Makalah Urbanisasi - Jika dalam postingan ini, anda kurang mengerti atau susunanya tidak teratur, anda dapat mendownload versi .doc makalah berikut :
Makalah Urbanisasi
DAFTAR ISI
Daftar Isi................................................................................................................................. i
Kata Pengantar........................................................................................................................ ii
Bab I Pendahuluan................................................................................................................. 1
1.1.Latar belakang....................................................................................................... 1
1.2.Rumusan Masalah................................................................................................. 2
1.3.Tujuan.................................................................................................................... 2
1.4.Manfaat................................................................................................................. 3
Bab II Pembahasan................................................................................................................. 4
2.1.
Pengertian ......................................................................................................... 4
2.2.
Faktor yang
Mempengaruhi............................................................................... 8
2.3.
Trend dan Proyeksi
Urbanisasi.......................................................................... 10
2.4.
Peranan Kota...................................................................................................... 15
2.5.
Masalah Kota Besar........................................................................................... 18
2.6.
Sektor Informal Perkotaan................................................................................. 19
2.7.
Migrasi dan Pembangunan................................................................................. 20
2.8.
Teori Ekonomi Migrasi Desa Kota..................................................................... 21
2.9.
Dampak Urbanisasi............................................................................................ 23
2.10. Strategi Kebijakan.............................................................................................. 25
Bab III Penutup...................................................................................................................... 27
3.1.Kesimpulan............................................................................................................ 27
Daftar Pustaka......................................................................................................................... 28
KATA PENGANTAR
Puji syukur hanya kita panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan hidayah dan inayah-Nya kepada kami melalui ilmu-Nya Yang
Maha Luas sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah yang berjudul “Urbanisasi dan Migrasi Desa-Kota”. Makalah
ini merupakan salah satu tugas dari mata kuliah Ekonomi Pembangunan yang saat
ini sedang ditempuh oleh penulis. Shalawat dan juga salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada junjungan dan suri tauladan kita Nabi Muhammad SAW.
Di dalam makalah ini kami membahas tentang salah
satu permasalahan kompleks yang senantiasa mengikuti pembangunan perekonomian,
yaitu fenomena perpindahan penduduk dari desa ke kota secara besar-besaran. Hal
ini mengakibatkan beberapa dampak negative bagi negara yang bersangkutan, salah
satunya pengangguran yang meningkat di daerah perkotaan. Adanya fenomena
perpindahan penduduk secara besar-besaran tersebut harus segera ditanggapi oleh
pemerintah dengan mengambil kebijakan-kebijakan guna membendung arus
perpindahan tersebut. Opsi kebijakan apa saja yang dapat diambil oleh
pemerintah juga akan kita bahas disini.
Kami berharap tugas kami ini dapat memberikan
kontribusi positif khususnya bagi kami selaku penyusun untuk memenuhi kewajiban
kami di dalam perkuliahan dan umumnya bagi semua yang membacanya. Kami sadar
bahwa di dalam penyusunan tugas kami ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kritik dan masukan sangat kami harapkan dari semua pihak.
Malang, Oktober 2015
Kelompok IX
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Di dalam pembahasan kali ini kita akan fokus pada
salah satu dilema dari proses pembangunan yang paling peka dan rumit, yaitu
gejala perpindahan penduduk dalam jumlah besar dari kawasan pedesaan ke
kota-kota yang semakin banyak bermunculan dan belum pernah terjadi sebelumnya
dalam sejarah. Kita telah mengetahui adanya pertambahan jumlah penduduk yang
luar biasa di dunia dan khususnya di negara-negara berkembang selama beberapa tahun
belakangan ini. Jumlah penduduk dunia pada tahun 2050 di perkirakan akan
mencapai lebih dari 9 miliar, dan pertumbuhan penduduk yang dramatis akan lebih
banyak terjadi di berbagai kota di negara-negara berkembang.
Perpindahan penduduk dari desa ke kota atau yang
biasa diebut dengan urbanisasi merupakan masalah yang cukup serius bagi kita
semua. Persebaran penduduk yang tidak merata antara desa dengan kota akan
menimbulkan berbagai permasalahan kehidupan sosial di masyarakat. Jumlah
peningkatan penduduk kota yang signifikan tanpa didukung dan diimbangi dengan
jumlah lapangan pekerjaan, fasilitas umum, aparat penegak hukum, perumahan,
penyediaan pangan, dan lain sebagainya tentu adalah suatu masalah yang harus
segera dicarikan jalan keluarnya.
Berbeda dengan perspektif ilmu kependudukan,
definisi urbanisasi berarti persentase penduduk yang tinggal di daerah
perkotaan. Perpindahan manusia dari desa ke kota hanya salah satu penyebab
urbanisasi. Perpindahan itu sendiri dikategorikan kedalam dua macam, yakni:
Migrasi Penduduk dan Mobilitas Penduduk. Migrasi penduduk adalah perpindahan
penduduk dari desa ke kota yang bertujuan untuk tinggal menetap di kota.
Sedangkan Mobilitas Penduduk berarti perpindahan penduduk yang hanya bersifat
sementara saja atau tidak menetap.
Untuk mendapatkan niat hijrah atau pergi ke kota
dari desa, seseorang biasanya harus mendapatkan pengaruh yang kuat dalam bentuk
ajakan, informasi media massa, impian pribadi, terdesak kebutuhan ekonomi, dan
lain sebagainya. Pengaruh-pengaruh tersebut bisa dalam bentuk sesuatu yang
mendorong, memaksa atau faktor pendorong seseorang untuk urbanisasi, maupun
dalam bentuk yang menarik perhatian atau faktor penarik.
Pada pembahasan kali ini kita akan mencoba mencari
tahu tentang trend dan prospek pertumbuhan perkotaan secara menyeluruh, disini
kita akan mengkaji potensi peran kota baik di sektor modern maupun di sektor
informal perkotaan dalam mendorong pembangunan ekonomi. Kemudian kita akan
merujuk ke model teoretis terkenal mengenai transfer tenaga kerja dari desa ke
kota, dalam konteks pertumbuhan yang cepat dan tingginya pengangguran di
kawasan perkotaan. dalam bagian terakhir, kita akan mempertimbangkan sejumlah
pilihan kebijakan yang dapat ditetapkan pemerintah negara berkembang, dalam
upaya mereka mengurangi arus migrasi dari desa ke kota untuk menanggulangi
masalah-masalah pengangguran serius yang terus menghantui kota.
1.2
Rumusan
Masalah
Dalam penyusunan makalah ini yang mengacu pada latar
belakang diatas kita dapat menarik rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Apa definisi migrasi
dan urbanisasi?
2.
Faktor-faktor apa saja
yang mempengaruhi urbanisasi?
3.
Bagaimana dampak urbanisasi?
4.
Bagaimana cara menanggulangi
urbanisasi?
1.3
Tujuan
Adapun beberapa tujuan yang dapat diperoleh dari
pembuatan makalah ini antara lain;
1. Untuk
mengetahui definisi urbanisasi
2. Mengetahui
dan memahami faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya urbanisasi serta
dampaknya
3. Mengetahui
perkembangan urbanisasi di Indonesia dan hubungan antara faktor ekonomi dengan
terjadinya urbanisasi
1.4
Manfaat
Adapun manfaat beberapa manfaat penyusunan dari
makalah ini, antara lain sebagai berikut:
1. Memenuhi
tuntutan tugas dari dosen.
2. Dapat
menambah wawasan dan ilmu pengetahuan.
3. Dapat
dijadikan sebagai referensi atau pedoman.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Migrasi dan Urbanisasi
Menurut KBBI pengertian migrasi adalah perpindahan
penduduk dari satu tempat (negara dan sebagainya) ke tempat (negara dan
sebagainya) lain untuk menetap. Migrasi merupakan perpindahan penduduk dari
satu daerah ke daerah lain. Migrasi dibagi menjadi dua yaitu migrasi
internasional dan nasional. Migrasi internasional adalah perpindahan penduduk
yang dilakukan antarnegara. Migrasi internasional dapat dibedakan menjadi dua
yaitu:
1.
Imigrasi adalah suatu perpindahan penduduk dari negara lain ke dalam suatu
negara. Sebagai contoh,orang Malaysia masuk ke Indonesia.
2.
Emigrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu negara menuju ke negara lain.
Sebagai contoh,orang Indonesia yang bekerja ke Malaysia.
