formal ialah usaha mencari keterangan
secara radikal (sedalam-dalamnya, sampai ke akarnya) tentang objek material
filsafat (sarwa-yang-ada).
Objek
epistemologi ini menurut Jujun S.Suriasumatri berupa “segenap proses yang
terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan.” Proses untuk
memperoleh pengetahuan inilah yang menjadi sasaran teori pengetahuan dan
sekaligus berfungsi mengantarkan tercapainya tujuan, sebab sasaran itu
merupakan suatu tahap pengantara yang harus dilalui dalam mewujudkan tujuan.
Tanpa suatu sasaran, mustahil tujuan bisa terealisir, sebaliknya tanpa suatu
tujuan, maka sasaran menjadi tidak terarah sama sekali.
Tujuan
epistemologi menurut Jacques Martain mengatakan: “Tujuan epistemologi bukanlah
hal yang utama untuk menjawab pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi untuk
menemukan syarat-syarat yang memungkinkan saya dapat tahu”. Hal ini
menunjukkan, bahwa epistemologi bukan untuk memperoleh pengetahuan kendatipun
keadaan ini tak bisa dihindari, akan tetapi yang menjadi pusat perhatian dari
tujuan epistemologi adalah lebih penting dari itu, yaitu ingin memiliki potensi
untuk memperoleh pengetahuan.
Landasan Epistemologi
Kholil Yasin
menyebut pengetahuan dengan sebutan pengetahuan biasa (ordinary knowledge),
sedangkan ilmu pengetahuan dengan istilah pengetahuan ilmiah (scientific
knowledge). Hal ini sebenarnya hanya sebutan lain. Disamping istilah
pengetahuan dan pengetahuan biasa, juga bisa disebut pengetahuan sehari-hari,
atau pengalaman sehari-hari. Pada bagian lain, disamping disebut ilmu
pengetahuan dan pengetahuan ilmiah, juga sering disebut ilmu dan sains.
Sebutan-sebutan tersebut hanyalah pengayaan istilah, sedangkan substansisnya
relatif sama, kendatipun ada juga yang menajamkan perbedaan, misalnya antar
sains dengan ilmu melalui pelacakan akar sejarah dari dua kata tersebut, sumber-sumbernya,
batas-batasanya, dan sebagainya.
Metode ilmiah berperan dalam tataran transformasi dari wujud pengetahuan menuju ilmu pengetahuan. Bisa tidaknya pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan yang bergantung pada metode ilmiah, karena metode ilmiah menjadi standar untuk menilai dan mengukur kelayakan suatu ilmu pengetahuan. Sesuatu fenomena pengetahuan logis, tetapi tidak empiris, juga tidak termasuk dalam ilmu pengetahuan, melaikan termasuk wilayah filsafat. Dengan demikian metode ilmiah selalu disokong oleh dua pilar pengetahuan, yaitu rasio dan fakta secara integratif.
Hubungan Epistemologi, Metode dan Metodologi
Lebih jauh
lagi Peter R.Senn mengemukakan, “metode merupakan suatu prosedur atau cara
mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis”. Sedangkan
metodologi merupakan suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan dalam metode
tersebut. Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa metodologi adalah ilmu
tentang metode atau ilmu yang mempelajari prosedur atau cara-cara mengetahui sesuatu.
Jika metode merupakan prosedur atau cara mengetahui sesuatu, maka metodologilah
yang mengkerangkai secara konseptual prosedur tersebut. Implikasinya, dalam
metodologi dapat ditemukan upaya membahas permasalahan-permasalahan yang
berkaitan dengan metode.
Metodologi
membahas konsep teoritik dari berbagai metode, kelemahan dan kelebihannya dalam
karya ilmiah dilanjutkan dengan pemilihan metode yang digunakan, sedangkan
metode penelitian mengemukakan secara teknis metode-metode yang digunakan dalam
penelitian. Penggunaan metode penelitian tanpa memahami metode logisnya
mengakibatkan seseorang buta terhadap filsafat ilmu yang dianutnya. Banyak
peneliti pemula yang tidak bisa membedakan paradigma penelitian ketika dia
mengadakan penelitian kuantitatif dan kualitatif. Padahal mestinya dia harus
benar-benar memahami, bahwa penelitian kuantitatif menggunakan paradigma
positivisme, sehingga ditentukan oleh sebab akibat (mengikuti paham
determinsime, sesuatu yang ditentukan oleh yang lain), sedangkan penelitian kualitatif
menggunakan paradigma naturalisme (fenomenologis). Dengan demikian, metodologi
juga menyentuh bahasan tantang aspek filosofis yang menjadi pijakan penerapan
suatu metode. Aspek filosofis yang menjadi pijakan metode tersebut terdapat
dalam wilayah epistemologi.