3.
Remigrasi adalah perpindahan penduduk yang kembali ke negara asal.
Sedangkan migrasi nasional adalah suatu proses
perpindahan penduduk di dalam satu negara. Migrasi nasional terdiri atas
beberapa jenis,yaitu:
1.
Migrasi penduduk sementara atau disebut migrasi sirkuler terdiri sebagai
berikut:
a)
Penglaju,Yakni perpindahan penduduk dari suatu tempat tinggal asal menuju ke
tempat tujuan yang dilakukan setiap hari pulang pergi untuk dapat melakukan
pekerjaan.
b)
Perpindahan penduduk musiman,yakni suatu perpindahan yang bersifat sementara di
musim-musim tertenju saja.
2.
Migrasi penduduk menetap terdiri sebagai berikut:
a)
Transmigrasi,yaitu Perpindahan penduduk dari satu wilayah untuk menetap pada
suatu wilayah lain dalam wilayah suatu negara
b)
Urbanisasi,yaitu perpindahan penduduk dari desa ke kota atau juga dari kota
kecil ke kota besar.
Dan yang menjadi fokus pada pembahasan kali ini
adalah urbanisasi. Hal ini terkait dengan pembangunan ekonomi yang dilakukan
oleh suatu daerah. Seperti yang kita ketahui bahwasannya urbanisasi adalah
masalah yang cukup serius bagi kita semua. Persebaran penduduk yang tidak
merata antara desa dengan kota akan menimbulkan berbagai permasalahan kehidupan
sosial kemasyarakatan. Jumlah peningkatan penduduk kota yang signifikan tanpa
didukung dan diimbangi dengan jumlah lapangan pekerjaan, fasilitas umum, aparat
penegak hukum, perumahan, penyediaan pangan, dan lain sebagainya tentu adalah
suatu masalah yang harus segera dicarikan jalan keluarnya.
|

Berbeda dengan perspektif ilmu kependudukan,
definisi urbanisasi berarti persentase penduduk yang tinggal di daerah
perkotaan. Perpindahan manusia dari desa ke kota hanya salah satu penyebab
urbanisasi. Perpindahan itu sendiri dikategorikan menjadi dua macam, yaitu;
1. Migrasi
penduduk.
Yaitu perpindahan penduduk dari desa ke kota yang
bertujuan untuk tinggal menetap di kota.
2. Mobilitas
penduduk.
Mobilitas penduduk adalah perpindahan penduduk yang
hanya bersifat sementara saja atau tidak menetap.
Untuk mendapatkan suatu niat untuk pergi ke kota
dari desa, seseorang biasanya harus mendapatkan pengaruh yang kuat dalam bentuk
ajakan, informasi media massa, impian pribadi, terdesak kebutuhan ekonomi, dan
lain sebagainya.
Pengaruh-pengaruh tersebut bisa dalam bentuk sesuatu
yang mendorong, memaksa atau mendorong seseorang untuk urbanisasi, maupun dalam
bentuk yang menarik perhatian atau faktor penarik. Di sisi lain kota mempunyai
daya tarik, di pihak lain keadaan tingkat hidup di desa umumnya mempercepat
proses urbanisasi tersebut, hal ini menjadi faktor pendorong timbulnya
urbanisasi.
Menurut Kingsley Davis urbanisasi adalah jumlah
penduduk yang memusat di daerah perkotaan atau meningkatnya proporsi tersebut.
Sedangkan menurut Bintarto urbanisasi dapat dipandang sebagai suatu proses
dalam artian:
1. Meningkatnya jumlah dan kepadatan penduduk kota ;
kota menjadi lebih padat sebagai akibat dari pertambahan penduduk, baik oleh
hasil kenaikan fertilitas penghuni kota maupun karena adanya tambahan penduduk
dari desa yang bermukim dan berkembang di kota.
2. Bertambahnya jumlah kota dalam suatu Negara atau
wilayah sebagai akibat dari perkembangan ekonomi, budaya dan teknologi.
3. Berubahnya kehidupan desa atau suasana desa menjadi
suasana kehidupan kota.
Urbanisasi biasanya dapat diukur dengan melihat
proporsi jumlah penduduk yang tinggal di daerah perkotaan. Untuk mengukur
tingkat urbanisasi di suatu daerah biasanya dengan menghitung perbandingan
jumlah penduduk yang tinggal di daerah perkotaan dengan jumlah penduduk
seluruhnya dalam suatu wilayah.
Adapun perhitungan dapat dicari dengan rumus:

Dimana:
U = Besarnya jumlah penduduk urban (perkotaan).
P = Populasi/ jumlah penduduk keseluruhan.
Pu = Persentase penduduk yang tinggal di perkotaan.
Urbanisasi merupakan salah satu faktor pemicu
perkembangan kota. Terjadinya perpindahan penduduk dari desa ke kota disebabkan
oleh berbagai faktor, baik faktor penarik maupun prndorong. Perkembangan industri
dan perdagangan di kota merupakan faktor penarik yang menyebabkan banyak orang
untuk mendatanginya. Keinginan mendapatkan penghasilan yang lebih baik untuk
mencukupi kebutuhan hidup merupakan penyebab utama terjadinya urbanisasi.
Meningkatnya proses urbanisasi tersebut tidak
terlepas dari kebijaksanaan perkotaan, khususnya ekonomi yang dikembangkan oleh
pemerintah. Hubungan positif antara konsentrasi penduduk dengan aktivitas
kegiatan ekonomi ini akan menyebabkan makin membesarnya area konsentrasi penduduk,
sehingga menimbulkan apa yang dikenal dengan nama daerah perkotaan.
Migran biasanya mempunyai alasan yang selektif.
Sifat selektif itu berbeda-beda, ada arus migrasi yang sifat positif dan
selektif negatif. Sifat positif berarti bahwa migrasi itu melibatkan orang-orang
yang berkualitas tinggi dan sifat negatif adalah sebaliknya.
Migran yang tertarik pada faktor - faktor positif di
daerah perkotaan cenderung merupakan seleksi positif. Orang-orang seperti ini
melakukan migrasi karena dapat melihat adanya kemungkinan atau peluang yang
lebih baik. Bagi daerah urban kedatangan orang-orang seperti ini malah
menguntungkan karena biasanya mereka adalah orang-orang yang berpendidikan,
memiliki cukup keterampilan dan semangat juang yang tinggi serta produktif.
Migran dengan klasifikasi seperti inilah yang sebenarnya yang mempunyai peran
sangat besar dalam memacu perkembangan daerah kota kearah lebih baik.
2.2
Faktor
yang Mempengaruhi Urbanisasi
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa ada
dua faktor yang mempengaruhi urbanisas, yaitu faktor pendorong dan faktor
penarik. Faktor pendorong merupakan pengaruh yang mendorong seseorang untuk
melakukan urbanisasi. Fakor pendorong urbanisasi diantaranya adalah:
1. Lahan
pertanian yang semakin menyempit
2. Merasa
tidak cocok dengan budaya tempat atau daerah asal.
3. Rasa
jenuh atau merasa tertekan dengan peraturan-peraturan budaya di daerah membuat
imigran memutuskan pindah ke jakarta mengharapkan adanya keleluasaan dalam
menjalani kehidupannya.
4. Menganggur
karena tidak banyak lapangan pekerjaan di desa. Minimnya lapangan pekerjaan di
desa membuat para penduduk desa berbondong-bondong mengadu nasib ke kota.
5. Terbatasnya
sarana dan prasarana di desa. Kurang tersedianya sarana dan prasana di pedasaan
memaksa orang desa untuk berpindah ke kota agar mudah mendapatkan fasilitas
sarana dan prasana yang lebih mudah di dapat dan lebih lengkap dari pada di
desa. Misalnya sarana hiburan yang belum memadai di desa sedangkan di Jakarta
banyak mall dan tempat hiburan yang dapat dijangkau dengan mudah.
6. Diusir
dari desa asal, sehingga ke kota menjadi tujuan. Diusir dari desa hal ini
biasanya jarang terjadi, walaupun ada tapi hanya sedikit yang menjadikan alasan
urbanisasi karena diusir dari asalnya. Apabila seseorang/ keluarga di usir
biasanya seseorang/keluarg tersebut melakukan kesalahan yang menyebabkan
kerugian terhadap penduduk desa.
7. Memiliki
impian kuat menjadi orang kaya, karena tingkat upah di kota lebih tinggi.
Penduduk pedesaan selalu dibombardir
dengan kehidupan serba wah yang ada di kota besar sehingga semakin mendorong
mereka meninggalkan kampungnya Ketimpangan pembangunan daerah perdesaan dengan
daerah perkotaan sangat tidak berimbang yang mengakitbatkan kurangnya peralatan
dan perkembangan teknologi di desa.
8. Melanjutkan
sekolah, karena di desa fasilitas atau mutunya kurang. Keadaan pembangunan
pendidikan di desa yang kurang memadai membuat para orang tua murid memutuskan
untuk mensekolahkan anak mereka ke kota dengan harapan dapat mendapatkan ilmu
dan fasilitas yang memadai bagi proses belajar pembelajaran anak mereka.
9. Pengaruh
cerita orang atau keluarga bahwa hidup
di kota Jakarta mudah untuk mencari pekerjaan, atau mudahnya membuka usaha
kecil-kecilan. Jakarta sebagai kota besar dan berpenduduk banyak tentunya
sangat menjanjikan untuk orang-orang kecil yang berniat untuk mencari sesuap
nasi dikota ini mulai dari pedagang kaki lima (PKL), pedagang asongan, tukang
ojek, tukang sngat menjanjikan untuk hidup. Padahal tidak semuanya yang datang
ke Jakarta mendapatkan pekerjaan. Para peruraban harus mempunyai keahlian
khusus agar dapat diterima bekerja di Jakarta.
10. Kebebasan
pribadi lebih luas. Kebebasan disini bukannya bebas melakukan apa saja akan
tetapi bebas dalam konteks ini adalah dapat melakukan aktivitas sesuai dengan
keinginan kita tanpa harus manaati pertaturan-peraturan yang ada di desa.
Tetapi masih dalam hal yang wajar dan mengikuti dari peraturan dari pemerintah.
11. Adat
atau adanya toleransi antar agama . Jakarta menjadi tempat berkumpulan para
migran yang berpindah dari berbagai daerah, agama, suku. Karena itu budaya adat
dari daerah tersebut tidak begitu kental
lagi di jakarta. Saling menghormati agama orang lain tidak menggangu satu sama
lain merupakan kunci dari toleransi itu sendiri.
12. Keadaan
desa yang umumnya mempunyai kehidupan yang statis (tidak mengalami perubahan
yang sangat lambat). Hal ini bisa terjadi karena adat istiadat yang masih kuat
atau pun pengaruh agama.
13. Makin
berkurangnya sumber-sumber kehidupan seperti menurunnya daya dukung lingkungan,
menurunnya permintaan atas barang-barang tertentu yang bahan bakunya makin
susah diperoleh seperti hasil tambang, kayu, atau bahan dari pertanian.
14. Lapangan
kerja yang hampir tidak ada karena sebagian besar hidup penduduknya hanya
bergantung dari hasil pertanian pendapatan yang rendah yang di desa
15. Keamanan
yang kurang
16. Fasilitas
pendidikan sekolah atau pun perguruan tinggi yang kurang berkualitas. Kebanyakan
dari pelajar di desa berpindah sekolah/ kuliah di jakarta karena fasilitas
sarana dan prasarana pendidikan di jakarta lebih baik dan menggunakan teknologi
yang memadai di bandingkan dengan di desa asal mereka.
Sedangkan untuk faktor penarik ( Pull Factors ) urbanisasi adalah:
1. Kehidupan
kota yang lebih modern.
2. Sarana
dan prasarana kota lebih lengkap.
3. Banyak
lapangan pekerjaan di kota.
4. Pengaruh
cerita orang, bahwa hidup di kota gampang cari pekerjaan, atau mudahnya membuka
usaha kecil-kecilan.
5. Tingkat
upah di kota yang lebih tinggi.
6. Keamanan
di kota lebih terjamin.
7. Hiburan
lebih banyak.
8. Kebebasan
pribadi lebih luas.
9. Fasilitas
dan kualitas pendidikan yang tinggi.
Dari
uraian di atas, jelaslah bahwa faktor utama penyebab timbulnya urbanisasi yang
paling kuat adalah faktor ekonomi (menjadi motif utama para migran), selain itu
disusul dengan faktor tingkat pendidikan. Penyebab lain dari terjadinya
urbanisasi adalah karena terjadinya “overruralisasi” yaitu tingkat dan cara
produksi di pedesaan terdapat terlalu banyak orang.
2.3
Tren
dan Proyeksi Urbanisasi
Adanya
hubungan positif antara urbanisasi dan pendapatan perkapita merupakan fakta
khusus paling jelas dan menonjol dari proses pembangunan. Umumnya, semakin maju
suatu negara berdasarkan pendapatan perkapita, semakin besar jumlah penduduk yang
mendiami kawasan perkotaan. Hal ini seperti yang terlihat pada grafik berikut.

Dari
grafik diatas menunjukkan urbanisasi versus GNI perkapita. Dimana negara-negara
berpendapatan paling tinggi, seperti Denmark, adalah Negara paling urban
(penduduknya paling banyak menghuni perkotaan). Sedangkan Negara-negara miskin,
seperti Rwanda, adalah Negara yang penduduknya tidak banyak berdiam di kawasan
perkotaan. Pada saat yang sama, meskipun suatu Negara mejadi lebih urban ketika
berkembang, namun negara-negara miskin sekarang lebih urban daripada negara-negara maju sekarang ketika dahulu berada pada
tingkat pembangunan yang setara sebagaimana yang diukur dengan pendapatan
perkapita dan rata-rata negara berkembang sekarang mengalami urbanisasi lebih
cepat.
Sedangkan
pada grafik dibawah menunjukkan urbanisasi antar waktu tertentu dan antar
tingkat pendapatan yang berbeda dari tahun 1970 samapai 1995. Setiap segmen
yang mewakili lintasan perjalanan sebuah negara dimulai dari titik-titik solid
yang mewakili tingkat pendapatan dan urbanisasi pada tahun 1970 bagi Negara
tertentu, dan berakhir pada ujung bagian garis (yang berbentuk wajik) yang
menunjukkan tingkat pendapatan dan urbanisasi negara bersangkutan pada tahun
1995. Meski Bank Dunia mencantumkan keterangan dalam peraga itu yang berbunyi
“urbanisasi terkait erat dengan pertumbuhan ekonomi” informasi itu dapat juga
ditafsirkan untuk menunjukkan terjadinya urbanisasi di semua negara serta tidak
jadi soal apakan Negara itu berpendapatan tinggi atau rendah dan apakah
pertumbuhan itu positif atau negative. Bahkan ketika garis-garis itu mengarah
ke kiri, yang menunjukkan adanya penurunan pendapatan perkapita dalam periode
tersebut, semua garis itu umunya mengarah keatas, mengindikasikan masih
berlanjutnya urbanisasi. Singkatnya, urbanisasi sedang terjadi di semua Negara
di dunia, sekalipun dengan tingkat yang berbeda-beda. Jadi, kita perlu
mempertimbangkan isu urbanisasi dengan seksama apakah urbanisasi hanya
berkorelasi dengan pembangunan ekonomi, atau apakah terdapat hubungan
sebab-akibat.
![]() |
Salah
satu fenomena paling penting dari semua demografi modern adalah cepatnya
pertumbuhan kota di negara-negara berkembang. Pada tahun 1950 ada sekitar 275
juta orang menetap di kota di negara-negara berkembang, 38% dari 724 juta
penduduk perkotaan dunia pada saat itu. Pada tahun 2010, penduduk dunia yang
mendiami daerah perkotaan telah melampaui angka 3,4 miliar dan lebih tiga
perempat dari semua pemukim urban tinggal di daerah-daerah metropolitan dalam negara-negara
berpendapatan rendah dan menengah.
Meski
laju urbanisasi di negara-negara berkembang pada akhir abad ke dua puluh dan
awal abad kedua puluh satu dalam sejumlah kasus yang cukup signifikan tidak
jauh lebih cepat daripada di banyak negara maju pada akhir abad ke-19, jumlah
penduduk di Negara-negara berkembang (terutama di Afrika) semakin besar pada
tingkat pendapatan perkapita yang lebih rendah dibandingkan dengan yang dahulu
terjadi di negara-negara maju pada tahap yang setara. Dalam konteks ini,
urbanisasi di Afrika tidak berkaitan dengan industrialisasi seperti dahulu
dialami negara-egara yang sekarang maju. Selain itu, karena di hampir semua
wilayah negara berkembang jumlah penduduknya jauh lebih besar, jumlah orang
yang berduyun-duyun pergi untuk menetap di kota tidak pernah sebanyak sekarang.