Oleh karena
itu, dapat dijelaskan urutan-urutan secara struktural-teoritis antara
epistemologi, metodologi dan metode sebagai berikut: Dari epistemologi,
dilanjutkan dengan merinci pada metodologi, yang biasanya terfokus pada metode
atau tehnik. Epistemologi itu sendiri adalah sub sistem dari filsafat, maka
metode sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari filsafat. Filsafat mencakup
bahasan epistemologi, epistemologi mencakup bahasan metodologis, dan dari
metodologi itulah akhirnya diperoleh metode. Jadi, metode merupakan perwujudan
dari metodologi, sedangkan metodologi merupakan salah satu aspek yang tercakup
dalam epistemologi. Adapun epistemologi merupakan bagian dari filsafat.
Hakikat Epsitemologi
Epistemologi
berusaha memberi definisi ilmu pengetahuan, membedakan cabang-cabangnya yang
pokok, mengidentifikasikan sumber-sumbernya dan menetapkan batas-batasnya. “Apa
yang bisa kita ketahui dan bagaimana kita mengetahui” adalah masalah-masalah
sentral epistemologi, tetapi masalah-masalah ini bukanlah semata-mata
masalah-masalah filsafat. Pandangan yang lebih ekstrim lagi menurut Kelompok
Wina, bidang epistemologi bukanlah lapangan filsafat, melainkan termasuk dalam
kajian psikologi. Sebab epistemologi itu berkenaan dengan pekerjaan pikiran
manusia, the workings of human mind. Tampaknya Kelompok Wina melihat sepintas
terhadap cara kerja ilmiah dalam epistemologi yang memang berkaitan dengan
pekerjaan pikiran manusia. Cara pandang demikian akan berimplikasi secara luas
dalam menghilangkan spesifikasi-spesifikasi keilmuan. Tidak ada satu pun aspek
filsafat yang tidak berhubungan dengan pekerjaan pikiran manusia, karena
filsafat mengedepankan upaya pendayagunaan pikiran. Kemudian jika diingat,
bahwa filsafat adalah landasan dalam menumbuhkan disiplin ilmu, maka seluruh
disiplin ilmu selalu berhubungan dengan pekerjaan pikiran manusia, terutama
pada saat proses aplikasi metode deduktif yang penuh penjelasan dari hasil
pemikiran yang dapat diterima akal sehat. Ini berarti tidak ada disiplin ilmu
lain, kecuali psikologi, padahal realitasnya banyak sekali.
Oleh karena
itu, epistemologi lebih berkaitan dengan filsafat, walaupun objeknya tidak
merupakan ilmu yang empirik, justru karena epistemologi menjadi ilmu dan
filsafat sebagai objek penyelidikannya. Dalam epistemologi terdapat upaya-upaya
untuk mendapatkan pengetahuan dan mengembangkannya. Aktivitas-aktivitas ini
ditempuh melalui perenungan-perenungan secara filosofis dan analitis.
Perbedaaan
padangan tentang eksistensi epistemologi ini agaknya bisa dijadikan
pertimbangan untuk membenarkan Stanley M. Honer dan Thomas C.Hunt yang menilai,
epistemologi keilmuan adalah rumit dan penuh kontroversi. Sejak semula,
epistemologi merupakan salah satu bagian dari filsafat sistematik yang paling
sulit, sebab epistemologi menjangkau permasalahan-permasalahan yang membentang
seluas jangkauan metafisika sendiri, sehingga tidak ada sesuatu pun yang boleh
disingkirkan darinya. Selain itu, pengetahaun merupakan hal yang sangat abstrak
dan jarang dijadikan permasalahan ilmiah di dalam kehidupan sehari-hari.
Pengetahuan biasanya diandaikan begitu saja, maka minat untuk membicarakan
dasar-dasar pertanggungjawaban terhadap pengetahuan dirasakan sebagai upaya
untuk melebihi takaran minat kita.
Epistemologi
atau teori mengenai ilmu pengetahuan itu adalah inti sentral setiap pandangan
dunia. Ia merupakan parameter yang bisa memetakan, apa yang mungkin dan apa
yang tidak mungkin menurut bidang-bidangnya; apa yang mungkin diketahui dan
harus diketahui; apa yang mungkin diketahui tetapi lebih baik tidak usah
diketahui; dan apa yang sama sekali tidak mungkin diketahui. Epistemologi
dengan demikian bisa dijadikan sebagai penyaring atau filter terhadap
objek-objek pengetahuan. Tidak semua objek mesti dijelajahi oleh pengetahuan
manusia. Ada objek-objek tertentu yang manfaatnya kecil dan kerugian yang
ditimbulkan lebih besar, sehingga tidak perlu diketahui, meskipun memungkinkan
untuk diketahui. Ada juga objek yang benar-benar merupakan misteri, sehingga
tidak mungkin bisa diketahui.
Epistemologi
ini juga bisa menentukan cara dan arah berpikir manusia. Seseorang yang
senantiasa condong menjelaskan sesuatu dengan bertolak dari teori yang bersifat
umum menuju detail-detailnya, berarti dia menggunakan pendekatan deduktif.
Sebaliknya, ada yang cenderung bertolak dari gejala-gejala yang sama, baruk
ditarik kesimpulan secara umum, berarti dia menggunakan pendekatan induktif.