Hal yang juga tidak pernah terbayangkan sebelumnya adalah ukuran sebuah kota
yang sangat besar dengan tingkat pendapatan yang sedemikian rendah. Kota-kota
besar di negara maju masa lalu jauh lebih kecil daripada kota-kota besar di negara
berkembang saat ini.
PBB
memperkirakan bahwa penduduk dunia akan tumbuh pada periode tahun 2005 sampai
tahun 2030 sebesar rata-rata 1,78% setiap tahun, dan pada tahun 2030 akan
terdapat hampir lima miliar penduduk dikawasan perkotaan, nyaris lima per
delapan dari perkiraan jumlah penduduk pada tahun itu sebesar 8,1 miliar.
Jumlah orang tinggal di daerah pedesaan di dunia di proyeksikan mulai
benar-benar menurun, sekitar 155 juta orang mulai dari tahun 2015 samai tahun
2030 atau sebesar -0,32% per tahun. Urbanisasi yang paling cepat sekarang
berlangsung di Asia dan Afrika jauh sebelum tahun 2030 akan ada lebih dari
separuh jumlah penduduk di wilayah ini yang menetap dikawasan perkotaan. Lebih
dari setengah penduduk perkotaan dunia akan tinggal di Asia dan penduduk Afrika
yang di perkirakan akan mencapai 784 juta pada tahun 2030 sehingga lebih besar
daripada jumlah separuh penduduk Eropa yang di proyeksikan mencapai 685 juta
pada tahun itu.
Meski
mayoritas pertumbuhan penduduk di kawasan perkotaan negara berkembang akan
ditemukan dikota-kota yang jumlah penduduknya kurang dari 5 juta orang,
pertumbuhan penduduk di kota-kota yang berependuduk lebih dari 5 juta orang
berlangsung lebih cepat ketimbang pertumbuhan penduduk di kota-kota yang lebih
kecil (berpenduduk di bawah 500.000 orang) di Negara berkembang. Bahkan,
menurut perkiraan PBB, pada tahun 2025 hanya separuh dari penduduk perkotaan
yang tinggal di kota-kota yang berpenduduk kurang dari setengan juta orang,
yang merupakan jumlah terendah yang pernah terjadi. Selain itu, negara-negara
berkembang juga akan memiliki kota-kota terbesar di dunia yang mencakup kota
sangat besar atau megapolitan yang berpenduduk lebih dari 10 juta orang.
Pada
tahu 1975 hanya ada 3 megapolitan, tetapi pada tahun 2009 telah muncul sebanyak
21 megapolitan. Dari 21 megapolitan ini, dua per tiganya berada di negara
berkembang. Pada tahun 2025, hanya 5 dari 29 kota terbesar yang akan berada di
negara-negara berpendapatan tinggi. Selain itu hampir semua tambahan penduduk
dunia akan menyebabkan perkembangan jumlah penduduk di kawasan pedesaan. Dan
pada saat yang sama tingkat urbanisasi di negara berkembang semakin mendekati
tingkat urbanisasi di negara maju.
Pertanyaan
penting berkenaan dengan ukuran aglomerasi perkotaan yang tidak pernah terjadi
sebelumnya ini adalah:bagaimana semua kota ini akan mengelola konsentrasi
penduduk sebesar itu secara ekonomi, lingkungan, dan politik. Sekalipun benar
bahwa kota besar dapat memberikan keunggulan efisiensi biaya yang disebabkan
ekonomi eglomerasi serta skala ekonomi dan kedekatan (proximility) serta berbagai eksternalitas ekonomi dan social
(misalnya pekerja terampil, transportasi murah, fasilitas sosian dan budaya),
beban biaya social penyediaan perumahan dan layanan sosial yang terus
membengkak serta meningkatnya kejahatan, polusi, dan kepadatan mungkin akan
melebihi manfaat yang selama ini menjadi keunggulan kawasan perkotaan. Mantan
Presiden Bank Dunia, Robert McNamara, mengemukakan keraguannya mengenai
kemungkinan berhasilnya aglomerasi urban yang sedemikian besar itu:
Ukurannya
begitu besar sehingga perekonomian kota itu akan menyusut karena biaya
mengelola kepadatan. Cepatnya pertumbuhan penduduk yang menyebabkan penumpukan
manusia akan jauh melebihi pertumbuhan infrastruktur manusia dan fisik yang
dibutuhkan untuk sekedar menjalani kehidupan ekonomi yang cukup efisien serta
hubungan social dan politik yang tertib, apalagi kenyamanan bagi para
penghuninya.
Meluasnya
urbanisasi yang berlagsung cepat dan bias perkotaan (urban bias) dalam strategi
pembangunan telah menyuburkan pertumbuhan perkampungan miskin dan kumuh yang
besar. Komunitas temporer seperti itu
telah berkembang semakin cepat, dari favela di Rio de Janerio (Brazil) dan
pueblos joven di Lima (Peru) sampai ke Bustee di Kalkuta dan bidonville di Dakkar
(India). Dewasa ini, sepertiga penduduk perkotaan di semua Negara berkembang
bermukim di pemukiman kumuh.
Berdasarkan
laporan PBB dalam Millenium Development Goals tahun 2006 yang memperlihatkan
pertumbuhan penduduk perkotaan dan pemukiman kumuh di kawasan perkotaaan dalam
periode 1990-2001, Afrika sub-Sahara adalah kawasan yang paling cepat melakukan
urbanisasi di dunia dan hampir penghuninya mengalami persoalan terlalu padatnya
jumlah penduduk, tidak cukupnya perumahan, serta tidak memadainya ketersediaan
air dan sanitasi. Hal yang sama juga terlihat di Asia Barat, dengan hamper
semua pertumbuhan penduduk di perkotaan
terjadi di kawasan perkotaan di Asia Selatan dan Timur telah menciptakan
kota-kota dengan ukuran dan kerumitannya tidak terbayangkan sebelumnya, serta
menimbulkan berbagai tantangan baru untuk menyediakan lingkungan hidup yang
layak bagi kaum miskin. Afrika Utara adalah satu-satunya kawasan berkembang
yang kualitas kehidupan perkotaannya mengalami peningkatan, dengan jumlah
penghuni kota yang hidup di pemukiman kumuh telah menurun sebesar 0,15% per
tahun.
Meski
pertumbuhan penduduk dan migrasi desa-kota (rural-urban
migration) yang terus meningkat merupakan penyebab utama ledakan kawasan
perkampungan kumuh perkotaan,pemerintah juga turut bertanggung jawab atas
timbulnya keadaan itu. Kebijakan pemerintah dalam perencanaan perkotaan yang
salah arah dan peraturan tentang bangunan yang ketiggalan jaman sering kali
berarti bahwa 80 sapai 90% perumahan baru di perkotaan adalah “illegal”.
Sebagai contoh, peraturan tentang pembangunan dijaman kolonial yang masih
berlaku di Nirobi (Kenya) tidak memungkinkan membangun rumah yang “sah” menurut
hukum dengan biaya kurang dari $3.500. Peraturan ini juga mengharuskan setiap
pemukiman bisa diakses dengan mobil. Akibatnya, dua pertiga lahan di Nairobi
hanya dihuni sekitar 10% penduduk, sedangkan banyak kawasan kumuh kondisinya
tidak dapat ditingkatkan secara hukum. Demikian juga halnya dengan Manilia
(Filipina), yang sebagian besar penduduknya memang sejak dulu terlalu miskin
untuk dapat membeli atau menyewa rumah yang secara resmi “illegal”.
Statistic
menunjukkan bahwa para migran dari pedesaan meliputi sekitar 35% sampai dengan
60% dari pertambahan jumlah penduduk di perkotaan. Dalam kaitan ini, 90 dari
116 negara berkembang yang ikut serta dalam survey PBB menunjukkan bahwa
Negara-negara ini telah memprakarsai kebijakan untuk memperlambat atau
membalikkan tren peningkatan migrasi dari desa ke kota.