Adakalanya seseorang selalu mengarahkan pemikirannya ke masa depan yang masih
jauh, ada yang hanya berpikir berdasarkan pertimbangan jangka pendek sekarang
dan ada pula seseorang yang berpikir dengan kencenderungan melihat ke belakang,
yaitu masa lampau yang telah dilalui. Pola-pola berpikir ini akan berimplikasi
terhadap corak sikap seseorang. Kita terkadang menemukan seseorang beraktivitas
dengan serba strategis, sebab jangkauan berpikirnya adalah masa depan. Tetapi
terkadang kita jumpai seseorang dalam melakukan sesuatu sesungguhnya sia-sia,
karena jangkauan berpikirnya yang amat pendek, jika dilihat dari kepentingan
jangka panjang, maka tindakannya itu justru merugikan.
Pada bagian
lain dikatakan, bahwa epistemologi keilmuan pada hakikatnya merupakan gabungan
antara berpikir secara rasional dan berpikir secara empiris. Kedua cara
berpikir tersebut digabungan dalam mempelajari gejala alam untuk menemukan
kebenaran, sebab secara epistemologi ilmu memanfaatkan dua kemampuan manusia
dalam mempelajari alam, yakni pikiran dan indera. Oleh sebab itu, epistemologi
adalah usaha untuk menafsir dan membuktikan keyakinan bahwa kita mengetahuan
kenyataan yang lain dari diri sendiri. Usaha menafsirkan adalah aplikasi
berpikir rasional, sedangkan usaha untuk membuktikan adalah aplikasi berpikir
empiris. Hal ini juga bisa dikatakan, bahwa usaha menafsirkan berkaitan dengan
deduksi, sedangkan usaha membuktikan berkaitan dengan induksi. Gabungan kedua
macaram cara berpikir tersebut disebut metode ilmiah.
Jika metode ilmiah sebagai hakikat epistemologi, maka menimbulkan pemahaman,
bahwa di satu sisi terjadi kerancuan antara hakikat dan landasan dari
epistemologi yang sama-sama berupa metode ilmiah (gabungan rasionalisme dengan
empirisme, atau deduktif dengan induktif), dan di sisi lain berarti hakikat
epistemologi itu bertumpu pada landasannya, karena lebih mencerminkan esensi
dari epistemologi. Dua macam pemahaman ini merupakan sinyalemen bahwa
epistemologi itu memang rumit sekali, sehingga selalu membutuhkan kajian-kajian
yang dilakukan secara berkesinambungan dan serius.
Pengaruh Epistemologi
Secara
global epistemologi berpengaruh terhadap peradaban manusia. Suatu peradaban,
sudah tentu dibentuk oleh teori pengetahuannya. Epistemologi mengatur semua
aspek studi manusia, dari filsafat dan ilmu murni sampai ilmu sosial.
Epistemologi dari masyarakatlah yang memberikan kesatuan dan koherensi pada
tubuh, ilmu-ilmu mereka itu—suatu kesatuan yang merupakan hasil pengamatan
kritis dari ilmu-ilmu—dipandang dari keyakinan, kepercayaan dan sistem nilai
mereka. Epistemologilah yang menentukan kemajuan sains dan teknologi. Wujud
sains dan teknologi yang maju disuatu negara, karena didukung oleh penguasaan
dan bahkan pengembangan epistemologi. Tidak ada bangsa yang pandai merekayasa
fenomena alam, sehingga kemajuan sains dan teknologi tanpa didukung oleh
kemajuan epistemologi. Epistemologi menjadi modal dasar dan alat yang strategis
dalam merekayasa pengembangan-pengembangan alam menjadi sebuah produk sains
yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Demikian halnya yang terjadi pada
teknologi. Meskipun teknologi sebagai penerapan sains, tetapi jika dilacak
lebih jauh lagi ternyata teknologi sebagai akibat dari pemanfaatan dan
pengembangan epistemologi.
Epistemologi
dalam ilmu filsafat akan terus mendorong manusia untuk selalu berfikir
dan berkreasi menemukan dan menciptakan sesuatu yang baru. Semua bentuk
teknologi yang canggih adalah hasil pemikiran-pemikiran secara epistemologies,
yaitu pemikiran dan perenungan yang berkisar tentang bagaimana cara mewujudkan
sesuatu, perangkat-perangkat apa yang harus disediakan untuk mewujudkan sesuatu
itu, dan sebagainya.
Demikianlah materi tentang Makalah Epistemologi yang sempat kami berikan dapat bermanfaat. semoga materi yang kami berikan dan jangan lupa juga untuk menyimak Makalah Bahasa Indonesia : Kutipan, Catatan Kaki, dan Daftar Pustaka yang telah kami posting sebelumnya. semoga materi yang kami berikan dapat membantu menambah wawasan anda semikian dan terimah kasih. Semoga dapat membantu menambah wawasan anda semikian dan terimah kasih.
Anda dapat mendownload Makalah diatas dalam Bentuk Document Word (.doc) melalui link berikut.
EmoticonEmoticon