Dengan
meluasnya ketidakpuasan yang disebabkan oleh pengalaman akan pertumbuhan
perkotaan yang cepat di Negara-negara berlembang, isu penting yang perlu
dibahas adalah sejauh mana pemerintah Negara berkembang dapat merumuskan
kebijakan pembangunan yang benar-benar bisa memberikan dampak yang pasti bagi
trend dan karakter pertumbuhan kawasan perkotaan. Jelas bahwa penekanan pada modernisasi
industry, kecanggihan teknologi, dan pertumbuhan metropolitan menimbulkan
ketidakseimbangan geografis yang cukup besar dalam kesempatan ekonomi, dan
secara signifikan berkontribusi terhadap penumpukan para migran ke
kawasan-kawasan perkotaan. Apakah ada kemungkinan atau keinginan untuk mencoba
membalikkan tren ini dengan menerapkan kebijakan kependudukan dan pembangunan
yang berbeda? Dengan menurunnya tingkat kelahiran di banyak Negara berkembang,
pertumbuhan penduduk di kawasan perkotaan dan peningkatan migrasi dari desa ke
kota tidak diragukan lagi akan menjadi salah satu isu pembangunan dan demokrasi
paling penting dalam beberapa dasawarsa kedepan. Di kawasan perkotaan sendiri,
pertumbuhan dan pembangunan sektor informal serta peran dan keterbatasannya
dalam menyerap tenaga kerja dan kemajuan ekonomi akan menjadi semakin penting.
Sebelum
mengkaji kondisi kota-kota di Negara berkembang secara lebih seksama, terlebih
dahulu kita akan membahas potensi keunggulan yang ditawarkan kota. Kawasan
perkotaan telah memainkan peran sangat konstruktif dalam perekonomian
Negara-negara maju dewasa ini, dan kawasan ini masih menyisakan potensi besar
dan belum terjamah untuk menghasilkan hal serupa di negar berkembang. Pengamatan
lebih atas sektor informal di kota-kota yang sedang berkembang akan memunculkan
gagasan mengenai potensinya sebagai mesin pertumbuhan. Kita juga akan membahas
lebih dalam mengenai hal-hal apa yang berbeda dan apa saja yang salah dalam
pembangunan perkotaan dan laju migrasi desa-kota yang terlalu cepat dibanyak negara
berkembang. Kita akan menutup pembahasan dengan uraian tentang sejumlah
kebijakan yang dapat membantu kota meningkatkan pembangunan kawasan perkotaan
yang berhasil dan pada saat yang sama memberikan perhatian yang lebih seimbang
dalam pembangunan kawasan pedesaan.
2.4
Peranan
Kota
Secara umum sebuah kota terbentuk karena dapat
memberikan keunggulan dari segi biaya kepada produsen dan konsumen, melalui apa
yang dikenal sebagai ekonomi aglomerasi. Ekonomi aglomerasi muncul dalam dua
bentuk yakni :
1.
Ekonomi urbanisasi
(urbanization economies): yaitu dampak-dampak yang berkaitan dengan pertumbuhan
kawasan geografis yang terpusat secara umum.
2.
Ekonomi lokalisasi
(localization economies): yaitu dampak-dampak yang ditimbulkan oleh
sektor-sektor khusus dalam perekonomian. Ekonomi lokalisasi sering muncul dalam
bentuk keterkaitan ke depan maupun ke belakang. Contohnya ketika biaya
transportasi menjadi signifikan, maka pengguna output industri akan mendapatkan
keuntungan bila memilih lokasi yang lebih dekat ke pasar untuk dapat menghemat
biaya. Keuntungan ini adalah salah satu jenis keterkaitan ke depan. Selain itu
perusahaan yang bergerak dalam industri yang sama atau industri terkait juga
dapat meraih keuntungan karena memilih lokasi di tempat yang sama, sehingga
mereka dapat menarik sejumlah besar pekerja yang memiliki keterampilan khusus
yang diperlukan dalam sektor tersebut, atau karena infrastruktur yang
terspesialisasi. Ini adalah bentuk keterkaitan ke belakang. Pekerja dengan
keterampilan khusus yang sesuai dengan industri tersebut akan lebih memilih
untuk bertempat tinggal di lokasi yang sama, sehingga mereka dapat dengan mudah
mencari pekerjaan baru atau memiliki posisi yang lebih menguntungkan dalam memilih
peluang-peluang yang tersedia.
Secara
singkat dapat dikatakan bahwa ekonomi aglomerasi merupakan keunggulan atau
efisiensi biaya yang diperoleh produsen ke konsumen dari lokasi dalam kota
besar atau sedang, yang berwujud ekonomi urbanisasi dan ekonomi lokalisasi.
Ekonomi urbanisasi merupakan akibat dari aglomerasi yang berkaitan dengan
pertumbuhan umum wilayah geografi yang terkonsentrasi. Sedangkan ekonomi
lokalisasi adalah akibat aglomerasi yang diperoleh sektor–sektor ekonomi,
seperti pembiayaan dan kendaraan bermotor, ketika sector itu tumbuh dan
berkembang dalam suatu kawasan.
2.3.1
Distrik
Industri
Definisi
kota jika dilihat dari sudut pandang ekonomi adalah suatu kawasan yang
kepadatan penduduknya relative tinggi dan memiliki sejumlah aktivitas yang sangat
berkaitan. Pada umumnya perusahaan juga akan lebih menyukai berada dilokasi
yang memungkinkan mereka belajar dari perusahaan lain yang melakukan kegiatan
atau pekerjaan serupa. Imbas pengetahuan ini merupakan manfaat ekonomi
aglomerasi, bagian dari manfaat lokalisasi yang disebut sebagai :distrik
industri”. Di mana tepatnya lokasi industri itu tidak menjadi masalah.
Kelompok – kelompok industri
merupakan hal yang biasa ditemukan di negara – negara berkembang. Dari yang
berada pada tahap – tahap pembangunan industri yang bervariasi dari industry
rumahan sampai dengan industri manufaktur berteknologi maju. Namun, kedinamisan
kelompok tersebut berbeda – beda karena cenderung terspesialisasi pada suatu
bidang. Dalam beberapa kasus, spesialiasasi yang sifatnya tradisional itu telah
berkembang menjadi kelompok usaha yang lebih maju.
Kelompok usaha ini
menyerupai distrik di negara maju, tetapi memerlukan pembiayaan yang memadai
untuk berinvestasi dalam perusahaan – perusahaan inti yang menggunakan barang
modal dalam skala yang besar.
Dalam studi yang dilakukan terhadap
enam kelompok usaha representative di Afrika, Dorothy McCormick menyimpulkan
bahwa, “kelompok usaha dasar menyiapkan jalan; kelompok industrialisasi
memprakarsai proses spesialisasi, diferensiasi, dan pengembangan teknologi; dan
kelompok industri canggih menghasilkan produk kompetitif di pasar yang lebih
luas. Dalam beberapa kasus, bukti menunjukkan kegagalan koordinasi yang tidak
ditanggulangi, sehingga pemerintah dapat berperan aktif menetapkan kebijakan
untuk mendorong peningkatan kelompok usaha. Dalam kasus – kasus lainnya, justru
pemerintah yang menyebabkan kemandekan gugus usaha karena menerapkan peraturan
yang kaku dan tidak rasional, yang akibatnya jauh lebih merusak ketimbang
ketidakacuhan terhadap kelompok usaha di sektor informal.
2.3.2
Skala
Perkotaan yang Efisien
Skala
perkotaan yang efisien dapat tercapai bagi sejumlah kota industry yang terkait
erat, seperti industri yang memiliki keterkaitan yang kuat dari hulu ke hilir.
Salah satu pengecualian yang menonjol adalah kemungkinan terjadinya imbas dari
kemajuan teknologi. Akan tetapi, terdapat juga biaya penumpukan (congestion) yang penting seperti makin
tingginya kawasan perkotaan, makin tinggi pula biaya real estate.
Dalam
mekanisme pasar yang kompetitif, jika para pekerja di sebuah kota besar dengan
upah yang lebih tinggi tetapi dengan biaya hidup yang juga tinggi tidak akan
lebih beruntung secara materil dibandingkan para pekerja dengan pendidikan,
pengalaman, kemampuan, dan kesehatan setara yang tinggal di kota kecil dengan
upah yang lebih rendah dan biaya hidup yang lebih rendah pula.
2.5
Masalah
Kota Raksasa
Rute
transportasi utama di negera-negara berkembang umumnya adalah warisan zaman
kolonial. Rute drainase yang dibuat pada zaman kolonial mengedepankan kemudahan
pengurasan SDA negeri jajahan. Biasanya, ibu kota berlokasi dekat dengan pintu
keluar system ini yaitu tepi laut. Sistem tranportasi ini diacu sebagai “system hub-and-spoke”.
Pendekatan
bidang datar terdeferiensiasi mengedepankan dampak warisan sejarah yang masih
ada sampai sekarang. Pendekatan ini mampu menjelaskan cara kita menemukan
kota-kota yang terlalu besar di negera berkembang dan menyarankan kebijakan
desentralisasi perkotaan yang dapat diterapkan untuk membantu mencari solusi
dari masalahnya.
Adakalanya
sebuah kota inti (urban core) menjadi
terlalu besar, sehingga tidak dapat lagi mempertahankan biaya industri yang
berlokasi di tempat itu pada tingkat minimum. Di negara-negara berkembang,
pemerintah cenderung kurang terlibat dalam penyebaran aktivitas ekonomi dengan
ukuran lebih dapat dikelola atau andaikan mereka memang terlibat, sering kali
kurang efektif. Sebagai contoh, pemerintah ingin menyebarkan industri tanpa
mempertimbangkan sifat-sifat aglomerasi; dengan memberikan insentif tetapi
tidak ada upaya mengelompokkan sejumlah industri yang berkaitan.
Secara
umum permasalahan yang ditimbulkan kota besar kemungkinan berasal dari
kombinasi system transportasi hub-and-spoke dan penempatan ibukota
secara politik di kota yang paling besar, sehingga menggabungkan dampak dari
model hierarki kota dengan dampak dari model tanah terdiferensiasi. Penjelasan
terbaru lainnya untuk kota besar difokuskan dari usaha-usaha yang dilakukan
para diktator untuk tetap berkuasa di negaranya.
Di
negara-negara berkembang, sampai saat ini hanya ada beberapa Negara yang
memakai system demokrasi yang berjalan secara efektif. Faktor ekonomi
politik pada akhirnya memiliki konstribusi yang penting dalam melahirkan
ibukota raksasa (capital city giantism) adalah lebih menguntungkan bagi
perusahaan untuk memilih lokasi di mana mereka mendapatkan akses yang lebih
mudah terhadap aparat pemerintahan. Masalah ibukota raksasa ini juga dapat
dilihat sebagai sebuah bentuk jebakan keterbelakangan (underdevelopment trap),
yang dapat saja dihindari secara keseluruhan melalui pemberlakuan
kebijakan yang demokratis bersama dengan keseimbangan iklim kompetisi untuk
mengadakan ekspor maupun memenuhi konsumsi domestik.
Empat
penjelasan yang menguraikan sebab-sebab timbulnya perkotaan raksasa, yaitu :
produksi untuk pasar domestik yang sarat dengan proteksi dan biaya transportasi
yang tinggi; sangat sedikitnya kota-kota yang lebih kecil yang memadai untuk
menjadi lokasi alternatif bagi perusahaan yang mencerminkan pola infrastruktur;
lokasi ibukota di kota terbesar; dan logika politid dari kediktatoran yang
tidak stabil−bersifat saling melengkapi dan membantu menjelaskan beberapa
keunggulan demokrasi dengan kebijakan ekonomi yang lebih seimbang, termasuk
investasi yang lebih terencana di bidang infrastruktur. Jika dilaksanakan
dengan konsekuen, maka negara-negara ini memilki kemampuan untuk menghindari
sejumlah biaya yang dapat ditimbulkan oleh kota raksasa.
2.6
Sektor
Informal Perkotaan
Fokus
utama teori pembangunan adalah pada hakekat masing-masing negara berkembang
yang bersifat dualistik. Keberadaan sektor kapitalis perkotaan modern yang
modal dan melibatkan produksi berskala besar hadir secara bersamaan dengan
sektor subsistem pertanian-tradisisonal yang padat karya dan memiliki produksi
yang berskala kecil. Dalam beberapa
tahun terakhir, analisis terhadap sifat-sifat dualistik tersebut juga diterapkan
secara spesifik terhadap perekonomian perkotaan yang dipecah menjadi sektor formal
dan informal.
Keberadaan
sektor informal (informal sektor) yang umumnya tidak terorganisasi dan tertata
secara khusus melalui peraturan itu, resminya baru dikenal pada tahun 1970-an
sesudah diadakannya serangkaian observasi di beberapa negara-negara berkembang
yang sejumlah besar tenaga kerja perkotaannya tidak memperoleh tempat atau
pekerjaan di sektor modern yang formal. Sektor informal terus memainkan peran
yang penting di negara berkembang, meskipun selama bertahun-tahun diabaikan
atau justru dimusuhi. Di banyak negara berkembang, sekitar setengah dari
penduduk perkotaan bekerja di sektor informal. sektor informal pada umumnya
ditandai oleh beberapa karakteristik unik seperti sangat bervariasinya bidang
kegiatan produksi barang dan jasa, berskala kecil, unit-unit produksinya
dimiliki secara perorangan atau keluarga, banyak menggunakan tenaga kerja
(padat karya), dan teknologi yang dipakai relative sederhana. Sektor ini
cenderung beroperasi seperti halnya perusahaan memonopoli persaingannya dalam
menghadapi penurunan pemasukan, kelebihan kapasitas, dan mengendalikan
persaingan laba (pendapatan) yang menurun terhadap rata-rata harga penawaran
tenaga kerja potensial yang baru.
2.7
Migrasi
dan Pembangunan
Migrasi
memperburuk ketidakseimbangan structural antara desa dan kota secara langsung
dalam dua hal. Pertama, di sisi penawaran , migrasi internal secara berlebihan
akan meningkatkan jumlah pencari kerja di perkotaan yang melampaui tingkat atau
batasan pertumbuhan penduduk, yang sedianya masih dapat didukung oleh segenap
kegiatan ekonomi dan jasa-jasa pelayanan yang ada di daerah perkotaan. Kedua,
di sisi permintaan, penciptaan kesempatan kerja di daerah perkotaan lebih sulit
dan jauh lebih mahal daripada penciptaan lapangan kerja di pedesaan, karena
kebanyakan jenis pekerjaan sektor-sektor industri di perkotaan membutuhkan
aneka input-input komplementer yang sangat banyak jumlah maupun jenisnya.
Sesungguhnya,
arti penting yang paling pokok atas fenomena migrasi di negara-negara
berkembang tidaklah terletak pada bentuk-bentuk prosesnya atau pada dampaknya
terhadap alokasi sektoral sumber daya manusia, melainkan pada
implikasi-implikasi negatif yang selalu ditimbulkannya terhadap tingkat
pertumbuhan ekonomi dan upaya-upaya pembangunan secara keseluruhan, terutama
yang termanifestasikan atau terwujud dari proses terus memburuknya distribusi
pendapatan atau hasil-hasil pembangunan. Dengan demikian kita harus mengakui
bahwa arus migrasi yang jauh melampaui
kesempatan kerja yang ada merupakan gejala dan salah satu penyebab utama
keterbelakangan dunia ketiga. Oleh karena itu, pemahaman terhadap penyebab,
faktor penentu, dan akibat-akibat dari migrasi internal desa-kota merupakan bekal
pokok bagi kita untuk memahami karakteristik dan hakikat proses pembangunan,
serta untuk merumuskan kebijakan-kebijakan yang paling tepat untuk dapat
mempengaruhi proses tersebut dengan cara yang bisa diterima secara sosial.
Salah satu tahapan yang sederhana tetapi sangat penting dalam rangka memahami
betapa pentingnya fenomena migrasi adalah memaklumi bahwa setiap kebijakan
ekonomi atau sosial yang mempengaruhi pendapatan riil penduduk pedesaan dan
perkotaan, secara langsung atau tidak lngsung pada akhirnya juga akan
mempengaruhi proses migrasi.
2.8
Teori
Ekonomi Migrasi Desa-Kota
Urbanisasi dan industrialisasi pada dasarnya
adalah dua sisi dari mata uang yang sama. Model historis ini kemudian dianggap
sebagai suatu cetak biru atau standar penjelasan yang baru bagi proses.
Akan tetapi, data-data yang menonjol
selama beberapa dekade terakhir, yaitu pada saat Negara-negara berkembang
mengalami puncak gelombang migrasi, penduduk desa secara besar-besaran ke
daerah perkotaan, ternyata tidak mendukung pernyataan atau gagasan yang
menonjolkan manfaat perpindahan tenaga kerja itu; jangankan memacu
industrialisasi di perkotaan, migrasi dari desa ke kota itu justru menimbulkan
masalah pengangguran dan aneka kesulitan lainnya yang serba pelik dan
menyusahkan. Dengan demikian, data-data empiris yang ada telah menggoyahkan
kesahihan model pembangunan dua sektor dari lewis.
Model Todaro bertolak dari asumsi
bahwa migrasi dari desa ke kota pada dasarnya merupakan suatu fenomena ekonomi.
Oleh karena itu, keputusan untuk melakukan migrasi juga merupakan suatu
keputusan yang telah dirumuskan secara rasional; para migran tetap saja pergi
meskipun telah tahu betapa tingginya tingkat pengangguran yang ada di
daerah-daerah perkotaan. Selanjutnya, model Todaro mendasarkan diri pada
pemikiran bahwa arus migrasi itu berlangsung sebagai tanggapan terhadap adanya
perbedaan penghasilan antara desa dan kota. Namun penghasilan atau pendapatan
yang dipersoalkan di sini bukanlah penghasilan yang aktual, melainkan
penghasilan yang diharapkan (expected income). Adapun premis dasar dalam
model ini adalah bahw para migran senantiasa mempertimbangkan dan
membanding-bandingkan berbagai macam pasar tenaga kerja yang tersedia bagi
mereka di sektor pedesaan dan perkotaan, serta kemudian memilih salah satu
diantaranya yang dapat memaksimumkan keuntungan yang “diharapkan” (expected
gains) dari migrasi.
Pada dasarnya, model Todaro tersebut
beranggapan bahwa segenap angkatan kerja, baik yang aktual maupun potensial,
senantiasa membandingkan pengahasilan “yang diharapkan” selama kurun waktu
tertentu di sektor perkotaan (yaitu selisih antara penghasilan dan biaya
migrasi) dengan rata-rata tingkat penghasilan yang bisa diperoleh di pedesaan.
Mereka baru akan memutuskan untuk melakukan migrasi jika penghasilan bersih
yang tersedia di kota melebihi penghasilan bersih yang tersedia di desa.
Jadi singkatnya, model migrasi dari
todaro memilki empat pemikiran dasar sebagai berikut :
1. Migrasi desa-kota dirangsang,
terutama sekali oleh berbagai pertimbangan ekonomi yang rasional dan yang
langsung berkaitan dengan keuntungan atau manfaat dan biaya-biaya relatif
migrasi itu sendiri.
2. Keputusan untuk bermigrasi
tergantung pada selisih antara tingkat pendapatan yang diharapkan di kota dan
tingkat pendapatan actual di pedesaan (pendapatan yang diharapkan adalah
sejumlah pendapatan yang secara rasional bisa diharapkan akan tercapai di masa
mendatang). Besar kecilnya selisih pendapatan itu sendiri ditentukan oleh dua
variable pokok, yaitu selisih upah aktual di kota dan di desa, serta besar atau
kecilnya kemungkinan mendapatkan pekerjaan di perkotaan yang menawarkan tingkat
pendapatan sesuai dengan yang diharapkan.
3. Kemungkinan mendapatkan pekerjaan di
perkotaan berkaitan langsung dengan tingkat lapangan pekerjaan di perkotaan,
sehingga berbanding terbalik dengan tingkat pengangguran di perkotaan.
4. Laju migrasi desa-kota bisa saja
terus berlangsung meskipun telah melebihi laju pertumbuhan kesempatan kerja.
Kenyatan ini memiliki landasan yang rasional; karena adanya perbedaan ekspetasi
pendapatan yang sangat lebar., yakni para migran pergi ke kota untuk meraih
tingkat upah yang lebih tinggi yang nyata (memang tersedia). Dengan demikian,
lonjakan pengangguran di perkotaan merupakan akibat yang tidak terhindarkan
dari adanya ketidakseimbangan kesempatan ekonomi yang sangat parah antara
daerah perkotaan dan daerah pedesaan, dan ketimpangan-ketimpangan seperti itu
amat mudah ditemui di kebanyakan Negara-negara Dunia Ketiga.
Meskipun model Todaro secara sekilas
nampak kurang memperhatikan arti penting migrasi desa-kota (karena model ini
berpendapat bahwa migrasi pada dasarnya merupakan suatu mekanisme penyesuaian
alokasi tenaga kerja di desa dan kota), namun model tersebut mengandung
sejumlah implikasi kebijakan yang sangat penting bagi negara-negara dunia
ketiga yang terus dipusingkan oleh hal itu. Penjelasan-penjelasannya bisa
dimanfaatkan untuk menunjang perumusan strategi-strategi pembangunan, khususnya
yang berkenaan dengan tingkat upah dan pendapatan, pembangunan pedesaan, dan
industrialisasi. Erikut ini adalah lima kebijakan yang paling penting :
1. Ketimpangan kesempatan kerja antara
kota dan desa harus dikurangi.
2. Pemecahan masalah pengangguran tidak
cukup hanya dengan menciptakan lapangan kerja di kota.
3. Pengembangan pendidikan yang
berlebihan dapat mengakibatkan migrasi dan pengangguran.
4. Pemberian subsidi upah dan penentuan
harga faktor produksi trdisional (tenaga kerja) justru menurunkan
produktivitas.
5. Program pembangunan desa secara
terpadu harus dipacu.
2.9
Dampak
Urbanisasi
Dibawah ini ada beberapa dampak akibat
terjadinya urbanisasi. Ada beberapa dampak positif dan negatif yang dihasilkan
oleh urbanisasi, yaitu:
A. Dampak Positif.
Bagi Kota
a.
Kota mendapatkan tenaga kerja yang melimpah karena banyak
penduduk desa yang ke kota. Tenaga kerja tersebut biasanya gajinya murah dan
bisa bekarja secara fisik.
b.
Penduduk kota yang banyak menyebabkan terjadinya perdagangan
yang besar. Hal ini disebabkan karena penduduk itu merupakan potensi konsumen
yang baik untuk memasarkan produk-produk hasil produksi, makanya di kota banyak
kita temui mal atau supermarket.
c.
Pembangunan kota menjadi lebih cepat karena dukungan sumber
daya manusia yang melimpah pada semua sektor kehidupan.
d.
Munculnya banyak sekolah dan perguruan tinggi yang
berkualitas. Karena persaingan yang begitu ketat untuk mendapatkan pekerjaan
yang layak maka banyak penduduk yang memilih lembaga pendidikan yang
berkualitas.
e.
Industri berkembang dengan baik. Hal ini dikarenakan banyak
tenaga kerja dan banyaknya konsumen yang ada di kota.
Bagi Desa
a.
Kesejahteraan penduduk desa meningkat, karena penduduk yang
berhasil di kota akan mengirimkan uang ke desa.
b.
Munculnya penduduk desa yang punya pendidikan tinggi, karena
ada sebagian penduduk yang sekolah pada perguruan tinggi di kota.
c.
Adanya alih teknologi. Penduduk desa yang di kota akan
memberikan pengetahuannya kepada penduduk desa tentang teknologi yang suda
berkembang di kota.
d.
Adanya perhatian dari pemerintah untuk membangun desa supaya
pemerintah bisa sukses untuk menghambat laju urbanisasi.
e.
Adanya industri kecil dan keluarga yang berkembang di desa,
karena penduduk kota yang kembali ke desa akan membuat industri skala kecil di
desa, dimana pengetahuan kerajinan itu dia dapatkan sebelumnya di kota.
B. Dampak Negatif
Bagi Kota
a.
Banyaknya pengangguran yang ada di kota, karena penduduk
desa yang berurbanisasi mempunyai kualitas yang rendah. Sehingga tidak mampu
bersaing di kota.
b.
Munculnya tidak kriminal. Ini adalah ekses negatif dari
pengangguran, sehingga banyak orang yang gelap mata untuk melakukan tindak yang
tidak terpuji untuk memenuhi kebutuhannya.
c.
Pemukiman kumuh yang semakin banyak dibangun di bantaran
sungai sehingga menimbulkan banjir dan rendahnya mutu kesehatan.
d.
Kemiskinan yang meningkat drastis di kota karena banyak
orang yang tidak mendapat pekerjaan.
e.
Kota semakin padat dan jalanan menjadi sangat macet.
Sehingga mobilisasi penduduk kota menjadi terganggu.
Bagi Desa
a.
Desa menjadi sepi dan kekurangan tenaga kerja karena
penduduknya pindah ke kota.
b.
Pembangunan desa menjadi terhambat karena kekurangan sumber
daya manusia yang berkualitas.
c.
Banyaknya fasilitas dan potensi desa yang terbengkalai,
misalnya aliran irigasi menjadi tidak berguna karena banyak sawah yang tanami,
karena petaninya pindah ke kota.
d.
Industri kecil dan industri rakyat menjadi tidak berkembang
dengan baik.
e.
Fasilitas pendidikan dan kesehatan juga tidak bisa
berkembang karena keengganan guru dan dokter untuk bekerja di desa.
2.10
Strategi
Kebijakan Untuk Mengurangi Arus Urbanisasi
Berdasarkan analisis aspek
demografis secara umum masalah urbanisasi belum sampai pada kondisi kritis atau
menghawatirkan, akan tetapi bila dilihat dari segi kecepatannya maka semesti
pemerintah memperhatikan atau melakukan tindakan antisipasi sejak awal, oleh
karena itu perhatian pemerintah harus diarahkan pada bagaimana mengontrol atau
mengendalikan arus urbanisasi sedemikian rupa sehingga selalu berjalan serasi
dengan kemajuan di berbagai bidang pembangunan yang ada.
Proses urbanisasi di Indonesia
sangat berkaitan dengan kebijakan pembangunan yang diambil oleh pemerintah pada
masa lampau, baik menyangkut pembangunan spasial maupun sektoral. Sebagai
akibat dari kebijakan spasial maka migrasi desa-kota sangat mempercepat tempo
urbanisasi di beberapa daerah perkotaan.
Selain itu kebijaksanaan yang bersifat
sektoral sangat diperlukan karena secara tidak langsung juga mempengaruhi
urbanisasi, kebijakan sektoral ini antara lain bidang pendidikan, kependudukan,
kebijakan harga, industri dan kebijakan transportasi serta komunikasi,
kebijakan upah dan lain-lain.
Menurut Todaro (1997:343-345)
berpendapat bahwa adapun strategi yang tepat untuk menanggulangi persoalan
migrasi dan kaitannya dengan kesempatan kerja secara komprehensif, adalah
sebagai berikut :
1.
Penciptaan
keseimbangan ekonomi yang memadai antara desa - kota.
Keseimbangan
kesempatan ekonomi yang lebih layak antara desa dan kota merupakan suatu unsur
penting yang tidak dapat dipisahkan dalam strategi untuk
menanggulangi masalah pengangguran di desa-desa maupun di perkotaan, jadi dalam
hal ini perlu ada titik berat pembangunan ke sektor perdesaan.
2.
Perluasan
industri-industri kecil yang padat karya.
Komposisi
atau paduan output sangat mempengaruhi jangkauan kesempatan kerja karena
beberapa produk. Membutuhkan lebih banyak tenaga kerja bagi tiap unit output
dan tiap unit modal dari pada produk atau barang lainnya.
3.
Penghapusan distorsi
harga faktor-faktor produksi
Untuk
meningkatkan kesempatan kerja dan memperbaiki penggunaan sumber daya
modal langka yang tersedia maka upaya untuk menghilangkan distorsi harga faktor
produksi, terutama melalui penghapusan berbagai subsidi modal dan menghentikan
pembakuan tingkat upah diatas harga pasar.
4.
Pemilihan teknologi
produksi padat karya yang tepat
Salah
satu faktor utama yang menghambat keberhasilan setiap program penciptaan
kesempatan kerja dalam jangka panjang baik pada sektor industri di perkotaan
maupun pada sektor pertanian diperdesaan adalah terlalu besarnya kekaguman dan
kepercayaan pemerintah dari negara-negara dunia ketiga terhadap mesin-mesin dan
aneka peralatan yang canggih (biasanya hemat tenaga kerja) yang diimpor dari
negara-negara maju.
5.
Pengubahan keterkaitan
langsung antara pendidikan dan kesempatan kerja.
Munculnya
fenomena “pengangguran berpendidikan” dibanyak negara berkembang mengundang
berbagai pertanyaan tentang kelayakan pengembangan pendidikan khususnya
pendidikan tinggi secara besar-besaran yang terkadang kelewat berlebihan.
6.
Pengurangan laju
pertumbuhan penduduk melalui upaya pengentasan kemiskinan absolut dan perbaikan
distribusi pendapatan yang disertai dengan penggalakan program keluarga
berencana dan penyediaan pelayanan kesehatan di daerah perdesaan.
Selain
itu dikenal pula pembangunan agropolitan yang dapat mendorong kegiatan sektor
pertanian dan sektor komplemennya di wilayah perdesaan. Untuk itu diharapkan
adanya kebijaksanaan desentralisasi, sehingga terjadi keseimbangan ekonomi
secara spasial antar wilayah perdesaan dengan kawasan perkotaan yang lebih baik
dan sekaligus mampu menyumbang pada pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Adapun
komponen dari strategi pembangunan agropolitan, antara lain :
1.
Melakukan dan
menggalakan kebijaksanaan desentralisasi dan penentuan keputusan alokasi
investasi dengan mempermudah ijin-ijin kepada pihak swasta yang didelegasikan
dari pusat kepada pemerintah daerah dan lokal.
2.
Meningkatnya
partisipasi kelompok sasaran dalam pembayaran sub-sub proyek untuk membangun
rasa memiliki terhadap proyek yang dibangun bersama mereka.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Urbanisasi
merupakan salah satu aspek yang akan selalu mengiringi proses pembangunan suatu
negara. Dimana urbanisasi sendiri memiliki dampak positif dan negative.
Sehingga hal ini harus menjadi perhatian bagi Pemerintah khususnya, agar dampak
positif yang dihasilkan lebih dominan dari pada dampak negative.
Ada
beberapa faktor yang memicu timbulnya urbanisasi, salah satu yang paling
dominan adalah karena faktor ekonomi. Ketidakpuasan penduduk desa dengan
kondisi yang mereka alami di daerah mendorong mereka untuk mengadu nasib ke
kota. Meskipun dengan persiapan seadanya. Hal inilah yang kemudian menjadi
masalah yang perlu diperhatikan oleh pemerintah. Besarnya arus urbanisasi yang
tidak terkendali justru akan membawa dampak negative bagi semua pihak, baik itu
desa yang ditinggalkan maupun kota yang menjadi tempat tujuan. Yang pada
akhirnya akan menjadi masalah nasional dari suatu negara.
Oleh
karena itu diperlukan adanya kebijakan-kebijkan untuk menanggulangi besarnya
arus urbanisasi yang ada. Dimana yang paling utama adalah menciptakan
keseimbangan ekonomi anatara kota dan desa.
Daftar Pustaka
Todaro, M. P. dan Smith, S.C. (2006).
Pembangunan Ekonomi. (alih bahasa: Haris Munandar; Puji A.L.). Jakarta:
Erlangga.
Bintarto. 1983 Urbanisasi dam Permasalahannya,
Yogyakarta: Galia Indonesia.
http://bhoeks-dou-mbozo.blogspot.co.id/2014/05/urbanisasi.html
https://daramuliya.wordpress.com/2013/11/30/ekonomi-pembangunan-urbanisasi-dan-migrasi-desa-kota-teori-dan-kebijakan/
http://rencute-ozha.blogspot.co.id/2013/01/urbanisasi-dan-migrasi-desa-kota-teori.html
http://terunesupiandi.blogspot.co.id/2014/09/summary-michael-p-todaro-and-stephen-c_92.html
Demikianlah materi tentang Makalah Urbanisasi yang sempat kami berikan dapat bermanfaat. semoga materi yang kami berikan dan jangan lupa juga untuk menyimak Makalah Usaha Dan Energi yang telah kami posting sebelumnya. semoga materi yang kami berikan dapat membantu menambah wawasan anda semikian dan terimah kasih. Semoga dapat membantu menambah wawasan anda semikian dan terimah kasih.
Anda dapat mendownload Makalah diatas dalam Bentuk Document Word (.doc) melalui link berikut.
EmoticonEmoticon